40. Gamang Ayu

8.7K 826 23
                                    


Malam pukul delapan, rumah Bu Ola ramai dikunjungi semua anak dan menantunya, juga Ayu, 'cucu'nya yang cantik jelita. Bu Ola yang dibantu Wak Tima sibuk di dapur menyiapkan makanan. Sementara Nayra, Tata, dan Ayu kompak menyiapkan peralatan makan dan menatanya di ruang tengah. Farid dan Guntur asyik berbincang di ruang tamu.

"Wah. Anak-anak lu, La. Semua kawin muda. Nekat juga, Lu. Roman-romannya Ayu nikah muda juga nih..., lu bakal jadi buyut muda, La..." celoteh Wak Tima sambil mengeruk kuali besar yang berisi sambal udang galah. Ayu yang sedang melap-lap piring-piring cemberut mendengar celotehannya. Mamanya yang melihatnya yang cemberut hanya tersenyum sambil  mengerdipkan matanya memberi kode agar Ayu diam saja.

"Berapa umur lu, Yu?" tanya Wak Tima dengan gaya cueknya.

"Lima belas, Wak..." jawab Ayu pelan.

"Ha? Lima belas? Gua kira delapan belasan. Lu bongsor, Yu. Mau lu gua jodohin ama ponakan gua noh. Fauzan. Ganteng, udah kerja di Pertamina, bujangan. Lagi nyari bini. Kesusahan die...,"

"Kesusahan gimana, Wak?" sela Bu Ola bertanya sambil memukul-mukul kepiting telur yang sudah matang. Sepertinya dia mulai tertarik dengan ocehan Wak Tima.

"Tau tuh bujang. Umur udah tiga puluh, pacar belum punya, disuruh kawin bingung. Heran gua, La. Minta cariin ama gua. Gua nanya nape nggak minta cariin sama emak bapaknya, jawabannya kagak ada yang sreg ama pilihan mereka. Disuruh cari sendiri, katanya semua yang dia deketin pecicilan. Dia kagak suka cewek pecicilan..."

"Halah, Wak. Ada-ada saja. Milihan kali orangnya...,"

"Kali. Tapi siapa tau kalo sama Ayu sreg. Soalnya nih Ayu gua peratiin kagak pecicilan orangnya. Cakep lagi. Si Fauzan kayaknya mau nunggu nih," Wak Tima senyum-senyum memperhatikan Ayu yang hanya diam sambil terus melap piring-piring. Ayu memang tampak jengah diperhatikan dengan seksama oleh bos eyangnya itu. Apalagi saat dilihatnya Tante dan mamanya sibuk bolak balik dari ruang tengah ke dapur mengambil makanan-makanan yang akan mereka tata di atas karpet yang terbentang di ruang tengah. Rasanya ingin bertukar tugas.

Sementara itu di ruang tamu,

"Saran Mas. Kamu penuhi saja permintaan Ibu Mas. Tanda tangan bahwa kamu bersedia mengurus sebagian harta beliau. Perkara waktu kamu mengurusnya, itu bisa diatur. Setelah kuliah dari Caen bisa. Mas sudah obrolin sama Ibu. Masalah Ayu, sudah selesai. Ibu sudah merelakan. Ibu Mas menyadari bahwa hubungan itu nggak bisa dipaksakan. Dia sudah banyak belajar. Kamu jangan khawatir. Mas tau kamu, Rid. Hati kamu memang nggak bisa nyatu di Ayu. Dan Mas tau kamu sangat sayang Ayu."

Farid menundukkan pandangannya. Guntur benar, dia sayang Ayu. Tapi tetap saja hal yang diutarakan Guntur sedikit mengganggu posisinya sebagai suami Renata Paris.

"Aku ingin jaga perasaan Rena, Mas. Aku sudah bicarakan masalah ini ke dia. Malam itu wajahnya berubah waktu aku ceritakan apa yang aku bahas dengan Ibu. Dia kurang senang mendengarnya. Wajahnya berubah senang ketika aku bilang bahwa aku menolak usulan Ibu Mas. Lagipula aku nggak menginginkannya. Ibu juga. Aku benar-benar ingin fokus Rena, kuliah, kerja..."

Guntur tersenyum melihat raut wajah Farid yang memang tidak semangat membahas keinginan ibunya. Wajah ibunya yang kecewa dengan keputusan Farid kembali mengganggu pikirannya.

"Yah..., kadang memang orang ingin fokus dengan keinginannya sendiri, tanpa memikirkan orang lain. Termasuk Mas sendiri, yang juga punya keinginan yang hampir sama dengan kamu, fokus Nayra, fokus keluarga, fokus mengajar. Sampai-sampai Mas ogah ngurusin harta ibu Mas sendiri. Kamu tau, Farid? Karena Mas memang tidak mampu mengurusnya. Mas kurang supel, susah bergaul. Mas akui itu. Bagaimana Mas mengurusnya? Yang ada mungkin Mas jual-jualin..., tapi kemudian, kalo terjual semua..., bagaimana dengan orang-orang yang sudah bekerja bertahun-tahun dengan Ibu Mas? Itu yang Ibu pikirkan sekarang. Daripada Ibu serahkan ke pengacaranya di kemudian hari, lebih baik kamu ambil alih. Ibu Mas ingin sisa hidupnya senang melihat orang lain senang bekerja dengannya. Ya..., mau istirahat."

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang