○ 12

289K 28.7K 2.2K
                                    

Ara tengah duduk dikursinya dengan gelisah. Setelah menelfon Arkan tadi, ia langsung saja berjanjian untuk bertemu di Kantor Polisi tempat Dita dibawa. Ara diantar oleh Lala dan Evan, lalu keduanya kembali ke sekolah untuk melanjutkan jam pembelajaran yang masih belum selesai. Ara pun sudah diizinkan untuk menyusul Dita ke Kantor Polisi. Dan sudah lebih dari 15 menit ia menunggu Arkan dan kedua pengacaranya yang sedang berdiskusi dengan Kepala Kantor Polisi di sini.

Mendengar suara panik Ara ditelfon tadi, membuat Arkan sedikit cemas. Ia tak tanggung-tanggung membawa dua pengacara pribadinya ke Kantor Polisi. Holang kaya mah bebas!

"Gimana, mas?" tanya Ara saat melihat Arkan baru saja keluar dari ruangan yang digunakan untuk diskusi, diikuti kedua pengacaranya yang ada di belakang.

"Maaf Bu, Nona Dita harus ditahan dulu sampai kita bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah." jelas salah satu pengacara itu dengan wajah menyesal.

"Apa gak ada cara lain untuk bawa Dita pulang dulu?"

"Tidak ada, Bu. Polisi tidak mengizinkan kita membawa Nona Dita, sampai ada bukti yang menyatakan kalau Nona Dita tidak bersalah."

Ara duduk dikursinya kembali dengan tangan yang memegangi kepalanya. Pusing. Itulah yang dirasakannya saat ini.

"Kalian bisa pergi. Nanti saya hubungi lagi."

Kedua pengacara Arkan mengangguk, lalu pergi meninggalkan Arkan dan Ara.
Arkan duduk di samping Ara, dan menarik tubuh gadis itu dalam dekapannya.

"Apa yang harus aku katakan ke bunda, mas?"

"Nanti kita bilang sama-sama."

Arkan hanya mengusap punggung Ara dengan pelan. Ia pun juga tidak tau menau awal dari semua ini. Ara menelfon dirinya dan hanya mengatakan kalau Dita dibawa ke Kantor Polisi karna kedapatan membawa narkoba. Sulit dipercaya sebenarnya. Meskipun Arkan tidak begitu tau sifat Dita, tapi ia yakin kalau adik iparnya itu tidak akan berbuat sejauh ini.

***

Plakk.

Suara tamparan keras menggema di ruang tamu rumah bunda Ara. Arkan menarik Ara ke belakang, dan Lala mencoba menenangkan Lia yang tengah menangis dan menatap Ara marah. Ara sendiri hanya diam. Dia tidak menangis maupun melawan. Ara seperti mati rasa, saat bundanya menampar dirinya. Hal ini tidaklah membuat Ara terkejut, karna sikap ini sudah Ara dapatkan sejak dulu.

Ara juga khawatir akan kondisi Dita, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan permohonannya kepada para anggota polisi ditolak mentah-mentah.

"Bunda, Ara tidak bersalah. Dia juga tidak tau kenapa ada narkoba di tas Dita. Saya juga sudah meminta kepada pengacara saya untuk mengurus kasus ini." jelas Arkan membuat Lia semakin terisak dipelukan Lala.

"Ara juga sudah memohon kepada para anggota polisi untuk tidak membawa Dita, dan meminta dirinya saja yang dibawa. Tapi polisi menolaknya, dan tetap bersikukuh membawa Dita, Tante. Ara sudah melakukan yang terbaik sebagai seorang kakak untuk Dita." jelas Lala.

Lia menatap Ara dengan tatapan bersalah. "Kakak, maafin bunda. Bunda terlalu khawatir sama Dita."

Ara berlalu begitu saja melewati mereka dan berjalan menuju mobil Arkan.

"Saya permisi."

Lia semakin terisak dalam penyesalannya. Evan dan Lala mencoba menenangkan wanita paruh baya yang sudah mereka anggap seperti ibu kandung mereka sendiri itu.

Evan merogoh kantong celananya, saat merasakan getaran dari ponselnya.

Ara cantik

Titip bunda ya. Malam ini kalian bisa nginep di sana dulu kan?

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang