64. Haru Farid

5.1K 724 69
                                    

Farid terkesima melihat kesungguhan Akhyar yang ingin membebaskan ibunya dari penjara sesegera mungkin. Sebelum pergi menuju tahanan, Akhyar dikunjungi Anggiat dan dua orang pengacara dari kerabat Papa Corrin. Akhyar terlihat serius mendengar penjelasan dari para pengacara tersebut.

Saif sang tuan rumah juga ikut membahas kasus Ola. Dia tampak semangat melaporkan bahwa adiknya, Said, sudah berhasil membuat eks manager perusahaan yang menyuap kerabat Yusuf, berkunjung ke Jakarta untuk menjadi salah satu saksi kunci dari kecelakaan yang menimpa suami Ola. Berkat diplomasi yang dilakukan Said, orang tersebut sudah dari kemarin tiba di Jakarta dan kini berada di tahanan polisi.

Farid merasa tersanjung dengan apa yang mereka lakukan untuk ibunya. Tak menyangka Ibunya diperlakukan sangat khusus oleh mereka, seakan-akan ibunya adalah orang yang sangat penting, padahal hanya seorang buruh cuci dan tukang olah jamu. Apalagi saat melihat Akhyar yang antusias dengan segala penjelasan dari para pengacara. Farid benar-benar merasakan semangat cinta yang luar biasa dari sosok mantan sugar daddy itu terhadap ibunya.

Farid pun teringat akan kata-kata Akhyar yang berjanji akan mengangkat derajat ibunya setinggi-tingginya, setelah melalui beberapa masalah pelik dalam hidupnya. Mungkin ini adalah jalan yang dilakukan Akhyar untuk melaksanakan janjinya.

"Kuncinya itu kamu, Farid. Papa sangat berharap kamu bisa membujuk ibumu untuk mau mengikuti proses hukum yang semestinya dia ikuti. Jika kamu bisa lakukan itu, semuanya akan lancar. Dan hari-hari ibumu akan berjalan seperti biasa lagi...," ujar Akhyar dengan tatapan lembutnya.

Farid tersenyum kecut. Sedikit gentar menerima tantangan dari Akhyar. Membujuk Ibu? Kakaknya saja sudah menyerah. Sudah banyak hal yang Nayra lakukan untuk membujuk ibunya agar tinggal di tempat yang lebih baik, tanpa harus bekerja keras. Hingga mertuanya bersedia membayar rumah yang dia sewa. Selalu Ibunya menolak dengan alasan tidak mau merepotkan orang lain dan tidak mau banyak berhutang budi. Apalagi dirinya? Yang selalu dianggap sebagai anak ragil kesayangan. Apa dia bisa melakukannya? Sementara ibunya adalah seorang perempuan yang teguh pendirian.

"Kecuali jika dia mau memaafkan Papa..., akan ada hari-hari spesial buat ibumu dari Papa..." ujar Akhyar penuh harap.

Farid menghela napas panjang. Dia amati Akhyar dengan seksama. Sikap pria ini hampir saja sama dengan sikap ibunya. Keras dan pejuang. Bedanya, jika Akhyar keras dan ingin semuanya cepat selesai dan tidak ingin ada penundaan. Sementara ibunya berkeras ingin segala sesuatu sesuai dengan kemauannya.

Farid teringat kembali sikap Akhyar yang sudah menganggap dirinya sebagai orang tuanya.  Akhyar sungguh-sungguh  melakukannya, seperti tidak ada jarak antara dirinya dan Akhyar.

____

Lima kendaraan mewah berwarna sudah siap-siap pergi dari rumah Saif. Terdengar deru mesin dari mobil-mobil tersebut yang masih terparkir tepat di depan pekarangan rumah. Banyak orang sibuk lalu lalang sambil memegang ponsel. Berkali-kali nama ibunya disebut-sebut mereka.

Farid masih tidak menyangka sama sekali dengan kesibukan yang dia saksikan di depan pekarangan rumah Saif. Dia benar-benar terharu dengan pemandangan awal pagi ini. Terutama saat melihat Anggiat, pengacara kondang yang sangat disegani ini terlihat yang paling sibuk. Dengan logat batak khasnya seringkali berseru lewat telepon genggamnya memastikan semua yang dia perlukan --dalam rangka membebaskan ibunya-- sudah siap. Farid akhirnya berharap dia berhasil membujuk ibunya. 

Tiba-tiba ada sebuah mobil mewah lainnya baru tiba di depan rumah Saif.

Tak lama muncul satu keluarga dari mobil mewah tersebut.

Farid tersenyum ke arah mereka yang juga langsung melangkah menuju dirinya.

"Farid!" seru seorang perempuan. Dia Sabine, anak Akhyar.

