╔══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╗
A L P H A - 32
╚══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╝
"Monitor, tim satu, cek!" seru Dewa sembari memantau teman-temannya yang tergabung ke dalam tim satu di layar komputer.
Terlihat Sano yang mengangguk dan mengacungkan jempol ke arah CCTV yang ada di sekitar gedung perusahaan Na Almara. Tenang saja, sudah Dewa retas semua akses CCTV di sana.
"Bentar, euy, diem di sana dulu. Jangan masuk, tunggu aba-aba dari gue. Di dalam masih kurang aman kalau masuk sekarang. Tapi buat Neta, kalau mau masuk nggak apa-apa," ucap Dewa sembari meraih earphone di dalam laci mejanya, menukar dengan earphone yang dia pakai saat ini. Kurang enak, katanya.
Terlihat Neta yang mengangguk mendengar arahan dari Dewa, perempuan itu lantas membenarkan penampilannya sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam. Tugas Neta ialah, menyamar. Pun, posisinya di Taraka memanglah seorang undercover. Hal-hal berbau penyamaran ini sudah menjadi ahlinya. Tak heran, jika wanita itu pandai sekali menyembunyikan kenyataan bahwa ialah pengkhianat Taraka.
Dewa menyeringai kecil ketika melihat Neta mulai memasuki gedung Na Almara. Ia melirik ke arah Zen yang duduk di depan komputer di samping Dewa. Sama dengan Dewa, pria itu mendengus geli. Berpikir bahwa, mungkin malam ini adalah malam terakhir perempuan itu menghirup udara bebas.
"Udah ikhlas kalau Neta mati?" tanya Zen yang dihadiahi decakan kecil dari Dewa.
Tak menjawab, Dewa memilih fokus pada layar di depannya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menampik perasaannya pada Neta. Meskipun berat, ia tak mau ikut tercebur menjadi pengkhianat Taraka karena menyelamatkan Neta yang notabene adalah perempuan yang berhasil memporak-porandakan perasaan Dewa beberapa bulan terakhir ini.
"Diem lo, fokus ke tim lo aja sana. Sesuai rencana. Harus mulus," titah Dewa pada Zen.
Zen terkekeh, namun tetap menyanggupi dan mulai berbicara pada timnya, mengarahkan mereka, agar misi malam ini bisa berjalan dengan sempurna. Meski ini baru yang pertama kali bagi Zen di dalam Taraka, percayalah pria itu lebih pandai dari Dewa.
──── ✧《✩》✧ ────
Berbeda dengan tim satu yang baru bergerak ke dalam. Di tim dua, tepatnya di dalam gudang Restu, Aldo dan Tristan berhasil masuk ke dalam. Dengan menunjukkan chat palsu antara Aldo dan Restu kepada dua orang penjaga di depan gudang, mereka berdua-Tristan dan Aldo-berhasil masuk ke dalam.
Aby mencoba mengalihkan perhatian dari kedua penjaga yang ada di depan, dengan mengajak mereka mengobrol. Mudah, karena hanya Taraka selaku Alpha Restu dan Restu saja yang mampu mengakses gudang ini.
Betapa bodohnya para penjaga itu, mereka tak curiga sama sekali dengan kedatangan Taraka yang tiba-tiba dan tanpa konfirmasi dari Restu. Kebodohan dan kelalaian mereka, menjadi sedikit keuntungan bagi tim dua.
"Ini brankasnya dikunci," ujar Tristan pelan, terlihat sedikit cemas.
"Tenang, jangan grogi."
Aldo mencoba membuka brankasnya setelah memasukkan kode yang baru saja diucapkan Zen. Aldo hanya mampu merapal dalam hati, semoga tidak ada bunyi sirine atau semacamnya. Hingga brankas itu terbuka, Aldo menghela napas sedikit lega.
Tristan segera bangkit, diikuti Aldo setelah instruksi dari Zen yang meminta mereka buru-buru kembali ke dalam mobil.
"Tim dua, clear."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Alpha┆Mark Lee
Romance❝Lepas gelar Alpha, atau dia mati di tanganku.❞ 「 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠 」 harsh words, murder, violence, death, etc. ©2020, shani.