43. Maaf Farid

7.1K 805 55
                                    

Farid langsung memburu istrinya. Memeluknya.

"Maaf, Re. Maaf..." ucapnya penuh sesal.

"Aku lapar, Mas. Belum makan karena mikirin kamu yang ditelpon nggak jawab, pulangnya juga lama. Biasanya jam tiga udah sampe di sini. Aku tunggu-tunggu," Tata terus terisak di dalam pelukan Farid.

____

"Mau nelpon siapa?" tanya Tata yang sudah siap-siap menyantap mi rebus buatan Farid. Farid yang duduk di hadapannya serius menatap layar ponselnya.

"Ibu. Mau kasih tau kalo kamu hamil..." jawab Farid senang. Tata tersenyum melihatnya. Sejak mengetahui dirinya hamil, ekspresi bahagia terpancar terus menerus dari wajah suaminya itu.

"Assalamualaikum, Bu. Apa kabar?" Wajah Farid sangat sumringah ketika telepon disambut ibunya.

"Waalaikumussalam, Farid. Waduuuh. Lho, katanya di pesan kemarin sedang sibuk-sibuknya. Gimana Rena?"

Farid senyum-senyum melihat Tata yang asyik menyantap mi instan buatannya.

"Bukannya udah malam di sana, Rid?"

"Iya, Bu."

"Lha kok malah nelpon ibu?"

"Mau kasih kabar bahagia buat ibu. Rena hamil..."

"Ha? Aih? Alhamdulillaaaah..., waduh seneng ibu dengarnya. Dijaga Renanya ya, Rid?"

Lalu terdengar suara Bu Ola mengucapkan doa-doa buat kelancaran hamil Tata.

"Ya, Bu?" kini gantian Tata yang menyambut suara mertuanya.

"Ada keluhan?"

"Cuma pusing, Bu..." jawab Tata sambil mengerdipkan matanya ke Farid. Dia tidak ingin menjelaskan lebih jauh.

"Makan makanan yang sehat-sehat. Jangan makan mi instan..."

Duh, Tata tampak lesu memandang mi instan rebus yang ada di hadapannya. Sementara Farid tidak sanggup menahan malu karenanya.

"Sorry...," ucap Farid tanpa bersuara.

"Iya, Bu," balas Tata.

"Jangan capek-capek. Jangan sungkan suruh-suruh Farid kalo kamu butuh bantuan atau apa..."

"Iya, Bu."

"Makan yang banyak, yang sehat, saran dokter diikuti. Jangan terlalu banyak makan yang manis-manis..., takut kena diabet, darah tinggi. Repot nanti kalo melahirkan. Olah raga. Usahakan pikiran jangan cepat panik. Bawa senang, ..."

Tata menutup mulutnya dan memejamkan matanya, menahan tangis. Suara Bu Ola sangat menyejukkan jika memberi nasihat. Masih ingat di benaknya saat-saat masih tinggal bersama Bu Ola menjelang keberangkatannya menuju Caen. Bu Ola sangat memperhatikannya, selalu mengutamakan apa yang dia butuhkan. Malah terkadang jika ada yang kurang, Farid yang menjadi sasaran kemarahannya, itupun dia sampaikan dengan lemah lembut.

"Aku akan belajar masak, Re...," ujar Farid penuh semangat.

Dan malam itu, Farid tidur sambil memeluk istrinya dengan erat.

***

Hari ini Tata mengajak Farid bertemu dengan dosen pembimbingnya. Semalam, menjelang tidur, Farid mengungkapkan perasaannya yang tidak tenang ke Tata. Farid yang merasa bersalah ingin mengungkapkan maafnya karena telah berprasangka yang tidak-tidak terhadap Curtis.

Farid mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang kerja Curtis. Sesekali aroma wangi tercium olehnya. Ruangan yang sangat nyaman dengan susunan buku-buku yang rapih dan berbagai dokumen yang juga ditata sedemikian rupa, ditambah berbagai sertifikat penghargaan yang melekat di dinding ruangan itu yang menunjukkan bahwa Curtis adalah sosok akademisi yang sangat berpengalaman. Padahal usianya sangatlah muda, 28 tahun.

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang