Jarrel sampai di rumah tepat waktu. Ia langsung masuk begitu memarkirkan motornya di garasi. Namun begitu menginjakkan kaki di dalam, langkahnya langsung berhenti saat mendapati sang nenek dan papa duduk di ruang tamu. Ia memperhatikan wanita tua yang sudah tak ia lihat rupanya selama hampir enam bulan itu. Terakhir mereka bertemu memang setengah tahun lalu saat acara syukuran di rumah beliau. Namun setelah itu, mereka sudah tak bertemu lagi karena nenek pergi mengunjungi bibi—anak sulungnya—di Singapura.
"Arrel, sapa Ema dulu," titah Abimana yang menyadari kehadiran bungsunya.
Jarrel mendekat kemudian duduk di sebelah neneknya. Ia juga menyambut tangan kanan nenek untuk ia cium. "Apa kabar, Ema?"
"Baik, Arrel gimana?" balas beliau seraya mengusap lembut kepala cucu kelimanya.
"Arrel baik, Ema. Udah dari tadi? Kok udah pulang dari rumah Mami Anna?" jawab pemuda itu tersenyum hingga dua matanya hilang.
"Udah sebulan lalu Ema di sini. Kamu yang nggak pernah jenguk Ema," balas wanita itu.
"Arrel sibuk sekolah, jadi belum sempat main ke sana. Papa bisa murka kalau tau nilai Arrel turun," Jarrel sedikit berbisik saat mengatakan kalimat terakhir. Takut papanya mendengar padahal sudah pasti terdengar karena jarak mereka cukup dekat.
Ema terkekeh, ia beralih menatap putra keduanya dengan sedikit prihatin. Ternyata Abimana masih gencar menuntut anaknya dengan nilai sempurna. Entah dari mana dia dapat ide seperti itu, padahal ia sendiri tak pernah mendidik putranya seperti itu.
"Oh iya, kamu nanti kosongin jadwal, ya? Ikut Ema ketemu temen Ema. Dia punya cucu perempuan yang cantik. Nanti kamu kenalan sama dia," timpal wanita tua itu.
Jarrel terkekeh mendengarnya, "Papa bakal marah kalau tau Arrel deket sama perempuan, Ema."
"Hmmm, kata siapa? Kita lihat aja nanti."
✧
Pintu kamar Kalea diketuk tiga kali. Si pemilik kamar langsung membukakan pintunya agar si tamu dapat masuk. Ternyata Bunda dengan Tweed Dress dan rambut yang tergerai rapi.
"Loh, mau ke mana?" kagetnya.
"Kita mau pergi, kamu siap-siap pakai dress yang udah Bunda siapin di lemari, ya?" Bunda menunjuk lemarinya yang menyimpan seluruh gaun yang ia punya
"Tumben?" karena biasanya, bunda tidak pernah mengatur pakaian yang akan ia kenakan. Asal sopan dan rapi.
"Jangan banyak tanya. Kamu pakai aja, Bunda tunggu di bawah ya? Eh, satu lagi! Dandan yang cantik."
Setelahnya pintu kamar Kalea tertutup. Gadis itu masih termangu menatap pintu. Apa yang terjadi barusan? Memang bukan hal yang aneh bagi Kalea memakai gaun dalam acara penting, tapi ini terlalu mendadak hingga Kalea tak dapat memikirkan apapun. Entah acara apa lagi kali ini, tapi yang pasti ini ada hubungannya dengan Oma.
Cukup lama di dalam kamar, Bunda masuk kembali tanpa mengetuk pintu. Wanita itu memastikan putrinya apa sudah selesai berpakaian atau belum. Nyatanya, gadis itu sudah rapi duduk di meja rias sembari memakai liptint. Rambut juga ditatanya sendiri dengan cantik lengkap dengan pita putih pada satu kunciran kecil rambutnya.
"Ayo turun, yang lain udah siap di bawah," ajak Bunda kemudian keluar dari kamar Kalea.
Setelah mengambil ponsel, gadis itu menyusul bunda turun. Benar saja, di bawah ada ayah, Tara, Denis serta oma yang sudah rapi semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala ke Tujuh
FanfictionTerinsipirasi dari "Private school check!" Ini kisah dua belas remaja dalam perjalanan asmara masa muda, yang entah bisa selamanya atau hanya sementara saja. Jangan lupa tinggalkan jejak teman :) ©sshyena, 2020