53. It is a Girl

7.1K 774 21
                                    

Tata akhirnya harus dengan lapang dada menerima kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya berjenis kelamin perempuan. Meski awalnya kecewa, tapi Tata cepat melawan perasaan-perasaan aneh yang menyelimuti dirinya. Tata merasa bahwa dia harus tetap optimis dan semangat menyambut kelahiran putrinya nanti.

Semakin hari, Tata semakin dimanja suaminya. Apa yang Tata inginkan, Farid berusaha mewujudkannya. Lagipula keinginan Tata selama hamil tidak pula berlebihan. Dia hanya ingin makan hasil masakan suaminya. Dan Farid tentu semangat mewujudkannya.

Meski hampir seluruh pekerjaan rumah dilakukan Farid, Farid sendiri tidak pernah mengeluh. Dia ingin istrinya merasa nyaman selama hamil, dia ingin anak yang sedang berada di dalam kandungan merasa nyaman. Dengan begitu, dia pun merasa nyaman pula. Tidak ada pertengkaran, tidak ada adu argumen, tidak ada diam, hanya rengek manja Tata dan bujuk rayu Farid yang menghiasi hari-hari.

Seperti sore ini misalnya. Tata yang telanjang dibantu Farid memasuki bath up. Tata yang sebelumnya mengeluh keram di perut dan betisnya, ingin sekali berendam di dalamnya. Apalagi dia baru saja menyelesaikan tugas kuliah yang cukup menguras pikiran.

"Pas kan hangatnya?" tanya Farid saat memastikan Tata nyaman duduk bersila di dalam bath up yang sudah dipenuhi air hangat tanpa busa.

Tata mengangguk sambil menghela lega.

"Mas nggak mau ikutan?" tawar Tata.

"Emang boleh?"

Tata tertawa menyeringai. "Boleh dong," ucapnya.

"Nggak perlu. Biar aku di sini nemanin kamu," balas Farid yang duduk leseh di luar bath up sambil memainkan air yang ada di dalam bath up lalu menyiram-nyiramkannya ke bahu Tata.

"Ah. Kok tiba-tiba aku kepingin ngobrol sama Nayra ya, Mas. Kira-kira dia udah hamil berapa bulan ya?" gumam Tata yang sudah terlihat relaks.

"Nanti aja ngobrolnya. Habis berendam."

"Sekarang aja, Mas."

Farid dengan malas beranjak dari duduknya. Melangkah menuju kamar hendak mengambil ponselnya.

"Nih..." Farid menyodorkan ponselnya yang sudah dia hubungkan ke nomor kontak Nayra.

"Halooo..."

"Ah. Renaa..., wah. Dah lama nggak kontak. Kita berdua baru aja bahas kuliah kalian lo. Serius. Ini lagi di resto bertiga sama Ayu,"

Tata tersenyum senang mendengar suara renyah Nayra dari ponselnya. Apalagi saat didengarnya Nayra seperti mencegah Ayu yang juga ingin merebut ponselnya. Bentar, Ayu. Habisin dulu makannya. Nanti gantian ngomong habis Mama..., lalu terdengar pula rengek manja Ayu ke papanya.

"Udah berapa bulan, Rena?"

"Empat bulan, Nay..."

"Aku tujuh. Haha..., udah tau belum jenis kelaminnya, Re?"

"Hm..., iya dong. Kamu apa, Nayra?"

"Cowok!"

"Aaaa. Tukeran, Nay."

"Lha? Emang cewek?"

"Iya."

Farid menggeleng tertawa. Terbayang di pelupuk matanya dia dan istrinya berada di Jakarta, pasti akan sering menjumpai Nayra dan keluarga kecilnya. Apalagi mengingat saat makan malam di rumah Ibu. Suasana hangat penuh canda saat itu ingin dia rasakan kembali.

Farid meletakkan dagunya yang ditopang lengannya di tepi bath up, memandang wajah ceria sang istri.

"Aduuh... kok aku jadi iri."

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang