65. Bahagia Farid

5.2K 722 28
                                    

Farid senang mendengar sorak sorai dari kota Paris setelah mengabarkan bahwa dia berhasil membujuk ibunya untuk bersedia mengikuti proses hukum yang semestinya dia lalui. Suara Mama Lizett mendominasi karena dia yang terlihat berdiri paling dekat dengan ponsel.

"Jadi nanti malam nikahnya, Farid?" seru Lizett bertanya. Dia gembira sekali. Farid juga sudah menceritakan ke keluarga istrinya bahwa selepas ibunya bebas, Akhyar langsung menggelar acara pernikahan yang hanya dihadiri kerabat terdekat di rumah adiknya.

"Iya, Ma," jawab Farid dengan senyum bangga.

"Jangan lupa siaran langsungnya. Kita ingin menyaksikannya dari sini," seru Lizett semangat.

"Papa..., pu lang," sela Hera yang digendong Tata. Tampak Tata mengusap pipinya karena tangis haru bahagia. Apa yang diharapkan seluruh keluarga terdekat tentang mertuanya terpenuhi.

Farid pun ikut menangis. Baru kali ini dia berjauhan dari anaknya. Kerinduan pun tak terelakkan lagi.

"Iya, Sayang. Papa segera pulang," balas Farid. Dia senang Hera sedikit-sedikit sudah mulai memahami bahasanya.

_______

Malamnya,

Tata dan keluarganya berangkulan menghadap layar lebar televisi, melihat siaran langsung pernikahan Bu Ola dan Akhyar yang dilaporkan Farid lewat ponsel pintarnya.

"Ini Ibu, Pa, Ma, Rena," ujar Farid yang terlihat mengarahkan layar ponselnya ke arah Bu Ola yang sedang didandan cantik.

"Halo, Pak Corrin, Bu Lizett... Heraaaa..., ini Eyang..." seru Bu Ola yang tubuhnya sudah indah terbalut pakaian pengantin dan wajahnya cantik didandan khas riasan jawa.

"Selamat, Ibu. Mau peluuuuk..." seru Tata.

"Nanti puas peluk ibu, Rena..." balas Bu Ola. Dia tatap menantunya penuh rasa rindu.

"Ibu cantiiik. Cantik banget,"

"Kamu juga cantik..."

"Ibuuu..."

"Selamat, Bu Ola. Kita semua turut bahagia. Nanti pas resepsi kita pasti datang. Sudah Pak Akhyar rencanakan matang-matang semuanya. Jadi kita gampang atur waktu," Lizett ikut menimpali.

Bu Ola tersenyum melihat keseruan keluarga besannya yang berada di Paris. Ingin rasanya bertemu kembali.

"Iya, Bu. Mohon doanya," ucapnya penuh kerinduan.

Dan tangis haru Tata sekeluarga tumpah ruah ketika menyaksikan Akhyar yang sudah menjabat tangan seorang wali hakim di hadapannya, dihadiri berbagai saksi dari keluarga terdekat. Akhyar dengan mantap mengucap sumpah pernikahan malam itu.

Tampak tubuh Akhyar diburu dan dipeluk oleh hampir seluruh yang hadir. Terdengar kata-kata selamat dari mulut-mulut mereka untuk Akhyar yang disertai raungan isak tangis bahagia. Mereka lega, akhirnya Akhyar mengucap sumpah nikah di usianya yang lebih dari setengah abad.

"Oh My God..." desah Lizett sambil memegang dadanya. Dia dan suaminya sangat mengenal Akhyar sejak lama, terutama dalam hubungan bisnis. Mereka sangat mengenal Akhyar yang sangat ramah serta royal terhadap klien-klien tetapnya. Tidak menyangka juga, bahwa Akhyar menemukan jodohnya yang tidak lain adalah besan mereka sendiri.

"Ola est en effet une femme extraordinaire. Akhyar mérite d'être à ses côtés. (Bu Ola memang wanita luar biasa. Akhyar pantas bersanding dengannya)," gumam Papa Corrin yang ikut haru menyaksikan pernikahan sahabat bisnisnya itu.

***

Farid yang sudah dengan piyamanya, merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia raih ponselnya yang tergeletak di atas nakas tempat tidur Akhyar. Farid memang diperintahkan Akhyar juga ibunya untuk menginap di paviliun Akhyar. Biar keluarga lain tidak bertanya-tanya sebab musabab kedatangannya.

"Hera..." serunya setengah berteriak. Senyum Farid mengembang lebar melihat putri kecilnya yang sedang makan es krim coklat. Noda coklat berlumuran di seputar mulut dan pipi gembulnya.  

"Papa..." balas Hera juga berteriak. Dia terlihat senang. Dia pegang-pegang layar ponsel mamanya seakan-akan menyentuh wajah papanya. Berkali-kali dia sebut papanya. Dia rindu papanya.

"I miss you, Hera..."

"Me too, Papa..., Pu lang..."

"Iya... besok Papa pulang."

Tata raih ponsel dari tangan Hera dengan cepat dan meletakkannya dengan sangat rapi di hadapannya setelah berhasil menenangkan Hera dan memangkunya.

"Besok pulang, Mas?" tanyanya dengan wajah binar.

"Iya."

"Ibu dan Papa nginap di mana? Hotel?"

Farid tertawa kecil melihat wajah Tata yang terlihat menahan tawa.

"Sudirman..."

Tata tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban suaminya. Lalu bersorak gembira.

"Seneng banget kan? Kita bakal tinggal dekat dengan mereka. Beda gedung doang..."

Tata menggelengkan kepalanya. Dia dekap tubuh Hera yang berada di pangkuannya.

"Jadi bakal tinggal di sana? Atau hanya menghabiskan awal-awal nikah aja?"

"Tergantung ibu, Re. Kalo betah, ya kemungkinan besar bakal tinggal di sana. Kalo nggak ya mungkin balik lagi ke rumah lama..."

"Hahaha. Nggak mungkin Daddy mau diajak di rumah Ibu..." gumam Tata di tengah tawanya.

Farid ikut terkekeh. Lucu membayangkan orang sekelas Akhyar tinggal di rumah padat penduduk. Pasti akan terjadi kehebohan.

"Kayaknya ibu bakal betah di sana. Apalagi kalo tau kita di sana. Yang kasihan Kak Nay. Nangis terus sampe pulang. Biasa dekat ibu sih..., sampe dibujuk Mas Guntur jual apartemen di Serpong terus ikut pindah ke Sudirman. Eh, Kak Nay malah mikirin Ayu..."

"Haha... Kak Nayra pasti berat ke Ayulah. Secara dia sayang banget sama Ayu."

"Iya, Re. Tiga bulan lagi melahirkan. Papa ajak rame-rame ke sana. Sekalian senang-senang sama ibu."

"Asyiiik. Duh, nggak sabar lagi."

"Hera punya keponakan cewek..."

"Aduuuh iya ya. Nggak sabar kalo mereka main-main berdua, Mas. Gemes ngebayangin rame banget sekeluarga ngumpul bareng."

Farid bahagia sekali malam itu. Terbayang-bayang di benaknya akan masa-masa bahagia ibunya di sisa umurnya. Dia yakin ibunya menemukan pria yang sangat tepat. Akhyar sangat penyayang. Begitupula sebaliknya, Akhyar pasti akan merasa sangat beruntung memiliki ibunya yang baik serta perhatian. Ibunya juga penyayang.

Farid hela napasnya panjang seraya menatap langit-langit kamar. Tersenyum mengenang masa-masa indah hidup bersama dua perempuan hebat, Nayra dan ibunya. Ada air mata haru mengenang masa-masa indah itu. Keduanya sangat berarti dalam hidupnya. Keduanya yang selalu menyayanginya dan memanjakannya, serta berusaha mewujudkan apa yang dia cita-citakan.

Farid tersenyum menggeleng mengingat saat-saat membantu ibu dan kakaknya mengolah jamu setiap malam. Ingin rasanya kembali ke masa-masa itu. Masa-masa penuh canda tawa, suka cita, saling mengisahkan keseharian masing-masing. Seru sekali. Apalagi mengenang kisah seru Nayra mengenai kegiatannya menjual jamu. Ada saja tingkah pelanggan yang dia ceritakan, dari yang serius, yang suka berhutang, sampai yang genit. Begitu detail Nayra berkisah, sampai-sampai dia peragakan tingkah-tingkah pelanggannya yang berbeda-beda di setiap harinya.

Kini, ketiganya sudah memiliki kehidupan masing-masing. Nayra bersama Guntur, dia bersama Tata, kini ibunya bersama Akhyar. Tidak menyangka juga ketiganya mendapatkan cinta yang saling berhubungan. Dia sendiri menikah dengan Tata yang tidak lain adalah salah satu mahasiwi Guntur, kakak iparnya. Ibunya menikah dengan Akhyar yang merupakan saudara ipar Said, suami Ayu.

Ah, pasti bahagia rasanya berkumpul menjenguk Ayu di Melbourne nantinya. Apalagi Farid sama sekali belum pernah menginjak tanah negeri Kangguru. 

***

FaridTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang