Serumah Tak Searah

1.3K 204 37
                                    

Laki-laki putih tinggi dan bersenyum manis ini masuk ke rumahnya yang nampak sepi. Ia tidak heran karena Papinya sedang ada perjalanan bisnis dan akan kembali dua hari lagi. Sementara mamanya mungkin sedang menjemput si adik yang sedang berada di rumah nenek.

Zacky berjalan santai dengan menenteng sepatu olahraganya yang kotor. Ia baru saja pulang dari menjenguk Lingga di rumah sakit. Padahal ia ingin berlama-lama di sana, tapi kata Lingga lebih baik Zacky pulang dulu untuk membersihkan diri. Lalu setelah itu kembali lagi.

Di antara langkahnya menuju tangga, seseorang berbadan tinggi besar dengan rupa yang sebelas dua belas dengan miliknya muncul entah dari mana. Zacky kaget, tentu saja. Yang ia tau papinya akan pulang dua hari lagi, tapi kenapa pria ini ada di hadapannya sekarang?

Bunyi nyaring lantas menggema ke seluruh ruangan. Dia ditampar. Ditampar oleh Ayahnya sendiri. Entah apa yang salah kali ini, tapi Zacky cukup sakit hati.

"Kaget, 'kan? Papi udah di rumah padahal bilangnya baru pulang dua hari lagi. Gini ya kamu kalau nggak ada Papi? Bolos sekolah! Nginep di rumah orang! Kelayapan nggak pernah di rumah!" serbu sang Papi melihat raut kaget anaknya.

"Papi bilang apa sama kamu setiap sebelum pergi, Na?" tanya Agung meminta Zacky untuk mengingat lagi janji yang sering diucapkannya.

"Bilang apa Papi?!" bentak beliau lagi karna anaknya tak menjawab.

"Di rumah aja jagain Mama sama Bila," jawab Zacky menunduk. Ia tau ia salah, tapi ia juga merasa marah entah apa alasannya.

"Lalu?! Ada kamu penuhi janji itu?!" tanya Agung lagi dengan nada yang tinggi.

Zacky menggeleng masih dengan kepalanya yang menunduk.

"Kamu laki-laki, Na! Satu-satunya orang yang bisa Papi percaya buat menjaga dua perempuan yang ada di rumah ini! Tapi kenapa kamu jadi begini?!"

"Kamu mau adik kamu kenapa-kenapa? Jatuh dari tangga. Kepeleset, barangkali? Jatuh karena coba ngambil barang yang tinggi?! Atau yang paling parah, datang pencuri terus Mama sama adikmu disakiti?!"

"Maaf, Pi," ucapnya. Air matanya jatuh. Kini rasa bersalah mulai memenuhi batinnya karena Papi membawa-bawa Nabila. Apalagi dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja menimpa adiknya.

Agung menghela napas. Menetralkan emosi yang mungkin sudah mulai naik ke puncak kepalanya.

"Masuk kamar. Ini sama ini Papi tahan. Jadikan pelajaran, kalau kamu masih terus begini, keluar dari rumah dan jangan ketemu Bila lagi!" titah beliau menarik paksa ponsel serta kunci mobil Zacky. Lelaki itu pasrah. Tak banyak pula yang dapat ia lakukan jika Papinya sudah bertindak. Memang mengesalkan, tapi di sini dia lah masalahnya.

Pemuda itu melanjutkan jalannya menuju kamar. Menaiki satu per satu anak tangga dengan penuh penyesalan. Winata benar. Ia sudah terlalu egois dan kenakan-kanakan. Harusnya ia bisa lebih memperhatikan Bila. Atau harusnya ia bisa jadi sedewasa Bila yang menerima semua hal yang tidak sesuai dengan kemauannya. Ia kakak yang buruk. Dan Bunda pasti sudah sangat kecewa dengan sikap anak sulungnya ini.

Setelah masuk, Zacky langsung mengunci kamarnya. Ia tidak akan keluar, tidak ingin bertemu siapa pun, tidak ingin melakukan apa pun. Ia hanya ingin berdiam diri, lalu berpikir. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan.

Suara dari luar tak membuat Zacky terganggu. Bahkan saat pintunya dibuka dengan kunci cadangan pun ia tak melakukan apa pun. Seorang gadis awal remaja masuk dan langsung mendapati kakak laki-lakinya terduduk meringkuk di sudut kamar dengan menumpu kening pada lengannya yang terlipat. Setelah menutup dan mengunci pintu itu lagi, Nabila berjalan mendekati Zacky yang tak bergerak sama sekali.

"Na," panggil Bila sedikit menggoyangkan bahu Zacky.

Merasa terpanggil, pemuda itu pun mengangkat kepalanya demi memenuhi panggilan Bila.

"Iya?" balasnya selembut mungkin.

Nabila mengusap pipi Zacky yang sedikit memerah akibat tamparan Papi. "Sakit, ya Na?" tanyanya penuh iba.

Yang ditanya tersenyum, "Nggak, nggak sakit kok," jawabnya tak mau membuat adiknya khawatir. Meski sejujurnya, pipi Zacky terasa sangat perih.

"Bila sakit liatnya," sambung gadis kecil itu masih mengusap pipi kakaknya berharap dengan begitu dapat mengurangi rasa sakit Zacky.

Ia tersenyum lagi, lalu meneruskan "Bila mau nggak peluk Nana?"

Tanpa membalas ucapan Kakaknya, Nabila langsung memeluk sembari mengusap punggung lebar Zacky. Lagi, hal itu berhasil membuatnya tersenyum. Tangan Lelaki itu juga bergerak untuk membalas pelukan adiknya.

"Bila jangan suka melawan Papi kayak Nana, ya?" ujar Zacky masih dalam pelukan Bila.

"Nana nakal, makanya Papi marah," balas gadis itu.

"Makanya Bila jangan nakal kayak Nana biar Papi nggak marahin Bila," sambung Zacky kini mengusap surai Bila dengan lembut.

Gadis kecil itu tidak lagi membalas, ia hanya mengangguk saja pertanda 'iya'. Perlahan-lahan perasaan Zacky mulai membaik. Amarah nya mulai turun dan sedikit-sedikit mulai bisa ia kendalikan.

Pemuda itu mengurai pelukannya lalu menatap Bila dengan kehangatan.

"Bila, Mama baik nggak sama Bila?" tanya Zacky mengusap surai adiknya lembut.

Nabila mengangguk lagi.

"Lebih baik mana sama Bunda?" lanjutnya.

Gadis itu mengetuk dagunya seolah berpikir. "Sama-sama baik," jawabnya.

"Kok sama?" heran Zacky. Karena menurutnya tak ada yang lebih baik daripada Bunda. Bunda sudah yang tebaik dan tidak ada yang lebih baik lagi dari itu.

"Bunda bikinin Bila bekal, Mama juga. Bunda dengerin Bila cerita, Mama juga. Bunda peluk Bila kalau Bila sakit, Mama juga," jawab gadis kecil itu membuat Zacky tak lagi dapat membalas apa-apa.

Apakah Mama memang sebaik Bunda? atau ia saja yang terlalu jahat pada Mamanya? apa melupakan masa lalu dan terus berjalan dengan semua kenyataan yang ada itu adalah jalan yang terbaik? atau ia saja yang masih belum bisa menerima kepergian Bunda?

Apakah Mama memang sebaik Bunda? atau ia saja yang terlalu jahat pada Mamanya? apa melupakan masa lalu dan terus berjalan dengan semua kenyataan yang ada itu adalah jalan yang terbaik? atau ia saja yang masih  belum bisa menerima kepergian Bunda?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nabastala ke TujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang