○ 9

308K 31.9K 1.9K
                                    

"Satu ditambah satu berapa?"

Izan terdiam sebentar, dengan memasang wajah seolah tengah berfikir.

"Satu ... ditambah ... satu ... jadi?" tanya Ara lagi, seraya menunjukkan telunjuk tangan kanannya dan telunjuk tangan kirinya.

"Dua!" seru Izan dengan mengangkat ke empat jari tangan kanannya.

Ara terkekeh sebentar. "Dua, seperti ini." ucapnya seraya membetulkan jari Izan.

Izan mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

"Izan harus rajin belajar, katanya mau sekolah, kan?"

"Iya tante, Izan mau sekolah! Nanti Izan punya teman banyak!" ucapnya seraya merentangkan kedua tangannya, guna memberitaukan kepada Ara seberapa banyak temannya nanti.

Ara mengusap kepala Izan dengan sayang. "Izan harus jadi anak yang pintar, nurut sama mama papa, oke?"

"Oke!"

"Ra!"

Ara menoleh ke arah pintu kamar Arkan, dan mendapati kakak iparnya yang berdiri di sana. "Iya, kak?"

"Makan dulu, yuk."

Ara mengangguk. "Iya, kak."

"Gendong, tante." pinta Izan seraya merentangkan tangannya ke arah Ara.

"Izan, jalan sendiri! Tante Ara capek gendong Izan dari tadi."

Izan menatap tak suka ke arah mamanya. "Izan dali tadi belajal, enggak minta gendong tante telus."

"Udah gak papa, kak. Izan juga enteng, kok." ucap Ara menengahi, lalu menggendong Izan.

"Aku sampai heran sama dia. Dia itu susah banget dekat sama orang yang baru dikenal. Tapi, kalau sama kamu dia itu manjanya gak ketulungan. Padahal baru beberapa kali ketemu." gerutu Risa, seraya melangkahkan kakinya menuruni tangga bersama Ara.

Ara hanya terkekeh kecil membalas gerutuan Risa.

"Izan kok gendongan sih?" tanya Jihan.

"Izan turun dulu, ya? Tante Ara keberatan gendong Izan, kan Izan gendut." ucap Fahmi, suami Risa.

Izan menatap Ara dengan mata bulatnya. "Izan belat ya, tante?"

"Enggak, tapi Izan turun dulu, kan kita mau makan."

Izan mengangguk tak ikhlas. Berada di gendongan Ara adalah tempat favorit bocah berusia 4 tahun lebih itu. 

Jihan dan Setyo menatap kagum pada Ara. Dari awal, mereka sudah sangat yakin akan melanjutkan perjodohan ini karna kepribadian Ara yang sangat baik. Di usianya yang terbilang masih muda, sifat lembut penuh keibuan sudah dimiliki oleh Ara. Mereka tak ragu akan didikan Adit pada anak-anaknya. Karna Adit sendiri adalah sosok ayah yang diharapkan banyak anak-anak diluaran sana. Sosoknya yang begitu hangat dan penuh kasih sayang selalu membuat kerinduan di hati mereka hadir, kala mengingat bahwa dia telah meninggalkan mereka untuk selamanya.

Mereka duduk di kursi meja makan, dan menikmati makan malam dengan tenang.

Jauh dilubuk hati Ara yang paling dalam, ia sangat bahagia dapat diterima dengan tangan terbuka dikeluarga Arkan. Jujur saja, Ara sangat merindukan kehangatan dalam keluarga seperti ini. Semenjak ayahnya meninggal, hidup Ara berubah menjadi dingin. Kehangatan seolah pergi bersamaan dengan kepergian jiwa ayahnya.

***

"Kenapa belum tidur?"

Ara menoleh ke belakang, dan tersenyum mendapati suaminya yang baru masuk ke kamar mereka. Malam ini, mereka menginap di rumah Jihan, karna besok akan ada acara keluarga di sini. Arkan memutuskan untuk menginap, karna jarak rumah orang tuanya dengan rumahnya cukup jauh, daripada bolak-balik lebih baik mereka menginap saja.

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang