09

703 120 246
                                    

Beragam umpatan kasar keluar dari bibir milik seorang Sano. Rasa-rasanya, ia ingin sekali membanting ponselnya ke lantai. Dirinya dan Nathan sudah berkali-kali mencoba melacak nomor ponsel milik Kris, namun tak jua berhasil menemukan di mana keberadaan sang ketua Taraka tersebut.

Nathan masih terus berusaha, ia tidak pandai dalam hal melacak, tentu hal ini terasa sedikit menjadi beban untuknya. Berkali-kali pula ia mengacak-acak frustasi rambutnya hingga tatanannya pun sudah tak beraturan.

“Cuma Dewa yang paham.” Nathan berujar seraya menatap ke arah Sano yang tengah memijit pelipisnya pelan. Tidak tahu mengapa, suasana hati Nathan benar-benar tidak baik sekali. Ia merasa ada yang aneh, tetapi apa?

“Tadi udah gue chat, tapi belum dibuka,” jawab Sano seraya mengotak-atik ponselnya. Dia masih terus menggulir layar tersebut, mengetikkan sesuatu, sampai tak jarang pula ia mengangkat benda persegi panjang itu ke dekat telinganya. Sano terus mencoba menghubungi Kris. Namun sialnya, pria itu tak kunjung mengangkat teleponnya membuat Sano semakin yakin jika ada yang tidak beres di sini.

“Gue takut Kris kenapa-kenapa, masalahnya … nggak biasanya Kris pergi selama ini tanpa kabar.” Nathan terlihat begitu khawatir, ia merasa benar-benar cemas. Seperti ada yang mengganjal dalam hatinya mengenai Kris. Sial, Nathan menyesali pikirannya yang selalu berpikir yang tidak-tidak.

“Lo nggak usah mikir gitu. Mungkin Kris lagi banyak pikiran, tahu sendiri masalah apa yang lagi Taraka hadapi. Kerja sama dengan Na kemarin itu udah betul-betul bikin pikiran runyam banget.” Sano berkata dengan nada setenang mungkin, mencoba berpikir bahwa tidak akan terjadi masalah besar setelah ini.

“Terus? Kita mau cari Kris di mana lagi?” tanya Nathan seraya menyandarkan tubuhnya di jok mobil.

Sano diam, tidak mungkin dia pulang ke markas tanpa membawa kabar tentang Kris. Apa yang akan ia jawab nanti pada Raya? Gadis itu pasti merasa cemas sekali saat ini, apalagi perkataan Jihan yang seenaknya tadi membuat Sano berpikir jika Raya tidak akan merasa baik-baik saja setelahnya.

Hening kembali menyelimuti, hanya terdengar suara mesin mobil yang masih menyala. Malam pun semakin larut, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam tetapi Sano dan Nathan belum juga menemukan hasil mengenai di mana keberadaan Kris sekarang.

Deringan ponsel membuat Nathan merogoh saku celananya, seulas senyum sedikit tercipta di wajahnya ketika nama Dewa yang tertera pada panggilan masuk di ponselnya.

Lo di mana?” tanya Dewa setelah panggilan terhubung. Belum sempat menyapa kecil, sudah langsung diserang dengan pertanyaan dengan nada suara Dewa yang terlihat sedikit khawatir. Perasaan cemas yang sejak tadi belum bisa ia netralkan kini makin menjadi-jadi.

“Di daerah ….” Nathan menggantungkan ucapannya, ia melirik ke arah sekitar untuk memastikan di mana ia dan Sano berada saat ini.

Ash, lama! Gue share location sekarang. Gue nemu titik di mana Kris.”

Belum sempat menjawab ucapan dari Dewa, pria itu sudah memutuskan panggilannya sepihak membuat Nathan mengumpat kesal. Nathan berpikir, untung saja Dewa adalah temannya dan keahlian dia sangat dibutuhkan sekali saat ini, jika tidak … sudah ia habisi saja pria kecil itu.

Ting!

Menoleh ke ponsel yang digenggamnya, Nathan membuka pesan yang ia yakini berasal dari Dewa. Nathan mengerutkan dahinya sedikit setelah melihat lokasi yang diberikan Dewa padanya.

“Di mana?” Pertanyaan dari Sano membuat Nathan mendongak.

“Gue nggak tahu ini di mana, yang pasti dekat-dekat sini. 200 meter ke depan.”

[✓] Alpha┆Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang