Lupain aja.
Seenaknya mengatakan lupakan saja apa yang sudah Celin pikirkan selama berhari-hari. Kalau ujung dari pengakuan itu tak berarti apa-apa, lebih baik tidak usah dikatakan sama sekali. Kalau sudah begini, Celin jadi berharap. Kemudian ia jadi semakin memikirkan perkataan itu. Dia bahkan tidak tidur semalaman karena teringat dengan pengakuan yang tiba-tiba itu. Tapi begitu Cedric memintanya lupa, entah kenapa Celin marah.
"Lo yang mulai, tapi lo nggak bisa selesaikan. Payah!!" seru Celin sembari mengusap brush pada pipinya agak kasar. Kesal dia dengan tingkah bertele-tele Cedric. Kalau mau ya mau, tidak ya tidak. Jangan mendadak mau lalu tidak mau. Plin-plan!
Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya dan menyandang tas. Hari ini ia bertekad untuk meluruskan apa yang menyimpang di antara mereka. Celin tidak bisa dibiarkan kebingungan tanpa kejelasan seperti ini. Enak saja dia sudah membuat Celin berharap tapi dijatuhkan begitu saja. Dikira, nggak sakit?!
Hari ini, Celina Ghiya Izdihar sengaja berangkat pagi. Ia ingin menunggu Cedric diparkiran. Menurut pengamatannya, dua hari ini mobilnya ada namun tidak dengan orangnya. Maka Celin putuskan, begitu mobil Cedric memasuki basement, Celin akan menyelinap masuk.
Gadis itu mengunyah permen karet dengan mata yang tak lepas dari pintu masuk basement. Sorot matanya yang tajam membuat beberapa siswa maupun siswi yang datang jadi bergidik ngeri. Dari aura yang terpancar dari gadis perawakan mungil ini, ada dendam dan amarah yang membara dalam hatinya.
Ferrari merah itu akhirnya kelihatan juga. Memasuki basement kemudian ambil tempat di mana ia biasa memarkirkan mobil. Celin membuang permen karetnya ke dalam tempat sampah, kemudian berjalan mendekati kendaraan roda empat itu. Setelah mobil berhenti, langsung ia masuk dan duduk tanpa permisi.
Cedric yang baru saja mematikan mesin mobil terkesiap. Melihat gadis dengan tatapan mata setajam elang sedang menghunus Kearahnya. Seolah-olah dia sedang mengancam.
"Kenapa?" tanya Cedric menelan salivanya.
Celin melipat tangan di dada. Sangat serius dengan tujuannya yang ingin melabrak Cedric.
"Gue nggak terima," katanya.
"Soal?" Kening tunggal Ghazanvar itu berkerut, menandakan bingung yang kentara.
"Soal perasaan lo." Cedric diam. Seingatnya, ia sudah meminta Celin untuk melupakan hal itu. Karena itu murni dia keceplosan. Bibirnya kehilangan rem shingga dengan mudah mengatakan dia suka Celin.
"Gue nggak terima, udah dibuat overthinking tapi nggak dikasih kejelasan apa-apa! Malah lo suruh gue lupain aja?! Brengsek!!! Lo pikir gue apaan seenak jidat mainin perasaan gue?!!" amarahnya meluap juga. Perasaan yang sudah ia pendam selama beberapa hari ini meledak juga. Pukulan-pukulan yang berisi dendam itu tepat mengenai tubuh Cedric yang masih terkunci di seatbelt-nya.
"Aw! Celin! Apaan sih?! Sakit!" serunya berusaha menangkap kedua tangan gadis itu.
"Fine, dengar gue!" sambungnya sesaat setelah kedua tangan itu berhasil ia tangkap.
Celin masih melayangkan benci. Dari sorot matanya yang tajam, ia melayangkan peringatan perang jika Cedric kembali mempermainkan dirinya.
"Iya, i admit that i like you. Gue juga nggak tau sejak kapan. Tapi belakangan ini, gue nggak suka liat lo sedih, marah, apalagi terganggu. Makanya gue nggak pernah gangguin lo lagi." Penjelasan itu sukses membuat Celin terdiam. Ia tidak mampu membalas apalagi memarahi Cedric karena terhipnosis oleh kalimat pemuda itu.
"Tentang kenapa gue bilang, lupain aja, sebenarnya gue cuma takut lo menjauh. Gue nggak siap kalau tiba-tiba kita jadi asing. Sebelumnya juga lo udah terlalu jauh untuk gue kejar."
"Kenapa gitu?" tanya Celin akhirnya.
"'Cause you always hate me."
Celin membuang napas. Menarik kedua tangannya yang sejak tadi digenggam Cedric. Ia kemudian beralih menatap ke depan. Memikirkan apa yang harus ia katakan sekarang.
Kalau ditanya tentang perasaan, Celin sendiri masih bingung. Ia memang benci Cedric yang selalu mengusiknya, namun ia bingung dan merasa kosong jika pemuda itu tidak mengganggunya sehari saja. Entah karena ia sudah terbiasa dengan Cedric, atau perasaan benci ini yang perlahan-lahan berubah jadi nyaman. Tapi selama dengan Cedric, Celin tidak pernah benci yang sungguh-sungguh benci.
"Then, what if I said I like you too." Atmosfer antara keduanya mendadak berubah. Degup jantung yang semula baik-baik saja jadi berdetak tak karuan. Masing-masing perut terasa geli seperti digelitiki oleh ribuan kupu-kupu.
Cedric menoleh. Menatap Celin skeptis seolah apa yang ia dengar barusan hanyalah khayalan belaka.
"Bisa diulang?" tanya Cedric mendekat ke arah Celin.
"What if, i said i like you too?" ulang Celin kini menatap Cedric dengan mantap. Ia yakin dengan perasaannya. Meski masih terlalu dini untuk mengakui, tapi Celin yakin bahwa ia juga punya perasaan yang sama dengan Cedric.
Laki-laki itu buang muka. Menyembunyikan wajahnya yang merona meski percuma karena telinga juga sama merah seperti pipinya. Senyum sudah tak dapat lagi ia tahan untuk tak mengembang. Jantungnya berlomba-lomba dengan detik jam seolah takut ketinggalan.
Cedric menatap Celin lagi. Kini wajah tersipu malu itu terlihat menyebalkan bagi Celin. Jauh lebih menyebalkan dari raut usil yang biasanya Celin lihat.
"Jadi, sekarang kita-" belum selesai ia bicara, Celin langsung membekap mulutnya.
"Iyaa," jawab Celin tanpa harus mendengarkan Cedric terlebih dahulu.
"Gue belum ngomong."
"Iyaa, pokoknya iya!!!" seru Celin kemudian keluar dari mobil itu.
Malu dia kalau harus diperjelas hubungan mereka apa. Hubungan yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Apalagi bersama Cedric. Musuh bebuyutan sejak awal mereka bersua muka. Namun anehnya, sihir itu tidak bisa ia elak. Kiasan musuh jadi cinta yang dulunya terdengar sangat menjengkelkan itu kini jadi kenyataan. Dan dia adalah korbannya.
Astaga, kenapa hidupnya kian tak bisa ditebak??? Padahal sudah ia pastikan bahwa ia tidak akan jatuh pada pesona Cedric mau setampan apapun laki-laki itu saat men-dribble bola basket. Namun nyatanya, jatuh cinta tidak harus melalui satu cara. Ada banyak rute yang akhirnya menghubungkan dua hati yang bertolak belakang untuk bertemu pada satu pelabuhan yang sama. Dan jatuh cinta, selalu jadi akhirnya.
Sialan.
Apa kabar kalian?? Sehat-sehat terus yaaa🫂
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala ke Tujuh
FanfictionTerinsipirasi dari "Private school check!" Ini kisah dua belas remaja dalam perjalanan asmara masa muda, yang entah bisa selamanya atau hanya sementara saja. Jangan lupa tinggalkan jejak teman :) ©sshyena, 2020