02

2.2K 222 281
                                    

“Gimana Raya?” tanya Neta ketika Kris menutup pintu kamar Raya setelah keluar dari sana. Kris duduk di samping Sano yang tengah merokok, bukannya menjawab pertanyaan Neta, Kris justru mengambil satu batang rokok milik Sano yang tergeletak santai di atas meja dan menyalakan pematik api.

Neta mendengus kesal, tidak suka dengan sikap Kris yang selalu mengabaikannya. Padahal, Neta hanya ingin tahu bagaimana kondisi Raya sekarang. Akhirnya Neta bangkit, berniat untuk mengecek keadaan Raya secara langsung.

Baru saja ia memegang kenop pintu kamar Raya, Kris sudah memperingati, “Jangan masuk. Raya tidur.” Lagi-lagi Neta mendengus malas, ia berbalik dan berjalan menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya. Ia kesal karena Kris, menengok Raya saja tidak boleh. Lagipula, Neta tidak akan membanting barang-barang di kamar Raya atau hal-hal yang menimbulkan kegaduhan sehingga memicu Raya untuk bangun dari waktu istirahatnya.

Ah, sudahlah. Neta kesal.

Suasana markas Taraka kali ini begitu sepi, hanya terdengar suara televisi yang menyala pelan juga tuts keyboard laptop yang saling bersahutan karena Dewa—hacker Taraka—tengah menggunakannya. Sano larut dalam pikirannya, begitupula dengan Kris yang sibuk bermain-main dengan asap rokoknya yang mengepul.

Suara pukulan pada meja membuat Kris dan Sano menoleh ke arah Dewa, terlihat Dewa yang berbalik menatap kedua temannya itu dengan raut wajah cemas dan bingung.

“Na ingin bertemu,” ujarnya membuat Kris dan Sano terbeliak.

“Mau apa dia?” tanya Sano yang dibalas Dewa dengan gelengan kepala.

“Nggak tahu. Dia cuma bilang kalau mau ketemu pukul dua dini hari,” ujar Dewa seraya melirik jam dinding yang menempel di ruang tamu ini.

Kris mematikan rokoknya dan bangkit. “Biar gue yang temui.”

“Gue temenin,” timbal Sano.

“Nggak usah. Lo di sini, pastikan markas aman sampai gue balik. Kalau ada sesuatu, langsung hubungi gue.” Kris berujar final, “Dewa, lo rantas semua cctv tempat biasa.”

“Gue nggak janji dapat hasil yang sempurna, cctv di gedung tua itu nggak begitu banyak.”

“Sebisanya aja.”

Dewa mengangguk, mengambil sesuatu dari lacinya dan melemparkannya pada Kris. “Pakai earphone itu.”

“Ini anting, bukan earphone.”

“Sebenarnya itu earphone, tapi gue modifikasi dalam bentuk anting.”

“Buat apa? Gue lagi nggak mau dengerin lagu.”

Earphone itu terhubung sama sinyal laptop gue, jadi gue bisa pantau lo lewat cctv sekitar dan bantu dari sini. Earphone itu juga udah gue pasang fitur pelacak yang bisa lacak di mana keberadaan lo,” tuturnya menjelaskan kegunaan earphone unik itu pada Kris. Sedangkan Kris masih mengamati dan membolak-balikkan earphone berbentuk anting tersebut. Ia tersenyum miring kemudian, mengangguk dan memakai earphone-nya lalu bergegas keluar dari markas.

Sebenarnya, ini masih pukul 9 malam, masih ada waktu sekitar 5 jam lagi untuk menuju pukul 2 dini hari. Namun, Kris lebih memilih untuk ke tempat biasa ia dan Na bertemu sebelum jam 2 nanti. Karena Kris paham betul, seberapa licik seorang Na. Jika Kris tidak berhati-hati, bisa saja Kris yang akan terjebak oleh pria itu.

[✓] Alpha┆Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang