Bagian 15

852 54 2
                                    

Selamat membaca 😚
....
Ibram menatap Syafa yang hanya diam dan menatap kesamping, Ibram tahu kalau Syafa menangis dalam diam. Semuanya memang benar, itu juga yang menjadi kekhawatiran Ibram dengan hubungan mereka berdua. Bukan tidak mungkin kalau orangtuanya luluh dengan kehadiran Salma.

“Bang Ibram bisa meyakinkan Aku kalau tidak akan berpaling, tapi tidak dengan orangtua Bang Ibram.” Lirih Syafa membuat Ibram diam seribu bahasa. Bukan hanya sekali dua kali keluarganya mengungkit hubungannya dengan Syafa yang tidak ada ujungnya.

“Memang benar apa yang kamu katakana tadi, Jujur saja setiap keluargaku selalu bertanya dengan hubungan kita berdua. Memang kita sudah bertunangan, tapi ini sudah terlalu lama dek.” Ucapan Ibram membuat Syafa mengalihkan pandangannya menatap Ibram sepenuhnya dengan pipi yang basah karena airmata.

“Tapi Aku nggak akan lepasin kamu dek, bagaimanapun tanggapan keluargaku terhadapmu. Kurang lebih satu tahun lagi, Aku pasti akan nungguin kamu,” Syafa menangis mendengarkan pengakuan jujur Ibram.
Syafa menganggukan kepala dengan tangisan yang masih menetes dari mata sipitnya tersenyum kecil dan menganggukan kepalanya.

“Ibram.. “Suara Fara –Ibu Ibram- memanggil Ibram dari pintu depan dengan Salma yang ada disampingnya

“Iya bu..”Ibram beranjak dari tempat bangku dan mendekat ke arah Fara bersama Syafa

“Kamu anterin Salma pulang ke Kos nya, kasian perempuan pulang malam-malam sendiri,” Ucap Fara sambil tersenyum menatap Salma membuat Syafa lensung menatap lurus kearah Salma yang memasang ekspresi tidak enak pada Ibram

“Terus Syafa gimana? Masa Aku tinggalin disini bu,” Tolak Ibram menatap Syafa yang hanya diam mengamati situasi didepannya.

“Syafa nggak apa-apakan ditinggal Ibram sebentar? Kosnya nggak jauh kok.”Syafa mendengar itu hanya menganggukan kepalanya dan memasang senyum

“Nggak apa-apa kok Bu, ini Syafa juga udah mau balik ke penginapan waktu itu. nginep disana.” Ucap Syafa dengan senyum, membuat Ibram menatap Syafa tidak percaya. “Kalau gitu Bu, Syafa pamit ke dalam. Permisi..” Syafa undur diri masuk kedalam mengambil tas dan berpamitan pada anggota keluarga yang lain.

“Ibram.. ayo dianterin pulang Salmanya, kasian harus istirahat.”Ibram menghembuskan nafasnya kasar. Tanpa berkata-kata Ibram berjalan lebih dulu kearah mobil diikuti Salma dibelakang.
Keheningan dalam mobil Ibram membuat suasana canggung diantara keduanya, sesekali Salma menatap Ibram yang menyetir dalam diam.

“Jangan kirim makanan atau apapun itu ke kantor, Jangan buang waktu dan tenaga kamu secara percuma.” Ucap Ibram datar membuat Salma menatap Ibram

“Ohiya, mulai besok dan seterusnya nggak usah kerumah buat periksa Ayah sama Ibu. Biar nanti saya yang cari dokter buat periksa mereka.” Salma hanya diam tidak menjawab ucapan Ibram.

“Apa calon istrimu tidak suka?” Ibram melirik Salma kemudian menganggukan kepalanya

“Bukan tidak suka, tapi dia sangat berterima kasih sama Kamu karena sudah memperhatikan calon mertuanya. Tapi saya yang tidak suka dan tidak nyaman dengan perlakuan kamu pada keluarga Saya. Saya tidak suka dengan perlakuan kamu.” Ucapan Ibram membuat Salma terdiam.

“Kita teman sejak kecil Ibram—“

“Iya benar, Tapi sekarang kita udah dewasa Salma. Apalagi sekarang Aku udah tunangan. Aku harap kamu ngerti.” Ucap Ibram dingin dan sudah sampai ditempat Kos Salma. Ibram tidak turun hanya menunggu Salma turun dari mobil.

Khitbah dan Siaga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang