Jemari Jarrel menarik remnya hingga motor yang dia kendarai sampai di depan sebuah rumah. Di halaman rumah itu, terparkir sebuah mobil tak asing yang Jarrel kenal siapa pemiliknya. Bertepatan dengan turunnya Gemmi dari motor, si pemilik mobil keluar dari rumah. Dia tidak sendiri, tentu ditemani oleh sang tuan rumah-Mahesa.
Gemmi menatap Jarrel risau kemudian melepaskan helmnya. "Thanks," ucapnya begitu saja lalu pergi meninggalkan Jarrel.
Pemuda Narewara itu tetap geming. Memperhatikan pria yang berdiri di depan sana sembari berbincang. Dilihatnya juga Gemmi menyapa orang itu bahkan salim. Dari sana mata mereka bertemu. Jarrel merasa seperti dihunus samurai panjang lewat tatapan mata itu.
Tak mau berlama-lama, Jarrel menyalakan mesin motornya dan pergi dari sana. Mendadak ia jadi takut pulang ke rumah. Kalau nanti ketika ia sampai di rumah dan mereka berpapasan, pasti Jarrel akan dicerca habis-habisan.
Kendaraan roda dua Jarrel tiba lebih dulu. Ia buru-buru masuk sebelum musuhnya datang. Karena menurut penglihatannya tadi, perbincangan mereka sudah selesai. Pasti sebentar lagi mobil itu akan tiba di rumah.
Jarrel masuk ke rumah dengan sedikit berlari. Sejujurnya, batin dia agak ketar-ketir sekarang. Di pertengahan tangga, ia bertemu Damian. Sialnya, kakak laki-lakinya itu justru menghentikan langkahnya.
"Rel, kunci motor gue mana?" tanya Damian menghalangi langkah Jarrel.
"Udah gue balikin. Liat di laci. Awas awas!" balas Jarrel malah agak ngegas.
"Nggak ada! Tadi udah gue cari sepuluh kali nggak ada di sana." Namun Damian masih enggan menyingkir sebelum kunci motornya ketemu.
"Coba diliat lagi di tempat lain. Awas, Dami!!" Jarrel geregetan sendiri. Dia tidak boleh tertangkap basah oleh musuhnya.
"Eh, berani banget lo lari dari tanggung jawab. Kemarin habis lo pake ditaruh mana? Coba cari!!"
"Dam, gue buru-buru banget. Iya, oke nanti gue cari. Tapi nggak sekarang. Minggir dulu."
"Lo bercanda nggak sih? Gue mau pake sekarang, Arrel!! Kalau kuncinya nggak ada gimana motornya jalan?!"
Bunyi klakson dari luar membuat Jarrel mendesah berat. Terlambat sudah.
Paham dengan situasi yang biasa terjadi, Damian tertawa garing.
"Habis bikin masalah lo, ya?" tanya laki-laki itu mencurigai adiknya.
"Nggak! Awas!" elak Jarrel masih terus berusaha lewat dari hadangan kakaknya.
"Selama kunci motor gue belum ketemu, lo nggak boleh masuk kamar," ujar Damian kini mencengkram tangan Jarrel. Bahkan situasi ini lebih sulit lagi bagi Jarrel.
"Fine! Gue cari sekarang!" finalnya membuat cengkraman tangan Damian terlepas.
Jarrel putar balik ke bawah menuju kamar kakaknya. Mereka berdua masuk dan mulai mencari. Awalnya Jarrel mencari di laci tempat ia menyimpan terakhir kali. Namun persis seperti yang Damian katakan, kuncinya benar-benar tidak ada di sana. Jarrel kini berpindah pada work desk Damian. Di angkatnya buku serta peralatan yang ada namun hasilnya tetap nihil. Sampai akhirnya, mata Jarrel menangkap sesuatu berkilau dari saku celana Damian. Itu adalah gantungan kunci yang berbentuk gitar listrik.
"Itu apa?" Jarrel tunjuk saku celana Damian. Dan detik itu, Damian teringat kalau ia memang sempat memasukkan sesuatu ke saku celananya. Hanya saja dia lupa benda apa itu.
"Oh iya, udah gue masukin saku," katanya setelah merogoh saku baggy jeans yang ia kenakan.
Jarrel menghela napasnya. Pantas papa tidak mempercayai Damian. Ternyata kakak laki-lakinya itu sangat ceroboh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala ke Tujuh
FanfictionTerinsipirasi dari "Private school check!" Ini kisah dua belas remaja dalam perjalanan asmara masa muda, yang entah bisa selamanya atau hanya sementara saja. Jangan lupa tinggalkan jejak teman :) ©sshyena, 2020