○ 48

203K 21.1K 1.4K
                                    

Ara keluar dari rumah, menghampiri suaminya yang tengah menunggu dirinya di dalam mobil.

"5 menit lagi, hmm?"

Ara tertawa pelan mendengar sindiran suaminya. "Mas Arkan sore ini ganteng banget."

"Gak usah ngrayu biar gak diomelin," balas Arkan seraya menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah.

"Anaknya minta dielus. Katanya, Papa gak boleh marah-marah." Ara menarik tangan kiri Arkan, dan meletakannya di atas perutnya.

Arkan mencibir pelan, namun tetap mengusap perut istrinya.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah Lia. Ara mengerutkan keningnya, saat melihat mobil asing yang terparkir di samping mobil suaminya.

Mereka berjalan mendekati pintu rumah yang terbuka lebar.

"Bunda gak merestui kalian! Lebih baik kamu sama Arkan!"

"Tapi dia ayah bayi aku, Bun."

"Kamu sadar gak? Dia lebih pantas jadi ayah kamu! Kemarin kamu bilangnya dia itu ayah lelaki yang menghamili kamu, tapi sekarang apa?!"

Ara tersenyum miring mendengar perdebatan bundanya dengan Dita. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Ara? Arkan?" Lia tampak terkejut dengan kedatangan putri sulungnya, juga menantunya. "Duduklah, Nak."

Ara dan Arkan pun duduk di sofa, bersebrangan dengan pria yang bertemu dengan Ara saat di mall.

"Itu Om yang ngatain aku di mall, Mas," bisik Ara kepada suaminya.

Arkan menatap istrinya sekilas, lalu menatap pria di depannya dengan tajam.

"Cucu Bunda sudah berapa bulan?"

Ara sedikit terkejut dengan elusan tangan bundanya yang ada di atas perutnya. "Mau 7 bulan, Bun. Nanti Bunda dateng ke acara 7 bulananku, kan?"

Lia mengulas senyum hangatnya. "Pasti Bunda datang."

"Oh iya, aku ke sini cuma mau menyelesaikan masalah yang terjadi di antara kita." Ara menatap bundanya serius. "Sekarang sudah terbukti kalau anak yang dikandung Dita bukan anak suamiku, melainkan anak Om ini. Jadi, Bunda gak berhak mendesak Mas Arkan untuk menikahi Dita."

"Tadinya aku mau nunjukin Bunda foto kencan Dita sama Om Axel di mall. Tapi ternyata sebelum pertemuan ini, kalian udah ketemu, kan?"

"Lalu, kenapa Bunda minta pertanggungjawaban dari Mas Arkan? Kok Bunda jahat banget sama aku? Aku ada salah apa sama Bunda?"

Nafas Lia tercekat. Ia menatap Ara dengan tatapan sulit. Namun, kedua matanya merah dan berkaca-kaca.

"Aku kira, setelah aku menikah dengan Mas Arkan, Bunda akan berhenti menuntut sesuatu dariku. Ternyata enggak." Ara menahan lelehan air matanya. Masa-masa kehamilan ini cukup membuatnya kesulitan mengatur emosinya. Dikit-dikit marah, nangis, manja, dan lain sebagainya.

"Sebenarnya aku ini anak kandung Bunda apa bukan?"

Setetes air mata turun melewati pipi Lia. "Kamu anak kandung Bunda, Ara."

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang