Kelas 11 IPA 2 sedang menikmati waktu istirahatnya. Setengah dari penghuni kelas ada di kantin, setengah sisanya menghabiskan waktu di kelas. Seperti halnya dengan Celin, Kalea dan Summer. Tiga gadis satu circle itu memilih duduk di kelas saja sembari menunggu waktu istirahat usai. Bukannya tak lapar, hanya saja pulang sekolah nanti mereka ada janji ingin mencoba restoran taco yang baru saja buka. Banyak influencer yang sudah pergi ke sana dan memberikan rating. Katanya sih, ini termasuk jajaran restoran terenak.
Summer sibuk dengan ponselnya. Ia sedang bertukar pesan dengan Hannan yang mencari keberadaannya di kantin. Gadis itu hanya bilang, kalau ia tidak ke sana karena sedang malas makan. Tentu saja, Hannan langsung bereaksi heboh dan mendesaknya agar ke kantin. Bahkan pemuda itu berniat membawakannya makanan, tapi Summer bersikeras untuk tidak hingga akhirnya Hannan pun kalah. Berbeda dengan Summer, seperti biasa Kalea akan sibuk dengan novel dan musik lewat headphone-nya. Suasana kelas yang agak berisik menganggu konsentrasinya membaca. Itu sebabnya Kalea menyetel musik dengan volume kencang agar bisingnya kelas tak sampai di telinga. Sementara Celin, ia sedang fokus menyelesaikan rangkumannya minggu lalu. Tidak terlalu banyak, hanya saja kalau dibiarkan pekerjaannya akan semakin terbengkalai. Bahkan sangking fokusnya, ia sampai tidak mengindahkan gangguan dari Rangga. Pemuda terusil nomor dua dalam kamus Celina Ghiya Izdihar. Tanpa takut, Ia menarik-narik ujung rambut Celin. Memang tidak kuat, tapi tetap saja itu menggangu. Anehnya, Celin sama sekali tak peduli. Biasanya ia akan berteriak, mengumpat bahkan menghajar siapa saja yang berani mengganggu ketenangannya. Tapi kali ini, ia memilih menuntaskan tugasnya dulu kemudian melayangkan bogeman mentah di kepala Rangga.
"Hadeh, ternyata bener yang dibilang Cedric, udah nggak seru," celetuk Rangga masih dengan tangannya yang menarik ujung rambut Celin. Namun gadis itu masih tak berniat mengomel atau menghajarnya seperti biasa.
"Cel," panggil Rangga namun hanya dibalas deheman.
"Celin."
"Apa?"
"Celcel. Linlin."
"Yuhuu, Celin!"
"Jangan ganggu gue bisa nggak sih, Ga?!" seru gadis itu akhirnya jengah juga.
"Nah gitu dong! Dari tadi tuh ini yang gue tunggu," Rangga berseru senang karena akhirnya melihat raut kesal gadis itu lagi. Sementara empunya merotasi bola mata tak berniat ambil pusing.
"Woi, Izdihar!" seru pemuda itu di telinga si singa betina.
"Berisik, Rangga!"
"Ahahahaha! Masih seru ternyata!" katanya kembali menarik-narik rambut Celin. Awalnya, ia memang membiarkan karena menurutnya Rangga akan lelah sendiri. Namun semakin ia biarkan, justru pemuda itu semakin jadi keterlaluan.
"Rangga lo tuh-" baru saja berbalik dan hendak protes, Cedric langsung menggenggam tangan Rangga lalu melayangkan pukulan di pipinya. Sontak kelas yang tadi sibuk sendiri itu jadi menoleh ke arah mereka.
"Jangan ganggu Celin, brengsek!" seruan Cedric menggema. Ia menantang Rangga yang jatuh tersungkur sembari memegangi pipinya.
"Apa masalah lo, anjing?!" Rangga jadi tersulut emosi. Sejak kapan pemuda ini peduli dengan Celin? Padahal biasanya, dialah yang paling sering berbuat usil bahkan bisa lebih parah dari yang Rangga lakukan barusan.
Cedric menunduk menyamakan tinggi kepalanya dengan Rangga yang terduduk. Tangan kanannya kemudian mencengkram kerah lawannya hingga kepala mereka jadi sangat dekat.
"Cuma gue yang boleh gangguin Celin." Kalimat dengan penuh penekanan itu tidak hanya membuat Rangga merinding. Tapi juga Celin. Putra tunggal Ghazanvar yang kerap bicara manis dan sopan pada semua orang (kecuali Celin) jadi sangat dingin dengan sorot matanya yang tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala ke Tujuh
FanfictionTerinsipirasi dari "Private school check!" Ini kisah dua belas remaja dalam perjalanan asmara masa muda, yang entah bisa selamanya atau hanya sementara saja. Jangan lupa tinggalkan jejak teman :) ©sshyena, 2020