"Hai. Apa kabar?" balas Farid dengan sapaan sambil memeluk Sabine erat. Sebelumnya mereka sudah saling mengenal saat Farid dan keluarga besarnya berkunjung ke rumah Saif ketika memenuhi undangan Akhyar. Saat itu mereka membicarakan acara pernikahan Ayu dan Said. Meski sebelumnya penuh dengan basa basi, tapi mereka sudah lumayan akrab. 

"Baik, Rid. Kok sendirian sih? Nih si kembar sudah dibilangin Hera nggak datang, masih aja nanya-nanya ..." ujar Sabine.

Farid tertawa kecil melihat dua anak Sabine yang menyalaminya. Wajah mereka bukannya senang melihat kehadiran Farid, tapi cemberut.

"Yah. Nggak ada Hera..." decak Gloria. Grace yang di sampingnya juga berdecak kecewa.

"Udah ah. Jangan cemberut gitu," gerutu Sabine yang jengah melihat kedua putrinya yang menurutnya tidak sopan bersikap terhadap Farid yang jauh-jauh datang dari Eropa. Lalu dia menyuruh putri-putrinya memasuki rumah.

Tak lama muncul juga Niko, suami Sabine.

"Pa kabar, Farid?" sapanya sambil merangkul Farid hangat.

"Baik..., wah nggak ke kantor? Repot-repot ke sini jadinya..."

"Sodara yang punya kantor nyuruh gue ke sini," jawab Niko sambil melempar dagunya ke arah Akhyar yang sibuk berbincang-bincang lewat telepon genggamnya. Farid terkekeh mendengar alasan Niko. Niko bekerja di sebuah perusahaan keuangan milik Gamal, yang merupakan adik Rema, ibu mertua Uzma, adik Akhyar.   

"Turut sedih, Rid. Semoga ibu mau dibujuk. Sebelum ke Paris, Papa sempat cerita-cerita ke kita-kita soal hubungan dia sama ibu..." Niko menggeleng tersenyum. "Baru kali ini dia serius. Senang banget kita kalo mereka bersatu. Soalnya kasian, Papa butuh teman hidup jugalah kayak kita-kita. Lu sendiri gimana?"

Farid sesaat mengangkat alisnya.

"Gue ikut gimana ibu, Nik," ujarnya sedikit galau.

Niko tertawa kecil saat melihat Farid yang pesimis dengan keadaan.

"Ibu pasti bahagia dengan Papa. Percaya deh. Yakinin aja, Rid," dukung Sabine. "Gue meski belum ketemu kontak ma ibu, tapi kalo denger dari cerita-cerita Papa nih, gue yakin ibu bisa buat Papa bahagia..." lanjutnya penuh binar. 

Tiba-tiba dua anak Sabine muncul kembali dari dalam rumah.

"Om Fariiiid. Katanya mau jemput Eyang Ola ya? Boleh ikut nggak?" tanya Grace riang.

Sabine, Niko dan Farid tertawa lebar mendengar pertanyaan Grace yang polos.

"Udah. Di rumah aja. Ngapain ikut. Ntar Eyang pasti ke sini kok," bujuk Sabine sambil mengusap-usap kepala dua anaknya itu dengan lembut.

Grace dan Gloria cemberut lagi mendengar penolakan mama mereka. Dengan langkah gontai mereka kembali lagi memasuki rumah.

Melihat Sabine dan Niko yang santai dengan permasalahan yang dihadapi ibunya, Farid jadi tenang dan merasa mendapat dukungan penuh. Mereka terlihat sangat yakin ibunya akan mau dibujuk untuk bebas secepatnya.

______

Akhyar masih terlihat sangat tegang saat berada di dalam mobil yang sudah mantap melaju meninggalkan rumah Saif. Dia duduk di bagian belakang mobil sedan mewahnya. Farid duduk di sebelahnya.

"Iya, Anggiat. Kamu aturlah. Umi dan rombongannya sudah dalam perjalanan. Dokumen-dokumen pernikahan sudah aku serahkan ke Keni. Aku harap malam ini bisa terlaksana..." ujar Akhyar sambil menggenggam tangan Farid.

Farid terlihat gamang. Keadaan ini seakan memaksanya untuk harus berhasil membujuk ibunya.

"Namanya juga usaha, Rid. Kalo gagal juga Papa nggak masalah sebenarnya..." gumam Akhyar ketika menyudahi panggilannya.

"Tapi apa nggak terlalu dini, Pa. Kalo pun Ibu mau dibujuk, seenggaknya dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Nggak tergesa-gesa begini..." balas Farid agak khawatir.

"Papa nggak mau menunda-nunda lagi, Farid. Usia Papa dan Ibu juga tidak muda lagi. Papa yakin kali ini. Papa nggak mau menyesal lagi. Papa anggap ini adalah kesempatan terakhir Papa."

Farid menghela napas sangat panjang. Namun dia eratkan genggaman tangannya sambil menoleh ke arah Akhyar.

"I am really sure that you can do it," geram Akhyar penuh keyakinan. Farid balas genggaman eratnya dengan senyum mantap.

_____

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang