2.

85.6K 1.8K 56
                                    


Gendis syock, dia kini di pangkuan Gavin, dengan kedua tangan Gavin menahan tubuh Gendis.

Teman-teman sekelas mereka pun kaget, apa yang akan dilakukan Gavin pada Gendis?

"Lepasin..." Gendis sekuat tenaga memberontak, namun percuma karena Gavin lebih kuat darinya, terlalu kuat.

Makin banyak mata yang menatap Gavin dan Gendis, merasa iba pada Gendis namun tak bisa berbuat apa.

"Ngapain kalian liat gue?! Udah sana hadap ke depan!!"

"Lo juga!! Bisa diem nggak?!" Gavin membentak Gendis tepat di wajahnya, membuat Gendis takut seketika.

Gara-gara dia tidak segera pergi dari kursi Gavin, Gendis mendapatkan perlakuan ini. Dikasari dan dibentak. Tapi Gendis tak akan dilecehkan kan? Gendis tidak pernah mendengar teman-temannya menyebutkan tentang pelecehan seksual.

"Aku minta maaf....tolong lepasin aku. Biar aku cari kursi yang lain...." Kini mata Gendis mulai berkaca-kaca.

"Telat! Udah, nikmati aja duduk di pangkuan gue, nurut aja..." ucap Gavin seraya merubah posisi Gendis menghadap ke depan. Tangan kanannya kini memeluk pinggang Gendis, sedang tangan kiri berada di paha Gendis. Gendis makin ketakutan, apa ini termasuk bentuk pelecehan? Gendis tidak suka.

"Lepasin!! Lepas!!!" Gendis semakin kuat memberontak, mencakar tangan Gavin yang kini mulai masuk ke dalam roknya. Gendis syock....

"Lo mau gue perkosa disini? Diem!"

"Tolong jangan gini! Aku minta maaf...." Gendis mulai menangis karena Gavin sudah berani menyentuh dan meremas bagian tubuh Gendis yang lain.

"Lo nangis? Bukannya lo suka ya yang kayak ginian, bukannya mama lo udah ngajarin gimana cara godain laki-laki?"

"Kamu ngomong apa sih? Tolong lepasin..."

"Nggak akan!"

Gendis semakin meronta, memohon untuk dilepaskan. Tapi Gavin malah memasukkan tangannya jauh lebih dalam ke selangkangan Gendis.

"Please...jangan..." Gendis menangis ketakutan.

"Gavin!!!!!" Bu Melda berteriak melihat perilaku Gavin pada Gendis.

"Apa-apaan kamu?! Ini di sekolah!!!"

"Ish! Apa sih bu, orang saya cuma mangku dia doang. Mejanya kan gak ada lagi.....lagian emang gak boleh mangku cewek sendiri?"

"Cewek kamu? Sejak kapan Gendis jadi cewek kamu? Orang Gendis kelihatan tertekan gitu..."

"Barusan bu.....love at first sight....iya kan? Gendis?" Gavin mencengkram rahang Gendis, membuatnya menoleh pada Gavin. Tatapan tajam Gavin menuntut jawaban iya dari Gendis.

"I..i iya bu...."

"Kamu jangan macem-macem ya, sampe bikin Gendis nangis gitu kamu apain?! Turunin dia dari pangkuan kamu!"

"Ah ibu....dia keenakan bu sampe nangis. Ibu kayak gak tau anak muda aja."

"Gavin! Jaga ucapan sama sikap kamu! Kalo nggak , kamu ibu suruh ke ruang BK lagi!"

"Ck....iyaaaaa"

***

Bel istirahat berbunyi.

Sejak Bu Melda masuk ke kelas, Gavin sedikit menjaga sikapnya. Gendis bisa sedikit bernafas lega, dia kini mempunyai meja kursi sendiri walau tempat duduknya di sebelah Gavin. Lebih baik daripada dipangku dan ..... dilecehkan.

Gavin terlihat masih tidur, iya...selama pelajaran tadi Gavin tidur. Entah darimana otak yang kata teman-temannya jenius itu didapat.

Gendis perlahan berdiri, hendak menyusul teman-temannya yang kini ada di depan kelas.

FAULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang