Siapkan hati, selamat membaca.
╔══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╗
A L P H A – 23
╚══ ✰ ══ ✮⭐✮ ══ ✰ ══╝
Ceklek
“Diam di san—Abang?” Neta terkejut, pun dengan Raya dan Aby. Sedangkan Aldo yang baru masuk ke dalam rumah Joanna spontan berhenti dan mengangkat kedua alisnya. Neta menghela napas, lega. Ia menurunkan tangannya yang memegang pistol, meletakkan senjata api itu di atas meja.
“Kirain siapa,” gumam Neta kembali menyandarkan tubuhnya di sofa. Aldo terkekeh, berjalan mendekat ke tiga perempuan Taraka itu.
“Gue salut sama kewaspadaan lo. Tingkatkan,” ujar Aldo memuji seraya menepuk pelan pucuk kepala Neta, membuat perempuan itu mengangguk santai.
Aldo melirik ke arah Raya, gadis itu diam dengan pandangan kosong mengarah ke depan. Seperti menonton televisi, namun tidak, ia hanya menatap televisi itu. Menghela napas, Aldo melempar kode kepada Aby untuk berpindah. Aby pun menyanggupi, ia bangkit dan duduk di sofa sampingnya.
“Kenapa?” tanya Aldo setelah mendaratkan pantatnya di sofa, tak lupa pula tangannya memainkan rambut Raya pelan. Sang adik yang ditanya, kini menoleh ke arah Aldo, menghela napas lelah.
“Hm?” ulang Aldo.
Mata Raya mengintai Aldo, menyipit, mencari dengan teliti barangkali ada sesuatu yang mengotori tubuh Aldo. “Abang nggak apa-apa?”
Bukannya menjawab, Aldo malah tersenyum. Raya mendengus, kembali membobardir Aldo dengan rentetan pertanyaannya, “Kenapa nggak kasih kabar lagi? Taraka baik-baik aja? Apa ada yang luka?”
“Tenang dulu,” ujar Aldo mencoba membuat Raya lebih santai.
“Nggak bisa!”
Menghela napas, Aldo menjawab, “Abang nggak apa-apa, seperti yang kamu lihat.”
“Dewa gimana?” sela Aby bertanya. Ia juga sempat mengkhawatirkan pria yang notabene adalah kakak kandungnya itu. Mau bagaimanapun, semenyebalkannya seorang Dewa, ia tetaplah saudara Aby, sosok yang menyayangi Aby lebih dari orang tua mereka menyayanginya.
“Nggak apa-apa. Mereka luka, tapi cuma luka ringan. Nggak parah.” Aby dan Neta menghela napas sedikit lega, namun tidak dengan Raya yang masih mengeluarkan raut tidak percaya.
“Tapi semalam Raya denger suara orang kesakitan waktu Abang telepon,” ujarnya.
Wakil Ketua Taraka itu mengalihkan pandangan, sedikit mengulum bibir. Ia mencari jawaban, tidak mungkin sekali kalau Aldo harus menjawab yang sebenarnya. Raya pasti akan menyalahkan diri sendiri, mau seperti apa pun, gadis itu masih merasa bahwa kekacauan ini akibat keteledorannya yang keluar markas demi mengejar Jihan waktu itu.
“Mungkin kamu salah denger, Ray. Semalam memang lagi acara obat-mengobati.”
“Tapi ini suaranya kayak bener-bener kesakitan, Bang. Kalau luka kecil nggak mungkin kayak gitu. Raya nggak salah denger, orang suaranya jelas banget, kok.” Raya masih pada pendiriannya.
Neta bersuara, “Ray … Abang udah bilang nggak apa-apa. Jangan khawatir, ya?”
Final, akhirnya Raya mengangguk. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa dan memejamkan matanya. Dirinya mulai sedikit mengantuk saat ini, mengingat semalam Raya tak bisa tidur dengan tenang. Semalaman pula, Neta berusaha menenangkan Raya yang gelisah bukan main. Jangan tanyakan Aby, perempuan itu jika sudah tertidur persis seperti mayat hidup, tak merasakan apa-apa. Mungkin jika tetiba ada kecoa menghinggap di tubuhnya, ia tak akan bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Alpha┆Mark Lee
Romance❝Lepas gelar Alpha, atau dia mati di tanganku.❞ 「 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠 」 harsh words, murder, violence, death, etc. ©2020, shani.