36

479 102 200
                                    

╔══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


╔══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╗

A L P H A – 36

╚══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╝

Suasana ruang eksekusi semakin panas. Bahkan bau anyir darah sudah mulai tercium. Restu tak henti-hentinya memukul, menendang Na sampai pria itu tak bisa berkutik lagi. Kekesalan Restu memuncak, dan tak bisa dicegah lagi. Ia benar-benar marah karena Na telah memperbudak Alpha-nya, memperkerjakan Taraka, dan mengancamnya.

Susah payah Restu mencari Alpha, setelah ia mendapatkan Taraka, mengapa harus ada kuman semacam Na Almara yang hinggap di sana?

Restu mengatur napasnya yang menggebu-gebu. Ia mundur, memberi akses untuk Sano sebagai Ketua Taraka yang berhak membereskannya.

“Adakah kata-kata yang ingin kau sampaikan, sebelum mati, Tuan Na Almara?” tanya Sano berani, mendekat ke arah Na dan menekan pistolnya tepat di kepala pria itu.

Napas Na terlihat memburu, menatap Restu yang duduk di kursi tepat di hadapannya dengan jarak yang cukup jauh. Mafia itu terlihat santai menyesap kopi hitam miliknya. Seakan-akan pemandangan di depannya adalah sebuah pertunjukan yang menyenangkan.

Beberapa saat yang lalu, ketika Na digeret paksa anak buah Restu ke dalam ruang eksekusi milik Taraka yang berada di bawah tanah, Sano sempat menendang wajah pria itu hingga terlepas dari genggaman anak buah Restu. Terlampau emosi, Sano tak dapat menahannya lagi.

“Bangsat kalian,” desis Na.

“Nggak ada kata lain?” tanya Nathan. “Perlu diajarin Devan buat ngerangkai kata-kata manis nan puitis nggak?” perkataannya yang santai dihadiahi tatapan tajam Devan. Sedangkan Na, laki-laki itu sudah mengeraskan rahangnya, merasa direndahkan.

Sano melirik ke arah Neta dan Jihan. Kedua perempuan yang dulu benar-benar dijaga dan dilindungi Taraka, menjadi kepercayaan Taraka, ternyata adalah musuh dalam selimut.

Menatap wajah kedua perempuan itu dari samping, meningkatkan amarah Sano. Jika diilustrasikan di dalam sebuah kartun, mungkin di kedua telinga Sano sudah terdapat asap yang mengepul.

Kesal menatap mereka, Sano sampai tidak sadar jika ia semakin menekan pistolnya di kepala Na.

“Sano.”

Dor!

Sano terjengit, menoleh ke arah Na yang kini sudah tak bernyawa. Ia tak sengaja menembaknya, meskipun memang memiliki niat untuk membunuh Na, tapi ia spontan menarik pelatuknya karena terkejut.

Sano beralih menatap ke arah Restu yang memanggil namanya, pria itu diam dengan tatapan kosong. “Ya, Tuan?”

“Tidak. Lanjutkan.”

Sano melirik ke arah teman-temannya. Dengan ragu, ia berjalan ke arah Jihan dan Neta yang kini menunduk lemas. Ia berjongkok, tepat di hadapan Jihan. Mengangkat wajah lebam itu, Sano berkata, “Kasihan gue sama lo. Kalau cara lo mau dapetin gue itu sehat, mungkin lo nggak akan berada di posisi ini. Dan kalau lo nggak kerja sama bareng dua bersaudara ini, lo juga nggak akan semengenaskan ini.”

[✓] Alpha┆Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang