Jangan lupa untuk Vote dan komentar sebelum membaca 🤗
.
.Rutinitas Syafa kembali sedia kala, aktifitas yang padat sudah siap dilakukannya kembali. Walaupun kondisinya masih dibilang dalam pemantauan dokter, tapi sekarang Syafa sudah kembali ke Malang.
Sudah dua hari kembali ke Malang, segudang pertanyaan yang membuat Syafa hanya bisa tersenyum kecil. Godaan yang selalu dilontarkan oleh senior, letting, dan Junior membuat Syafa ingin berteriak karena malu.
"Ternyata Iptu Ibram sudah punya calon istri, adik asuh kesayangan lagi"
"Cocok banget mereka berdua, Iptu sama Ipda.. satu kantor lagi"
"Jadi pulang dari tugas lansung pengajuan nih, Mbak?"
Pertanyaan yang seperti itu diulang-ulang, Syafa rasanya sangat malas untuk menanganggapi tapi ini yang harus diterima oleh Syafa, karena satu kantor, senior-junior, abang asuh-adik asuh.
"Aku selalu jadi bahan godaan orang-orang kantor, Bang.." Syafa bercerita pelan disambungan telepon dengan Ibram.
"Iya dijawab ajalah dek, kan nggak ada yang salah," Syafa berdecak. Membuat Ibram tertawa diseberang sana
"Kalau sekali dua kali pertanyaan, Aku akan jawab dengan ikhlas Bang. Tapi ini setiap mereka liat Aku, pasti diledekin," Lagi-lagi Ibram hanya bisa tertawa.
"Kalau seandainya kamu nggak mau jawab yaudah dek, atau mereka ngerecokin kamu?"
"Iya Bang, apalagi teman Letting. Belum lagi teman satu Lemdik yang tahu, ramai Bang karena godain Aku," suara Syafa tertahan saat rekan satu ruangan dengannya melihat sambil tersenyum penuh arti.
"Nanti biar Bang Ibram bilangin ke mereka, jangan godain calon istriku.." Syafa bisa menebak Ibram yang menahan tawa diseberang sana.
"Bang Ibram jangan ikut-ikutan, gimana sih. Syafa tutup telfonnya. Assalamu'alaikum,"
"Iya dek, wa'alaikum salam calon istriii.." Syafa lansung mematikan sambungan begitu mendengar jawaban Ibram. Geli rasanya saat mendengar kata calon istri diucapkan oleh Ibram.
__Jam 8 pagi Syafa sudah berdiri disamping Jalan, dengan seragam polisi tidak lupa dengan rompi hijau dengan masker yang selalu dipakainya.
Membuat Syafa sangat cantik dengan rambut sebahunya, tidak jarang dia mendapat gombalan receh dari anak SMA yang ditilangnya.
"Mbak Syafa, bener ya calon istri Iptu Ibram?" Syafa melihat junior yang bertanya dengan suara pelannya.
Dengan senyum tipisnya Syafa menjawab "Aamiin, di do'akan saja biar lancar ya dik," yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Juniornya
"Mbak udah lama ya kenal dengan Iptu Ibram?" Syafa hanya diam sebentar kemudian menganggukan kepala pelan.
"Mbak lebih suka sama yang sekantor ya?" Syafa sekarang menatap sinis juniornya yang baru pertama kali bertugas dengannya.
"Bisa fokus dengan tugas kita, Dik? Kalau mau bicara hal privasi jangan disini. Saya nggak mau tugas sama orang yang nggak bisa profesional." Syafa berbicara dengan nada datar dan mata yang menatap tajam.
"Siap salah Mbak." Syafa hanya menganggukan kepala pelan.
Semuanya yang bisa melihat Syafa berbicara dengan suara datar dan tatapan yang tajam membuat mereka paham dengan situasi. Feby meminta maaf pada semuanya karena membuat suasana menjadi tidak nyaman.
"Kamu nggak bisa tanyain hal yang privasi saat sudah di Jalan gini, apalagi sekarang kita udah siap buat operasi," ingat Teman Leting Feby dengan berbisik pelan, Feby menganggukan kepalanya pelan.
"Siap ditempat masing-masing, kalau ada yang nggak bisa fokus kembali ke kantor." Kalimat pedas Syafa terdengar oleh semuanya, Syafa menatap sinis Feby
___
"Mohon maaf pak, bisa tunjukan kelengkapan surat berkendara?" Syafa sedikit merunduk saat meminta pada pengendara."Tunggu sebentar ya Bu," Syafa menganggukan kepala pelan. "Ini Bu, bisa di cek" Syafa mengecek dengan seksama. Semuanya lengkap membuat Syafa tersenyum kepada pengendara.
"Lengkap ya Pak, maaf menganggu perjalanannya. Hati-hati dan selalu mengutamakan keselamatan." Syafa berdiri dan mengalihkan pandangan saat melihat juniornya terlibat adu mulut dengan seorang pengendara motor
"Saya nggak mau bayar, Mbak jangan mentang-mentang polisi bisa nilang saya seenaknya." Syafa mendengar itu. Memanggil Teman Lettingnya yang baru sampai untuk berdiri ditempatnya.
"Maaf Mbak, bukan seenaknya. Tapi Mbak tidak bawa kartu SIM, pajaknya nunggak 3 bulan, spionnya nggak ada," jelas Feby dengan suara tegasnya.
"Mbak.. orangtua saya anggora DPR," Kali ini Syafa sudah tidak bisa melihat saja.
"Ada apa ini Bripda Feby?" Pertanyaan itu memang untuk Feby tapi tidak dengan penglihatan Syafa yang mengarah pada pengendara motor
"Dia melanggar, tapi dia tidak mau membayar denda,"
Lapor Feby pada Syafa."Saya bukannya nggak mau bayar Bu Polwan, tapi saya sekarang lagi buru-buru. Nanti biar ajudan Papah Saya yang kesini buat bayar dendanya," jelas si pengendara saat melihat Syafa
"Kalau begitu tunggu sampai Ajudan Papah Mbak, datang baru bisa pergi." Syafa berbicara dengan membaca kesalahan yang sudah dicatat dan denda yang harus dibayar.
"Bu.. saya buru-buru. Saya mau jemput pacar Saya yang baru pulang tugas," Syafa mengangkat alisnya begitu mendengar alasan buru-buru gadis didepannya ini.
"Kalau Mbak buru-buru, seharusnya Mbak tidak akan menolak untuk bayar denda. Didepan sana ada ATM yang bisa Mbak pakai untuk bayar dendanya, kenala harus berbelit-belit?" Syafa sudah kehilangan kesabarannya. Menatap tajam pengendara yang melanggar dengan lurus.
"Kok ngegas Bu? Polisi tugasnya itu mengayomi masyarakat. Kalau ada yang salah dijelasin baik-baik. Bukannya malah marah sama Masyarakat"
"Saya mint tolong Ya Mbak, sekarang Mbak tinggal pilih. Ikut sidang atau bayar denda," Syafa kembali berbicara dengan suara pelannya.
"Saya anak anggota DPR, nama Mbak siapa? Biar saya laporin ke Papah saya biar Mbak dipecat sama Atasan Mbak." Syafa hendak membalas tapi suara berat dibelakangnya membuatnya melihat siapa yang datang.
"Mohon maaf Mbak, Saya diutus buat menyelesaikan masalah penilangan. Berapa yang harus dibayar untuk dendanya?" Syafa melihat dengan seksama siapa lelaki didepannya ini.
"Feby kasih prosedur penilangan, biar dibaca sama orangbyang diutus ini. Arinda Khalista harus tanda tangan sendiri." Dengan cepat Gadis itu menandatangani surat denda. Lansung pergi meninggalkan tempat itu.
Semuanya kembali ke tugas masing-masing, berulang kali Syafa mendengar permintaan maaf dari orang yang tidak tau apa-apa yang baru saja datang.
"Siapa sih itu? Belagu banget. Baru juga jadi anak anggota DPR, 5 tahun kedepan bakal jadi apa kalau orangtuanya bukan lagi anggota DPR.." Syafa hanya tersenyum sama mendengar gerutuan teman lettingnya.
"Nggak usah marah-marah. Gantiin bentar ya, Aku mau Dhuha sebentar. Pinjam motor dong, tadi Aku kesini naik mobil." Fadil memberikan kunci motor yang lansung diterima oleh Syafa.
Sudah menjadi rutinitas Syafa saat setiap hari, kebiasaan Sholat yang tidak pernah ditinggalkannya sejak kecil.
**
BersambungJangan lupa untuk vote dan komentarnya 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Khitbah dan Siaga (END)
Художественная прозаSequel He Is Marinir (spesial Anak sulung Aldzi dan Izza) Serial Syafa Syailendra 🤗 ... "Laki-laki terlalu segan denganmu Kak, cobalah untuk merendah. Segigih apapun Kakak meraih gelar dan pangkat, Kakak perempuan dan perempuan itu sebagai Makmum d...