35. Tumonen

7.2K 782 105
                                    

Hai Adek Ayu. Kenalan boleh? Rumah Abang tepat di seberang rumah Adek.

Dua malam ini Ayu tinggal di rumah eyangnya. Selama dua malam itu dia merasakan gatal hebat di seputar kepalanya. Setidaknya ada dua hal yang dia pikirkan, sikap ART-ART rumah eyangnya yang kaku dan sms misterius yang dia terima sejak dia menginap di rumah mewah eyangnya tersebut.

Dan Ayu langsung memblokir nomor telepon yang menghubunginya itu.

Kesal karena gatal tidak kunjung reda, dia menghubungi Pak Johan.

"Pak Joooo. Jemput Ayu, Pak..."

"Lha? Bukannya Non Ayu ntar mau jalan-jalan lagi sama Eyang? Ini saya sudah siap jemput ke sana buat antar Non sama Eyang Hanin. Gimana?"

"Jempuuuut..."

"Duh..., piyeeee iki..."

***

Bu Sari dan Mbok Min saling pandang melihat gelagat aneh Ayu yang tidur bersama mereka malam ini. Sebelumnya, setiba di rumah, sambil memeluk Mbok Min, Ayu merengek meminta Bu Sari dan Mbok Min tidur di kamarnya. Tapi, karena kamar Ayu yang agak sempit, akhirnya Bu Sar memutuskan Ayu tidur di kamarnya saja. Dan Mbok Min juga ikut serta menemaninya.

"Duh. Iki bocah kenapaaaa lagi?" gumam Bu Sari bertanya. Diamatinya Ayu yang tidak berhenti menggaruk-garuk kepalanya.

Dia mendekat ke tubuh Ayu yang tidur di sisinya.

"Eala, Minaaa. Lisone banyak. Tumonen iki Ayu..."

Bu Sari membelai-belai rambut panjang Ayu sambil sedikit menyibak-nyibaknya.

"Stress ini. Ditinggal papamamanya," gumam Bu Sari. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang berarti.

"Atau mikirin Farid yang bentar lagi nikah, Bu..." ujar Mbok Min yang ikut cemas.

"Mungkin juga. Kasihan ya..., duh miris. Masih ingat sumeh wajahnya Ayu kalo liat-liat Farid di sini. Nyanyi-nyanyi seneng kalo dijemput Farid pergi ke terapi..." gumam Bu Sari.

Mbok Min menghela napasnya. Dia merasa bersalah karena di rumah itu hanya dia yang tidak menyukai perjodohan Ayu dan Farid. Menurutnya sangat aneh dan jarang terjadi. Tapi ketika melihat wajah Ayu yang cantik yang tidur di dekatnya, hatinya luluh seketika.

"Duh. Bu Ola kok setuju Farid menikah muda. Kalo Nayra sih wajar. Sudah dua puluh lebih, wedok. Lha? Farid? Lanang loh, dua puluh saja urung..." gumam Mbok Min.

Bu Sari memandang wajah Ayu dengan perasaan sedih.

"Renanya yang dua puluh lima, Min..." ujarnya.

"Harusnya Renanya pilih yang seumuran. Ini malah milih anak sekolahan. Ck..., bule aneh..." sesal Mbok Min. Dia turut mengusap-usap bahu Ayu lembut.

"Faridnya juga aneh. Mau aja, Min,"

"Firasatku kayaknya Farid ini sudah diiming-iming Rena lho, Bu. Aku liat yo si Rena ini punya pengalaman banyak dan pandai merayu."

"Kayak lanang blasss..., Farid liat dari sisi mana ya?" Bu Sari menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat sikap dan perawakan Tata yang sangat maskulin.

"Yah. Justru kelelakiannya yang bikin dia paham opo yang lanang mau."

"Maksudnya?"

"Nggak tau, Bu. Meski sesekali liat, kok perasaan aku kayak aneh gitu. Gayanya itu loh begini..." Mbok Min memperagakan gaya sok Tata yang kelelakian.

Bu Sari tak sanggup menahan tawanya melihat kelakuan Mbok Min yang mendongak-dongakkan kepalanya sambil berkacak pinggang.

"Tapi. Aku peratiin dia punya hati baik lho, Min. Mungkin itu yang diliat Bu Ola sama Farid. Lagipula, denger-denger lebih sugih dari Bu Hanin..." bisik Bu Sari.

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang