25.

35.1K 849 18
                                    

Liat nggak tadi, Kak Gavin berangkat bareng Kak Elisa.

Uuuh....cocok banget mereka berdua.

Prince and princess SMA Pelita Jaya.

Kak Gavin jadi lembut banget, beda pas sama si gatel itu.

Eeeew....si gatel Gendis mah bukan apa-apa dibandingkan sama Kak Elisa.

Bahkan setelah Gendis tak pernah terlihat bersama dengan Gavin, Gendis masih diberi label 'gatel'.

Bahkan ketika terlihat jelas bahwa Gavin lah yang memaksa Gendis, tetap saja label 'murahan' melekat pada diri Gendis.

Menjadi wanita pertama yang 'diperhatikan' Gavin, rupanya membuat Gendis memiliki citra yang buruk dan itu akan berlangsung sepanjang kehidupannya selama di SMA Pelita Jaya.

Jangan tanyakan bagaimana mental dan perasaan Gendis. Dia tertekan! Beruntunglah hingga saat ini ada sahabat-sahabatnya yang selalu berusaha melindungi Gendis.

"Itu beneran Gavin pacaran sama si Elisa?" tanya Manda pada gengnya.

"Tau tuh....kayaknya sih iya. Liat aja tuh kemana-mana gandengan tangan. Eneg gue liatnya."

Diandra melihat Gendis yang diam saja.

"Kamu nggak papa Dis?"

"Hm?" Gendis hanya senyum.

"Lo kenapa? Jangan bilang lo suka sama si brengsek itu!" Febi mulai terpancing emosinya.

"Gendis...?" Manda juga minta kejelasan.

"Dih .... Kalian tuh yang nggak peka! Ya jelaslah Gendis jadi punya perasaan suka sama Gavin. Setelah mereka tinggal bareng, ngelakuin banyak physical touch, kalian pikir Gendis nggak bakal ada perasaan apa-apa sama Gavin?" Sheryl gemas.

"Ya tapi kan dulu lo juga  sering dikasarin Dis, masa iya lo bisa suka?" Febi dengan entengnya memberikan pendapat.

"Iya, apalagi kamu tau sendiri kan Dis, kalau kamu cuma dimanfaatin Gavin, kok kamu masih bisa suka?" Manda ikut menimpali.

"Ya kalau perasaan yang ngatur otak, aku juga pasti bakal nolak perasaan ini." Gendis tersenyum miris.

"Lo kejebak hubungan yang toxic banget sama Gavin, gue harap lo nggak makin nyakitin diri lo sendiri Dis." Ucap Febi.

"Aku juga nggak mau Feb... Tapi susah."

"Sekarang aku liat Gavin kayak gitu. Aku jadi sakit sendiri, sesak rasanya."

"Belom lama dia masih nyentuh aku, maksa aku berhubungan sama dia, kasar banget sama aku. Lalu beberapa hari yang lalu , dia minta maaf, bersikap lembut ke aku setiap kita g sengaja ketemu. Sekarang dia udah jalan sama Elisa, memperlakukan Elisa layaknya putri."

"Aku nggak bisa untuk nggak bandingin sikap dia ke aku sama sikap dia ke Elisa. Aku masih nggak terima..."

"Do you get it? Aku pingin lepas dari dia, tapi aku terlanjur ngasih hatiku ke dia. Aku udah bisa lepas dari dia, tapi aku masih merasa terikat. Bener kata Febi, ini toxic. Aku yang toxic ke diri aku sendiri." Air mata yang dari tadi ditahan kini akhirnya keluar juga.

"Pelan-pelan aja Dis....kita bantu kamu buat sepenuhnya lepas dari
dia. Oke?" Diandra meyakinkan.

**

"Sayang, ke kantin aja yuk, aku laper." ucap Elisa yang saat ini berstatus sebagai kekasih Gavin.

Tanpa berfikir lama, Gavin menyetujui ajakan Elisa. Mereka pun bergabung dengan teman-teman Gavin.

"Sayang, aku beli makanan dulu ya..."

"Okey baby....aku tunggu..." Gavin menjawab dengan manis dan lembut. Sangat berbeda dengan kepribadian Gavin yang sebenarnya.

Prang...

"Oh maaf! Maaf aku nggak ngeliat...maaf maaf...." Gendis  meminta maaf pada orang yang tak sengaja disenggolnya hingga piring yang dibawa orang itu terjatuh.

"Sayang kamu nggak apa-apa?"

Gendis mendongak dan melihat ternyata Gavin lah yang berbicara. Baru Gendis sadari, orang yang ia senggol adalah Elisa.

"Iya...nggak papa..." ucap Elisa lembut.

Kini Gendis melihat dua orang di depannya, terlihat seperti pasangan yang kasmaran pada umumnya.

Gendis mengepalkan tangannya. Menahan perasaan tak nyaman yang sedari tadi muncul di hatinya.

Tak ingin berlama-lama bersama mereka, kini Gendis mengeluarkan selembar uang 100 ribu.

"Ini buat gantinya. Maaf ya...." Gendis memberikan uang itu pada Elisa dan segera beranjak pergi.

"Gendis!" Panggilan Gavin menghentikan langkah Gendis.

"Lo udah tau kan kalau gue sama Elisa pacaran. Tadi... Gue harap lo tadi emang nggak sengaja nyenggol Elisa. Bukan karena sakit hati ke gue kan Dis? Padahal gue udah minta maaf sama elo. Kalo lo emang nggak ikhlas jangan bilang udah maafin gue."

Suara Gavin, cukup lantang hingga bisa didengar oleh hampir semua pengunjung kantin.

Gendis semakin mengepalkan tangannya. Kenapa Gavin berbicara selantang ini? Dan berucap seakan Gendis tak ikhlas memaafkannya.  Apa Gavin sengaja?

"Maaf aku beneran nggak sengaja." Gendis menoleh sekilas kemudian segera meninggalkan tempat itu. Menghiraukan ucapan dan bisikan siswa lain yang mengecap Gendis memang sengaja.

Gendis semakin mengepalkan tangannya. Berjalan lurus sambil menahan tangisannya.

Kakinya terus melangkah, membawa Gendis hingga ke taman belakang. Dirasa sepi, Gendis pun menumpahkan air matanya.

"Lo nangis?" Suara berat seseorang berhasil mengagetkan Gendis.

"Bang Rio..."

"Karena tadi di kantin?" Tanya Rio.

Gendis mengangguk.

"Kamu bener bang. Aku masih  harus tetap hati-hati sama Gavin."

"Dia sengaja bicara sekeras itu biar semuanya dengar. Dia pinter banget ngomongnya." Gendis mengatakannya sambil tertawa, menangis sekaligus tertawa.

"Permintaan maaf Gavin waktu itu, gue rasa cuma mau bikin perasaan lo naik turun."

"Iya. Bodoh aku ya? Aku baper waktu itu. Cuma karena Gavin bersikap lembut aku jadi baper."

"Yok, gue antar balik ke kelas. Lo nggak usah mikirin Gavin. Ikut kita yok nanti sore. Gue sama Sheryl mau maen, kayaknya temen-temen lo yang lain  juga ikut. Temen gue juga nanti ada yang mau gabung."

"Kemana? Kok nggak ada yang bilang sama aku."

"Kayaknya nonton sih."

"Oke deh... Sama mau beli eskrim nanti ya bang? Hehe.."

"Eskrim mulu!" Ucap Rio sambil mengacak-acak rambut Gendis.

Gendis dan Rio kini makin dekat. Hubungan mereka lebih seperti kakak laki-laki dengan adik perempuannya. Sheryl tentunya tak akan cemburu, karena Sheryl pun memperlakukan Gendis seperti itu juga.

Tapi mungkin tidak dengan orang lain. Banyak yang menganggap kini Gendis mulai kegatelan pada Rio.

Begitu juga dengan Gavin yang tadi diam-diam mengikuti Gendis. Kini Gavin mengepalkan tangannya, kesal karena mengira Gendis akan menangis namun yang ia lihat kini justru Gendis sedang berjalan dengan Rio sambil tertawa.

"Lo mau ngejalang kayaknya...." Gumam Gavin.

*****

FAULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang