34. Sesal Hanindita

6.6K 746 39
                                    

Dan pada saat yang sama di malam itu ternyata Bu Ola dipinta Bu Hanin ke rumahnya. Bu Ola tampak sibuk membujuk Bu Hanin yang sewot karena mendengar kabar pernikahan Farid yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Lho, Mbak. Apa yang membuat Mbak khawatir? Wong saya iki tetep besan panjenengan...," ujar Bu Ola yang duduk kaku di atas kursi kecil di ruang tengah. Sementara Bu Hanin berdiri di hadapan dirinya dengan wajah menahan amarah.

"Ini aku sudah persiapkan semua hartaku Farid yang urus. Kamu malah sibuk ngawinin anak lanangmu. Piye?" Bu Hanin tidak sanggup menahan kekesalannya.

"Kenapa, La? Kamu benci aku ta? Masih kesel Nayra pernah aku bikin sedih, Ha? Terus kamu tolak aku jodohin Ayu dengan Farid? Dendam kamu?"

Sepertinya sifat-siat Bu Hanin zaman baheula mulai muncul ke permukaan. Wajah putihnya memerah. Urat-urat di seputar leher dan dahinya pun terlihat jelas. Bu Hanin benar-benar marah.

"Aku sudah bilang sama kamu. Farid pokoknya rabi karo Ayu, lima tahun mendatang setelah selesai kuliah dari Perancis. Ini aku sudah susun berkas-berkas hartaku, Ola! Sudah Anggiat siapkan!"

Bu Ola tetap diam. Dia tidak menyesal sama sekali dengan keputusan yang dia ambil bersama Farid. Dia tidak tertarik dengan iming-iming harta. Bahkan terhadap keluarga Tata yang sangat kaya sekalipun, dirinya malah menyuruh Farid mengajak Tata tinggal di rumahnya. Apa Ayu mau tinggal di gubuknya? Jelas besannya akan melarangnya. Karena sebelumnya Bu Hanin sempat sedikit memaksanya untuk pindah dari sana, bahkan berniat membeli rumah yang dia sewa tersebut menjadi hak milik. Tapi Bu Ola tetap saja menolak. Dia sudah merasa berkecukupan dengan yang dia miliki sekarang.

"Ya ampun, Mbak. Ini juga Farid yang mau. Mereka saling mencintai, Mbak."

"Farid itu masih belasan tahun. Pikiran kamu itu ke mana?"

Bu Ola hanya mampu menelan ludah. Dia sudah tidak mampu menyanggah amarah besannya. Akan tetapi Bu Ola tetap bertekad tidak akan menarik keputusannya.

"Farid tidak tertarik dijodohkan dengan Ayu, Mbak. Tapi dia sangat menyayangi Ayu sebagai kemenakannya."

Bu Hanin tertunduk lesu.

"Yang namanya cinta ya nggak bisa dipaksa-paksa, Mbak. Ingat panjenengan dulu maksa-maksa Guntur rabi karo Sheren. Apa yang terjadi? Guntur nggak mau."

"Gara-gara anakmu..."

Bu Ola bukannya tersinggung mendengar gerutu Bu Hanin. Dia malah tersenyum.

"Wes. Salahkan anak Mbak juga. Deket-deket anak saya..."

Bu Hanin mencibir. Dia masih saja berusaha menjaga egonya untuk tidak mengalah di depan besannya. Masih juga berharap Bu Ola membatalkan rencana pernikahan yang tidak lama lagi akan digelar.

Tapi sepertinya dia tidak sanggup.

Diburunya Bu Ola yang masih duduk dan memeluknya kuat-kuat.

"Saya yang paham Farid. Meski muda, pikirannya udah dewasa. Dia juga nggak pernah mengecewakan saya selama ini. Biarlah Farid bahagia dengan Rena."

Terdengar isak tangis Bu Hanin di pelukan Bu Ola.

Bu Ola sedikit mendorong tubuh besannya seraya berpindah duduk di atas karpet. Dibimbingnya wanita yang hampir dua puluh lima tahun lebih tua darinya itu perlahan untuk duduk leseh di sampingnya.

"Astaghfirullah, Ola... aku minta maaf. Aku mungkin sudah terlanjur suka sama Farid. Guntur suka cerita tentang dia ke aku, La. Baiknya Farid, cerdasnya Farid, jujurnya Farid. Terutama waktu mereka berdua pergi ke Eropa. Guntur cerita kalo Farid itu pandai bergaul, juga pinter pilih-pilih teman. Sampe-sampe Guntur bilang ke aku..., biar Farid saja yang urus perusahaan keluarga. Karena dia sangat bisa dipercaya."

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang