Bagian 28

812 60 3
                                    

....

Dea Pov

Bulan ini adalah bulan ketiga Aku mengikuti program hamil bersama Bang Ibram, diusia pernikahan satu tahun lebih kami memutuskan untuk mengikuti saran dari banyak orang untuk ikut program hamil.

"Sore ini kita periksa ke Rumah Sakit kan?"pertanyaan Bang Ibram saat perjalanan pulang membuatku mengangguka  kepala.

"Bang Ibram, udah denger kabar Mba Syafa?"Aku melihat kearah Bang Ibram yang menyetir dengan wajah tampannya.

"Selama ini, ada keluhan nggak?" Aku kaget dengan pertanyaan Bang Ibram. Aku menatapnya kemudian menggelengkan kepala

"Mungkin dia jadi topik pembicaraan selama beberapa hari kedepan di kesatuan polisi. Bukan hal yang baru sih, kalau soal akademik dia unggul. Dia memang punya mimpi yang besar." Tanpa diminta Bang Ibram bercerita tentang Mbak Syafa.

"Tahun depan kayaknya dia udah stay di Jakarta. Itu juga Saya denger  dari teman angkatannya yang sekantor dengan Saya." Aku menganggukan kepalaku pelan tanda mengerti.

Setelah sampai dirumah, Aku dengan cepat masuk dan membuatkan Bang Ibram kopi dengan kue kacang coklat yang kubuat.

"Dik, lansung mandi dan siap-siap biar nggak keburu magrib ya. Nanti udah banyak yang ngantri." Aku menganggukan kepala.

Dokter yang menangani program hamilku yaitu, dokter Syifa. Iya adik dari Mbak Syafa yang sudah menikah dengan dokter Angkatan Laut. Bukan satu kesengajaan, tapi Bang Ibram mengatakan kalau dengan Syifa membuat kita lebih santai. Iya santai dalam berbicara karena seumuran.

"Pasien berikutnya suster," suara dari dalam ruang membuatku dan Bang Ibram berdiri dari tempat duduk.

"Selamat datang Pak, bu. Bagaimana dengan kehamilannya?" Kalimat pembuka membuatku terdiam saat melihat papan nama diatas meja dokter kandungan didepanku.

"Assalamu'alaikum dokter." Kalimat Bang Ibram membuat Syifa terdiam dan mengangkat wajahnya. Menatap pasien didepannya adalah orang terdekat Mbaknya.

"Silahkan duduk." Ya Syifa lansung mempersilahkan pada kami untuk duduk didepannya. "Ada yang bisa saya bantu?"pertanyaan Syifa membuatku dan Bang Ibram menganggukan kepala bersama.

"Kita berdua, ingin melakukan program hamil dokter," Ucapku pelan. 

Banyak yang ditanyakan oleh Syifa, memberikan saran-saran untuk program hamil agar berhasil. Iya, tidak ada kecanggungan antara Bang Ibram dan Syifa yang notabenenya adalah mantan tunangan saudara kembarnya.

"Semoga berhasil ya program hamilnya," ucap Syifa tulus sambil tersenyum. Aku dan Bang Ibram mengucapkan terima kasih.

Dan hari ini kami kembali lagi,  duduk didepan ruangan Dokter Syifa.

"Ibu Dea Maharani?" Giliranku untuk masuk.

"Bagaimana keadaannya? Ada keluhan atau bagaimana?"

"Saya sudah telat dokter, 3 minggu. Tapi saya tidak mengalami muntah-muntah," jelasku kepada dokter.

"Sebelumnya sudah di cek?" Aku mengganggukan kepala pelan. Dan mengeluarkan alat tes kehamilan yang menunjukan dua garis dengan jelas.

"Kalau dengan tespack sudah seperti ini, kita harus  usg biar lebih jelas ya. Ohiya mohon maaf ini, bila berkenan saya akan usg transvagina. Biar lebih jelas,takutnya karena usia masih terlalu kecil tidak bisa dilihat dengan usg biasa Bu." Jelasnya pelan yang membuatku menganggukan kepala pelan.

Melakukan pemeriksaan dengan keadaan hening membuatku sedikit takut. Melihat di layar monitor yang memperlihatkan kondisi rahimku. Terlihat masih sangat kecil, yang membuatku terdiam dalam tangis haru.

Bang Ibram menatapku berkaca-kaca, sedangkan Syifa tidak kalah bahagianya dengan Syifa selaku dokter kandunganku. Dia tersenyum dengan bahagia, dan mengucapkan selamat dengan tulus.

"Selamat ya, atas kehamilan pertamanya Bu Dea Dan Pak Ibram. Silahkan dibersihkan terlebih dulu, setelah itu saya akan resepkan vitamin ya." Aku menganggukan kepala bersama Bang Ibram. Tidak lupa kita ucapkan terima kasih pada Syifa.

Beberapa catatan vitamin untukku diresepkan oleh Syifa, bahkan beberapa kali Bang Ibram bertanya tentang makanan yang baik untuk ibu hamil.

Setelah selesai, Syifa melihatku dengan Bang Ibram yang berpegangan tangan sambil tersenyum.

"Terima kasih Bang Ibram, sudah menerima dan memperlakukan Mbak Dea dengan Baik." Ucap Syifa membuaku terdiam dan Bang Ibram terdiam.  "Aku meneruskan pesan Mbak Syafa, sehat-sehat ya dek. Sampai bertemu dibulan depan." Aku menganggukan kepala.

"Sampaikan salam kita berdua untuknya, katakan kalau kita berdua sudah bahagia. Sekarang gilirannya untuk berbahagia." Suara Bang Ibram membuatku menatapnya. Bang Ibram memang berbicara dengan Syifa, tapi genggaman tangannya padaku tidak dilepaskannya.

...

Ibram Pov

Menikahi orang yang dicintai adalah suatu harapan, tapi mencitai orang yang dinikahi adalah suatu kewajiban. Ya kalimat itulah yang menyadarkanku bahwa mencintai Dea adalah suatu kewajiban.

"Syafa adalah perempuan yang tidak pernah bisa Bang Ibram lupakan. Kamu memiliki tempat tersendiri, sedangkan Syafa juga punya tempat tersendiri. Mungkin ini adalah suatu keegoisan, tapi ini adalah kejujuran yang harus kamu ketahui." Aku menceritakan kisahku dengan Syafa waktu dulu, bagaimana kita saling mengenal sampai bisa bertunangan pada perempuan yang sedang berbaring terlentang mendengarkan ceritaku.

"Ada rasa menyesal mengenal Mbak Syafa?" Suara Dea membuatku terdiam kemudian menggelengkan kepala

"Mungkin rasa penyesalan sedikit, karena tidak bisa sama-sama. Tapi kembali lagi pada takdir. Dan Bang Ibram percaya bahwa Tuhan sudah menyiapkan rencana terbaik versi Nya dibandingkan rencana kita. Buktinya sekarang, kita berdua bisa hidup bersama dan sebentar lagi akan ada malaikat kecil yang melengkapi keluarga kita. Dan itu adalah satu rencana Tuhan." Aku melihat kearah Dea yang menatapku sambil mengulum senyum malu.

"Masih banyak yang seakan nggak bisa lupa dengan kisahnya Bang Ibram dengan Mbak Syafa?" Aku menganggukan kepala pelan. Ya memang itu adalah faktanya.

"Kisahnya itu wajar bila dijadikan kenangan tapi untuk mengulang cerita yang lama tidak ada dalam rencanaku." Aku tersenyum penuh arti seakan menggoda Dea yang hanya tertawa melihat kelakuanku.

"Kayaknya kamu harus banyak stay dikantor daripada dilapangan. Nanti kamu capek, dek.." ucapku melihatnya dalam.  Dea.mengalihkan pandangannya keudian menggelengkan kepalanya

"Aku masih bisa kok, lagian dokter bilang sehat banget kandunganku" ucapnya pelan.

"Pokoknya kalau capek harus istirahat, nggak usah dipaksain. Makan juga harus teratur, ah iya, sekarang pekerjaan rumah yang berat-berat nggak usah dikerjain. Atau kita cari bibi yang bisa bantu kamu? Pulangnya sore. Gimana?" Kalimat panjang itu terluncur begitu saja dari bibirku yang lansung ditolak mentah-mentah oleh Dea.

"Bang, Aku nggak apa-apa. Semuanya juga Masih bisa Aku lakuin. Lagian Bang Ibram sering bantu juga kan soal kerjaan rumah. Kita tidur ya Bang, besok kan harus ke kantor." Ucapnya sambil memperbaiki posisi tidurnya

Aku memperbaiki selimut yang kita pakai, kemudian merapatkan tubuhku padanya. Memeluknya lembut tidak lupa mencium keningnya pelan. Mengusap perut ratanya yang sebentar lagi akan mebuncit karena ada seorang bayi didalamnya.

Tuhan, berikanlah kesehatan untuk Istri dan janin yang ada dikandungannya. Aamiin

***

Dua part menuju ending 😊

Maaf ya teman-teman, updatenya sangat-sangat terlambat 🙏 urusan perkuliahan menjadi faktor utama terhambatnya Update.

Jangan lupa untuk vote dan komentar ygy 😊🤗

Khitbah dan Siaga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang