Syafa Pov
Aku sudah harus menata kembali hatiku yang beberapa bulan terakhir ini terbengkalai, dan pikiranku yang selalu kacau setelah ditinggalkan oleh Oma Dziya. Di hari kebahagiaan Bang Ibram dan Dea, Aku harus berduka dengan kepergian Oma selama-lamanya.
Di dua tempat yang berbeda dengan nuansa yang berbeda pula, Aku yang mendapat banyak ungkapan bela sungkawa dari kerabat dekat dan rekan kerja, dan pasangan pengantin baru yang mendapatkan ucapan selamat dari seluruh tamu undangan.
Tapi satu pesan yang membuatku menangis tersedu membaca pesan itu, Bang Ibram mengirimkan pesan belasungkawa saat mendengar Oma Meninggal dengan menggunakan nomor Dea, Istrinya.
Aku turut berduka cita dengan kepergian Oma, ikhlas ya Dek.. Allah lebih sayang dengan Oma dan pastinya Opa Alghy sudah menunggu kekasih hatinya di Surga.
-Ibram-
Aku sedih karena pesan itu dikirim oleh Bang Ibram bukan Dea, mungkin Aku tidak akan menangis tersedu saat Dea yang mengirimkan pesan tersebut, tapi Bang Ibram yang sudah dikenal sangat dekat dengan Oma. Bahkan sudah berjanji akan menikahiku didepan Opa dan Oma dulu. Tapi dihari kepergian Oma, Bang Ibram melaksanakan Akad nikah dengan perempuan lain, yaitu Dea.
Tidak sedikit yang bertanya mengapa aku gagal menikah dengan Bang Ibram, Aku hanya menjawab dengan jawaban yang umum. Belum jodoh itu adalah jawabanku saat banyak pertanyaan yang terlontar untukku.
Mengingat pembicaraanku dengan Syifa sebelum kepergian Oma Dziya di Rumah sakit tempat Oma menghembuskan nafas terakhirnya.
“Pagi ini, Akad Nikah Bang Ibram sama Dea.” Syifa membuka pembicaraan saat kita berdua diperintahkan untuk membeli makanan untuk keluarga. “Mungkin aku akan jadi orang yang sangat terpuruk saat mendapat penolakan dari Ibu Bang Ibram, Mbak..” Aku menatapnya sambil tersenyum untuk kuat.“Sampai sekarangpun Aku masih merasa terpuruk, mungkin Aku tidak berjodoh dengan dia karena alasan Ibu yang tidak ingin mendapatkan menantu seorang polisi. Tapi beberapa bulan setelahnya, Aku dapat kabar kalau dia dijodohkan dengan perempuan lain.” Aku menatap Syifa yang menatapku dalam, ya dia adalah orang yang paling merasakan sakit hati, mungkin karena kita berada didalam satu kandungan yang sama.
“Tapi saat tahu kalau perempuan yang dijodohkan dengan Bang Ibram satu profesi yang sama denganku. Aku selalu menilai diriku sendiri, membandingkan diriku dengan Dea. bertanya-tanya apa kekuranganku? Apa yang aku tidak bisa? Apa karena pangkatku? Apa karena Aku tidak berhijab?” Syifa menangis mendengar curahan hatiku.
“Kenapa Mba tidak berjuang atau menunggu sampai Ibu Bang Ibram luluh?” pertanyaan Syifa membuatku tertawa miris.
“Aku akan berjuang jika ayah dan bunda tidak merestuiku dengan Bang Ibram, tapi Aku tidak bisa melawan restu orangtuanya apalagi restu wanita yang sangat berjasa bagi Bang Ibram. Jika melepaskan adalah pilihan terbaik, maka cinta akan mengajarkan kita arti dari bertahan atau mengikhlaskan.”
Aku masih harus mempersiapkan dokumen untuk keperluanku saat berada di Inggris, keluargaku banyak yang menentang dengan pilihanku. Tapi berkat dukungan Ayah, Aku bisa pergi untuk melanjutkan sekolahku yang tertunda.
“Mbak, Bang Ibram minta ketemu sama Mbak Syafa..” Aku menggelengkan kepalaku tanda menolak. Ini sudah dua bulan setelah mereka menikah. Aku sudah dua hari ada di Malang entah dia dapat kabar dari mana kalau Aku ada dirumah
“Mbak, Bareng istrinya ketemuannya.” Aku menghentikan gerakan tanganku yang sibuk mengemas pakaianku. “Mereka hanya ingin bertemu Mbak secara lansung. Jangan jadi pengecut untuk selalu melarikan diri dari mereka. Mbak harus buktikan kalau Mbak baik-baik saja dan lebih bahagia daripada mereka.” Kalimat keras Syifa membuat Bunda yang ada didepan pintu kamarku menatap kami berdua dengan diam.
“Aku nggak melarikan diri dari mereka berdua, kamu tahu sendiri kan selama ini Aku bagaimana. Aku baik-baik saja, Aku bahagia. Katakan Aku Sibuk.” Ucapku tegas menatap Syifa dengan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khitbah dan Siaga (END)
Ficção GeralSequel He Is Marinir (spesial Anak sulung Aldzi dan Izza) Serial Syafa Syailendra 🤗 ... "Laki-laki terlalu segan denganmu Kak, cobalah untuk merendah. Segigih apapun Kakak meraih gelar dan pangkat, Kakak perempuan dan perempuan itu sebagai Makmum d...