Bagian 12

930 65 4
                                    

....
Surabaya


Aku memandang rumah yang ada didepan, bukan rumah Orangtuaku. Tapi rumah orangtua calon suamiku, ya ini adalah rumah orangtua Ibram. Terlihat dari dalam mobil kalau didalam sana ramai dengan sanak keluarga, sebab apa? Karena kehadiranku yang mereka tunggu.

"Kamu nggak perlu takut dek, Keluargaku baik, mereka nggak akan nyinyir sama kamu." Aku mendengar suara Bang Ibram yang membuatku menganggukan kepala dan tersenyum tipis.

Kemarin adalah hari terakhir Bang Ibram satu kantor dengan Aku, dia akan menjadi Kapolsek di Daerahnya sendiri. Aku ikut berbahagia dengan jabatan barunya.

"Ayo masuk dek, kalau aja kita udah nikah, udah bebas dong buat pegangan tangan." Aku lansung menatapnya sinis, yang hanya dibalas dengan kekehan kecil darinya.

"Bang Ibram kebelet nikah apa gimana sih?"

"Kalau sama perempuan lain enggak, tapi sama kamu. Pengeeen banget dari dulu." Aku hanya memutar bola mata jengah.

Keluar dari mobil dan menatap calon ibu mertuaku yang sudah berdiri didepan pintu utama menatapku sambil tersenyum, apa yang harus Aku takutkan saat berhadapan dengan calon mertuaku? Mereka tidak pernah jahat. Mereka selalu baik, bahkan Bang Ibram yang berjalan dengan cepat ingin memeluk Wanita yang sudah berjasa di hidupnya justru menghindar dan memeluk tubuhku yang ada dibelakang Bang Ibram.

"Sudah lama Nggak ketemu Syafa, sekarang makin cantik. Gimana kabarnya?" Beliau memeluk tubuhku dengan hangat tak lupa meninggalkan kecupan dipipi kanan dan kiri.

"Ibu.."seruan protes dari Ibram yang hanya diacuhkan oleh Calon ibu mertuaku.

"Alhamdulillah Bu sehat, Ibu bagaimana?"Pertanyaanku yang membuat Ibu mengelus punggung tanganku lembut.

"Iya namanya juga sudah begini, macam-macam penyakit masuk. Tapi Alhamdulillah sekarang baik Nak. Kamu kenapa Ibram? Nggak suka Ibu deket sama Syafa? Cemburu?" Pertanyaan Ibu membuaku tertawa.

"Anak Ibu itu Ibram, bukan Syafa. Tapi lebih seneng ketemu Syafa." Gerutuan Bang Ibram membuat seluruh keluarga tertawa mendengar ucapan Ibram.

"Ya Ampuun Ibram, Kamu itu harus maklum sama Ibu. Beliau sangat ingin menantu perempuan, apalagi Syafa bisa hadir diacara kali ini." Aku mendengar seruan dari wanita yang wajahnya mirip dengan calon ibu mertuaku, mungkin saudara Ibu.

"Tante Syafa ya?" Pertanyaan dari samping membuatku menatap sedikit kebawah. Melihat seorang gadis remaja yang menatapku penuh senyum. "Aku Andira Ponakan Om Ibram yang paling gede. Tante cantik banget.." Aku tertawa kecil mendengar pengakuannya.

Ibu menatapku dengan tatapan lembut dan bibir yang penuh dengan senyuman. "Syafa bisa bantu apa, Bu?" Aku mengikuti langkah Ibu kearah dapur setelah berbincang-bincang dengan tante,bibi, dan Budhe Ibram.

"Kok kesini? Kedepan nak, jangan kedapur. Bukan disini tempatmu sayang," Ibu menatapku menggelengkan kepala, Aku berdiri menatap Ibu yang tersenyum.

"Syafa mau bantu Bu," Ibu tetap menggeleng menolak tawaranku.

"Syafa ikut kesini bukan untuk pangku kaki dan dilayani oleh Ibu. Tapi Syafa kesini untuk bantu Ibu siapin acara ini." Jelasku pelan membuat Ibu menghembuskan nafasnya pelan.

"Boleh bantu, tapi nggak bisa sentuh apapun itu. disini semuanya udah punya tugas Sayang, biar nanti kamu liatin aja yah." Aku menggelengkan kepala. Aku berbaur pada Budhe yang sibuk memanggang Kue di Oven.

"Udah biarin aja Fara, Syafa tolong Budhe ya. Kamu bisa panggang kue?"

"InsyaaAllah bisa Budhe,---"

Khitbah dan Siaga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang