56. Happy With You

9.3K 808 108
                                    

Ini kali ketiga Bu Ola mengajari Farid memandikan Hera dan membungkusnya.

"Pelan-pelan. Jangan takut-takut gitu," perintah Bu Ola.

"Iya, Bu..."

"Kamu harus fokus anak istrimu setidaknya dalam satu bulan ke depan. Yah, ini memang peraturan kuno. Tapi menurut ibu lebih baik dilakukan, demi kenyamanan istrimu."

Farid mengangguk sambil pelan-pelan memakaikan baju ke tubuh Hera. Ada haru yang memuncak kala melihat makhluk mungil itu. Apalagi Hera kecil menggeliat dan mengeluarkan suara. Ini dia makhluk kecil yang selama ini bersemayam di tubuh wanita yang sangat dia cinta, istrinya. Yang dia tunggu-tunggu kehadirannya.

"Sayang kan, Le?" tanya Bu Ola yang mengamati Farid yang perlahan mulai tampak terbiasa dengan apa yang dilakukannya.

"Nggih, Bu. Sayang."

"Lucu banget. Kayak kamu dulu, udah kelihatan keriwilnya sejak lahir,"

Farid terkekeh. Sepertinya harapan Tata terwujud. Tata menginginkan kelak wajah bayi yang dikandungnya akan mirip wajah dirinya, serta memiliki rambut seperti rambutnya.

"Kamu kan di sini cuma berdua. Ibu juga nggak bisa lama-lama di sini. Dua minggu di sini saja sudah bosen ibu..."

"Iya, Bu. Aku ngerti..."

"Makanya kamu harus belajar. Betul kata Mas Gunturmu, hidup di luar negeri itu sama sekali nggak mudah. Apa-apa sendiri. Punya kerabatpun ya sibuk masing-masing. Sabar, ya, Le..."

"Iya, Bu,"

"Nggak nyangka kamu nikah cepat. Perasaan kamu tuh masih cilik. Main-main karo kakakmu. Sekarang udah jadi Papa Farid..."

Farid tersenyum mendengar celoteh ibunya.

Tak lama terdengar Hera merengek. Farid dengan pelan meraih anaknya yang sudah terbungkus rapi.

"Ibu sangat berharap kamu nggak nyakitin hati istrimu. Selalu setia. Ibu tau kamu masih muda. Jauh lebih muda dari istrimu. Tapi jangan sampai ego kamu kedepankan. Ngertiin istrimu, Le."

Farid yang menggendong Hera mengangguk mendengar nasihat Bu Ola.

"Ibu ngomong begini ini ada muasalnya. Ibu kan sudah banyak liat-liat hidup orang. Macem-macem setelah lahiran. Ada yang suaminya main di luar, nggak tahan kalo bojone nggak bisa ngapa-ngapain karena masih masa nifas. Kasihan istrinya. Ada juga yang istrinya lagi hamil gede nggak bisa diajak berhubungan, eh malah cari yang lain."

"Gitu, ya, Bu?" tanya Farid.

"Iya. Mbok ya kamu tahan-tahan kalo kepingin..."

"Duh, Ibu. Ya nggaklah..."

Farid tertawa kecil melihat wajah sewot ibunya.

"Sibukkan diri. Sayang-sayang aja cukup toh. Buat nyaman istrimu. Biar kamu juga disayang."

Farid senang mendengar nasihat ibunya. Perasaannya sangat tenang. Kehadiran ibunya di saat-saat sekarang memang sangat dibutuhkan. Terutama menenangkan emosinya yang mungkin bisa saja tidak terkontrol jika tidak ada yang memberi kata-kata yang membuatnya merasa nyaman.

Dan nasihat ibunya kali ini akan dia ikuti. Dia berjanji akan terus menyayangi Tata dan Hera.

***

Setahun kemudian,

"Un, deux, trois..."

Klik.

"Très bien!"

"Encore une fois! Un, deux, trois...,"

Seorang juru potret mengarahkan keluarga kecil Farid mengikuti sesi foto wisuda. Tata sangat rapi dengan toganya sambil memegang gulungan kertas berpita. Farid pun gagah dengan kemeja putihnya. Ada yang spesial kali ini, dia meluruskan rambutnya, khusus di hari wisuda istrinya.

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang