twenty five

2.5K 249 49
                                    

Typo bertebaran!

🌍🌎🌏

Setelah pulang sekolah, Reza langsung pergi meninggalkan area sekolah dengan perasaan takut. Reza terus mencoba berfikir positif namun gagal.

Saat sampai di Rumah Sakit, Reza berjalan dan bergumam 'Iya' dan 'Enggak' sesuai langkah kakinya. Kaki kananya untuk 'Enggak' dan kaki kirinya untuk 'Ya'.

"Iya... Enggak... Iya... Enggak... Iya..."

Kaki kirinya berhenti tepat di depan ruangan Devan. Reza menatap pintu ruangan Devan. Ia menggelengkan kepalanya.

"Sebuah kebetulan." Reza pun mengetuk pintu itu.

"Masuk," ucap Devan dari dalam ruangan.

Reza memutar knop pintu itu dan masuk ke dalamnya. Tak lupa ia menutup kembali pintu ruangan itu.

"Assalamualaikum."

Devan mendongak lalu tersenyum hangat. "Waalaikumsalam."

Reza duduk di depan Devan dengan raut wajah yang tegang. Reza menjadi semakin takut karena raut wajah Devan sepertinya tidak mengenakkan.

"Gimana om hasilnya?" Tanya Reza dengan pelan.

"Menurut hasil dari tes darah kamu..." Devan menarik nafasnya dalam-dalam. "Kamu didiagnosa memiliki penyakit leukemia, Reza."

Nafas Reza tercekat mendengar itu. Reza menunduk dan berusaha menerimanya. Ini seperti mimpi buruk baginya.

"l- leukemia?"

Devan mengangguk pelan. "Leukemia adalah kanker darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah putih abnormal. Kamu juga tidak menyadari tanda dan gejalanya, Reza. Ini sepertinya sudah lama bahkan sudah menginjak ke stadium lanjut atau bisa disebut stadium 2."

Reza tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendengarnya. Tubuhnya terasa lemas. Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Namun yang ia bisa lakukan hanya diam dan menahan amarah dan kesedihannya.

Leukemia? Yang benar saja. Reza sering mendengar penyakit itu dan itu adalah penyakit yang berbahaya. Oh apakah ini sebuah mimpi buruk bagi Reza? Jika iya tolong bangunkan dia.

Devan yang mengerti perasaan Reza langsung memeluk keponakannya itu bermaksut untuk menguatkan. Reza tidak membalas pelukan Devan. Dirinya masih merasa terkejut.

Devan menepuk Reza sembari memberi kata-kata penyemangat. "Tenang saja. Om, tante, dan Retha akan selalu disamping kamu."

"Jangan pernah bilang ini ke keluarga Reza ya, Om," pinta Reza.

"Tidak bisa begitu, Reza. Kamu juga harus butuh dukungan dari keluarga kamu." Devan tidak setuju.

"Papa gak akan dukung Reza, Papa gak akan peduli sama Reza, Om. Reza mohon," mohon Reza.

Devan melepas pelukannya. "Baiklah, tapi om tidak bisa janji."

Reza mengangguk. "Apa bisa sembuh?" Tanya Reza dengan harapan penuh.

"Insyaallah bisa. Kamu bisa mulai perawatannya dengan kemoterapi dan juga nanti om akan berikan resep obat agar bisa menghambat pertumbuhan sel kanker. Karena kamu pulang sekolah dan pasti tidak membawa uang lebih, om akan bayarkan obat kamu," ucap Devan membuat Reza tak enak hati.

"Gak usah, om! Reza masih punya uang simpanan kok di tas," kata Reza menolak niat baik Devan.

"Simpan saja uang kamu, Reza. Om ikhlas membantu. Kamu juga keluarga om," balas Devan.

REZANGGA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang