"Summer..." panggilan dari luar membuat Si pemilik kamar membelah konsentrasinya.
"Iyaa, Bu?" balasnya mengenali suara itu.
"Ayo makan malam dulu. Daddy sama Autumn udah di bawah tuh," sambung si Ibu masih di depan pintu.
"Iyaa, Ibu duluan aja. Summer masih harus beresin ini. Nanti Summer nyusul ya, Bu?" katanya mulai memisahkan kertas-kertas yang tadi ia tumpuk jadi satu.
"Jangan lama ya, sayang?"
"Iyaa..."
Jemari lentik itu kembali fokus pada kegiatannya. Beberapa kertas itu berisi desain dan detail dari rancangan pakaian yang selama ini ia kerjakan. Di sebelahnya ada tumpukan pola yang baru-baru ini ia pelajari. Belum selesai ia dengan kertas-kertasnya, dering telepon langsung membuyarkan fokus si jelita. Nama Hannan tertera sebagai panggilan video. Ia angkat dan ia sandarkan ponselnya di laptop agar wajahnya terlihat layar ponsel Hannan.
"Met malam, geulis~~~~" sapanya bersemangat.
"Ya," balas Summer tanpa menoleh dan sibuk sendiri dengan pekerjaannya.
"SINGKAT BANGET?!!!" protes lelaki itu tak terima.
"Ssstt, udah jangan berisik dulu gue lagi sibuk," Summer tak menghiraukan rajukan pemuda Sunda di seberang sana. Kepalanya cukup berantakan dengan data dan materi yang harus ia persiapkan.
"Lo lagi apa sih?" tanya Hannan memelankan suaranya. Ia juga sedikit lesu karena tadi dimarahi Summer.
"Nyiapin bahan buat pre-exam lusa," katanya masih tak menoleh ke layar ponsel.
"Pre-exam buat apa?" heran si pemuda.
"Ya, buat exam. Gue kan mau ke Paris, jadi sebelum exam di sana, pre-exam dulu di sini," katanya menjelaskan.
"Hah? Ke Paris?!" kaget pemuda itu tak terbendung. Hannan tidak pernah memperkirakan kalau Summer akan pergi sejauh itu. Lagi pula, apa yang dicari dia?
"Lo nggak tau? Gue nggak pernah cerita emangnya?" matanya yang sejak tadi sibuk dengan lembaran kertas, kini mulai menatap layar.
"Gue tanya, kapan sih lo mau gue ajak cerita?" Hannan malah balik bertanya. Dan sialnya, pertanyaan itu tidak bisa Summer jawab. Ya, dia memang senang bertukar cerita dengan Hannan, tapi tidak sebanyak itu juga. Mungkin Summer yang tidak kepikiran untuk menceritakan hal ini kepada Hannan.
"Tapi sekarang udah tau, 'kan?" gadis itu memilih cari aman dengan melontarkan pertanyaan lain.
"Ya tau, tapi harusnya kan gue yang pertama kali tau. Terus kalau nanti lo berangkat ke Paris gue nggak tau gitu?"
"Ya elah, Nan, kan bisa pamit sebelum berangkat. Udah deh, nggak usah diribetin," katanya kemudian melanjutkan kegiatannya semula.
Jujur dari lubuk hati yang paling dalam, Hannan sangat kebingungan. Ia tidak terima kalau Summer pergi jauh dari Indonesia. Dia juga kesal karena Summer menggampangkan dirinya yang sebetulnya juga bukan siapa-siapa. Dan yang paling menyebalkan, dia sedih kalau harus berpisah sejauh itu dengan perempuan yang ia sayang. Hannan kan nggak kuat LDR.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala ke Tujuh
FanfictionTerinsipirasi dari "Private school check!" Ini kisah dua belas remaja dalam perjalanan asmara masa muda, yang entah bisa selamanya atau hanya sementara saja. Jangan lupa tinggalkan jejak teman :) ©sshyena, 2020