13.

44.5K 1K 28
                                    

"Kak, lo dimana?" tanya Gavin pada Danisa di ujung telepon.

"Di klinik kakak, kenapa Vin?"

"Aku kesana sekarang, Gendis pingsan."

"Hah? Kok bisa? Ya udah cepet kesini!"

Gavin segera mengendarai mobilnya ke arah klinik milik Danisa. Sesekali ia melirik ke arah Gendis dan menyesali perbuatannya. Seharusnya Gavin tadi menjaga emosinya saat bersama Gendis.

Sesampainya di depan klinik, ternyata Danisa sudah menunggu Gavin. Demgan segera Gavin membopong tubuh Gendis yang tak sadarkan diri.

"Ini kenapa sih Vin kok Gendis bisa pingsan? Loh loh loh! Kenapa Gendis ini? Gavin?!!!" Danisa meneriaki Gavin dengan histeris saat menyadari memar-memar di wajah dan tubuh Gendis.

"Kenapa ini Gavin?!!!"

"Udah kak, urusin dulu!"

Danisa pun akhirnya memutuskan untuk segera memberikan pertolongan pada Gendis. Memang Danisa adalah dokter kandungan, tapi tentunya hal-hal basic seperti pertolongan pada pasien yang pingsan dan merawat luka dia juga bisa.

Kebetulan saat ini kliniknya sudah sepi pengunjung. Ada dua asisten perawat yang membantu Danisa. Jadinya tidak terjadi kehebohan berlebihan di klinik itu.

Betapa terkejutnya Danisa melihat kondisi Gendis, lebam di bagian mata, betis yang penuh dengan memar dan bekas cekikan di leher. Apa yang sebenarnya terjadi?

Davina dan para asistennya mulai memberi perawatan pada memar di tubuh Gendis, serta mencoba untuk membuat Gendis siuman.

Tak beberapa lama akhirnya Gendis pun siuman.

"Kak..." Gendis memanggil Danisa lirih.

"Gendis...." Danisa merasa lega karena Gendis akhirnya siuman.

"Pusing kak..."

"Ya udah tiduran dulu ya.... Kakak mau ngomong sebentar sama Gavin."

"Kak... Aku...nggak mau ketemu Gavin. Jangan biarin dia kesini ya kak....please..." Mata Gendis seketika berkaca-kaca, mengingat apa yang sudah Gavin lakukan padanya. Hatinya masih sangat sakit atas perlakuan Gavin tadi.

Danisa pun semakin merasa curiga pada Gavin, melihat begitu sedihnya Gendis.

"Iya...kamu yang tenang disini ya..."

Danisa pun keluar dari ruangannya dan menemui Gavin.

Plak!

Satu geplakan mendarat mulus di kepala Gavin.

"Apa sih kak! Dateng-dateng main ngeplak aja!"

"Gendis kamu apain?!"

"Nggak..."

"Nggak gimana?! Nggak usah bohong sama kakak!"

"Iya iya! Aku tendang terus aku cekek terus aku tonjok. Udah! Abis itu dia pingsan. Gitu doang Kak!"

"Gitu doang kamu bilang? Gavin kamu bisa mikir nggak sih? Gendis tuh cewek biasa, bukan lawan kamu tawuran!"

Gavin hanya diam mendengarkan omelan Danisa. Sebenarnya Gavin merasa sangat salah memukul Gendis, sudah sangat menyalahi prinsip nya tidak memukul perempuan.

"Kamu punya hati nggak sih? Apa yang bikin kamu sekalap itu sampe mukul Gendis kayak gitu?! Vin, ingat almarhum mama kamu! Kamu lupa apa pesan mama kamu? Jangan pernah nyakitin perempuan...gimana perasaan mama kamu tau anaknya kayak gini Vin?"

"Kak...nggak usah bawa-bawa mama... Iya iya  Gavin tau, ini salah banget. Udahlah kak...iya, aku khilaf..nggak usah ceramah terus. Pusing aku dengernya."

"Lagian, apa kamu nggak takut orangtua Gendis nuntut kamu?! Mereka pasti nggak terima kalau anaknya diginiin!"

"Gendis tinggal sama aku. Orangtuanya nggak disini. Mereka nggak bakalan tahu." Gavin bohong, bisa gawat kalau Kak Danisa tau Gendis itu anaknya siapa.

"Udah.. Gendis udah bangun kan? Aku mau bawa dia pulang." ucap Gavin sambil melangkah menuju ruangan Danisa.

"Nggak! Gendis nggak mau ketemu kamu!" Danisa menahan langkah Gavin.

"Apaan sih Kak?!"

"Kamu pulang! Gendis tinggal sama Kakak sampe dia sendiri yang mau ketemu sama kamu."

"Kak??!"

"Gendis tinggal sama aku! Dia harus pulang sama aku!"

"Nggak Gavin!! Pokoknya Gendis tinggal sama Kakak!!! Kalau kamu nggak nurut Kakak laporin sama Opa!"

"Kok bawa-bawa Opa sih? Kak Gendis cewek aku, aku berhak dong bawa dia pulang."

"Cuma cewek, bukan istri! Udah kamu pergi sana!!" usir Danisa pada Gavin kemudian kembali masuk ke dalam ruangannya.

"Gendis...udah baikan? Gendis pulang sama kakak ya? Tinggal di rumah kakak dulu."

"Tapi Kak...nanti ngerepotin Kakak."

"Nggak....Kakak kan masih harus mantau kondisi kamu. Lagian kakak nggak mau kamu tinggal berdua sama Gavin. Takut kamu diapa-apain lagi. Gila tuh anak!" Danisa masih saja mengomel mengingat kelakuan Gavin.

"Iya deh Kak ..."

"Ayo pulang sekarang, kamu kuat berdiri kan?"

"Iya Kak..."

Danisa menggandeng Gendis keluar ruangan untuk masuk ke mobilnya. Kini mereka sudah ada di parkiran.

"Dis! Gendis ayo pulang sama gue." Ternyata Gavin bmasih menunggu Gendis.

"Nih anak ya!!! Udah sana kamu pulang!!" Danisa makin kesal dengan tingkah Gavin.

Sedangkan Gendis hanya diam menunduk sambil meremas tangan Danisa. Dia tak berani menatap Gavin.

Sesampainya di dalam mobil Danisa, Gendis sempat bertatap mata dengan Gavin. Sedih dan terluka, mungkin itu yang ditangkap Gavin dari mata Gendis.

*****

FAULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang