“Gue heran. Sebentar lagi jam 10, tapi perusahaan Frans Grup masih rame banget.” Devan membuka percakapan setelah suasana hening menyelimuti keempatnya selama 15 menit. Mereka sudah berada di lokasi, Kris dan Sano masih menunggu saat yang tepat dan instruksi dari Dewa untuk menerobos masuk ke perusahaan tersebut.
Anak buah James—CEO Frans Grup—terbilang tidak terlalu banyak, mungkin hanya 15 orang yang berjaga di sekitar perusahaan ini. Sisanya, mereka-mereka yang telah mengabdi pada Frans Grup tengah berlalu lalang padahal waktu sudah menunjukkan pukul 09.37 malam.
“Sebentar lagi jam 10 dan Na minta kita harus sudah turun di jam itu, tapi kondisinya lagi enggak banget … banyak karyawan yang masih ke sana-ke sini, anak buah James juga pada berdiri di depan,” celetuk Nathan seraya menyandarkan punggungnya.
Kris melirik arloji di pergelangan tangannya, kemudian menajamkan pendengaran ketika suara kresak-kresek terdengar dari earphone yang ia pakai. Mungkin Dewa akan memberitahu sesuatu namun terhalang sinyal yang kurang bagus. Tak hanya Kris yang mendengar … Sano, Nathan, dan Devan pun menangkap suara tersebut dari earphone yang mereka pakai.
“Jalan ke arah utara, ada sebuah pintu yang terhubung ke sebuah lorong. Masuk lewat sana dan jalan lurus, pokoknya ikuti terus lorong itu sampai kalian ketemu sebuah pintu yang bakal bawa kalian ke lantai ruangan James. Dia lagi sendiri di ruangannya, tapi ada dua anak buah yang jaga di depan ruangan. Tetap hati-hati. Gue arahin kalian lewat sini, jangan sampai putus sambungan sama gue!”
Setelahnya, mereka saling pandang dan mengangguk bersamaan. Kris dan Sano bersiap untuk keluar dan berjalan menuju ke arah utara gedung Frans Grup sesuai arahan dari Dewa. Sedangkan Nathan yang bertugas untuk melesatkan timah panas dari jarak jauh, keluar dan mencari tempat persembunyian yang aman untuk menembakkan rentetan pelurunya.
Devan tetap berada di mobil dan senantiasa memantau teman-temannya melalui monitor kecil yang terhubung dengan kamera tersembunyi yang terselip pada baju teman-temannya. Ini adalah misi bahaya pertama mereka dan Taraka akan menghadapi misi-misi besar lainnya dari seorang Na Almara.
***
“Bangsat, gelap banget!” umpat Sano ketika ia membuka pintu lorong. Tidak ada pencahayaan sedikit pun di sini, membuat mereka sedikit was-was, takut jika ada seseorang di dalam sini selain mereka berdua.
“Kris, Sano. Di samping pintu ada saklar lampu, lo raba dan nyalain.”
Sano langsung saja mencari letak saklar tersebut, dan … ketemu! Ia menekannya, cahaya menyilaukan menerpa mata mereka. Butuh waktu beberapa detik untuk mereka menyesuaikan penglihatannya. Setelah dirasa nyaman, mereka berjalan perlahan, dengan pisau lipat yang menjadi senjata keamanan Kris dan Sano sementara.
Pintu yang dimaksud Dewa sudah berada di depan mata, lekas saja Kris dan Sano mempercepat langkahnya namun tetap hati-hati. Setelah mencapai pintu, dengan pelan Sano meraih kenop pintu dan membukanya. Kepalanya menyembul keluar untuk menelisik keadaan, apakah aman jika Kris dan Sano keluar?
Benar apa yang dikatakan Dewa, dua orang pria bertubuh besar dengan pakaian hitam berdiri dengan gagahnya di depan ruangan James. Kris langsung memutar otak untuk mencari cara agar perhatian mereka teralihkan.
“Nat, Nathan, lo denger gue?” panggil Kris melalui earphone-nya.
“Denger.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Alpha┆Mark Lee
Roman d'amour❝Lepas gelar Alpha, atau dia mati di tanganku.❞ 「 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠 」 harsh words, murder, violence, death, etc. ©2020, shani.