Bagian 7

1K 70 2
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komentar sebelum membaca
.
.
Syafa belum bisa kembali ke Malang setelah pernikahan selesai, dia harus di rawat di Rumah sakit karena keadaannya yang drop. Dan itu membuat seluruh keluarga khawatir dengan keadaannya. Terlebih Saudara kembarnya, yang sangat merasa bersalah karena pernikahannya Syafa harus sakit.

Pagi hari saat seluruh keluarga berkumpul untuk sarapan, Syafa sama sekali tidak terlihat sampai jam 10 pagi. Dengan cepat Aldzi meminta pihak hotel untuk membuka pintu kamar Syafa karena khawatir, disana Syafa tidur dengan tubuh yang basah dengan keringat dan menggigil.

Berulangkali Syafa menghembuskan nafas jengah, karena Bunda dan Ayahnya selalu menasehatinya. Belum lagi dengan pengantin baru yang tidak berhenti meminta maaf apalagi Syifa yang menangis melihat kembarannya berbaring diranjang Rumah sakit.

"Maafin Syifa ya Mbak, nanti Syifa temenin Mbak disini," ucap Syifa untuk yang kesekian kalinya.

"Aku lebih suka sendiri, kamu pulang aja dek. Kasian suamimu kalau sendirian belum istirahat juga," Syifa menatap Syafa dengan wajah sendu.

"Yaudah Mbak, nanti Syifa balik lagi kesini. Mbak mau dibawain apa?" Syafa terlihat berpikir dan melihat sekitar.

"Bawain hp, sama buku. Biar Aku punya aktivitas dek." Syifa memeluk dengan Sayang Saudara kembarnya. Menghujani Syafa dengan ciuman sayang darinya, membuat Syafa semakin pusing karena bau bunga melati belum juga hilang dari tubuh Syifa.

"Pulang aja kenapa sih? Nggak usah cium sampai over gini." Gerutuan Syafa membuat Syifa lansung tertawa keras.

Sekarang Syafa merasa lebih tenang saat sendiri, tapi yang membuatnya harus merasa sunyi dan bosan karena tidak memiliki aktifitas yang lain. Baru saja memejamkan mata, suara ketukan pintu membuat Syafa harus membuka mata kembali.

Senyum Syafa terbit saat melihat siapa yang baru masuk, sekarang Syafa hanya bisa tersenyum. Adik bungsu Ibram datang dengan membawa buah tangan. Imel Oktaviani Panjaitan

"Kak Syafa kenapa nggak ngabarin kalau sakit?" Syafa hanya bisa tersenyum mendengar itu.

"Tau darimana?" Imel menggelengkan kepalanya pelan.

"Liat dari Story Kak Syifa, Parahnya Bang Ibram tau lebih dulu katanya dari Grup Kantor." Syafa menggelengkan kepala mendengar jawaban Imel. "Nah kan, Bang Ibram sekarang videocall."

"Kak Syafa, Bang Ibram mau bicara," Imel memberikan benda pipih yang wajah Ibran tampil dilayar.

"Hala Assalamu'alaikum," suara Ibram disertai dengan senyum yang sangat Syafa rindukan.

"Wa'alaikum salam, ingkar janji nih Bang Ibram," Syafa membuka percakan dengan wajah yang pura-pura kesal.

Ibran tertawa pelan "Ingkar janji? Janji yang bakal nikahin kamu? Bentar dek.. tunggu pulang misi dulu," Ibram menggoda Syafa yang wajahnya terlihat pucat.

"Bukan itu Bang.. katanya nggak akan komunikasi sampai resmi." Ibram yang mendengar itu mengalihkan pandangannya dari tatapan Syafa yang serius. "Bang.."

"Iya iya calon istri, kamu juga salah kenapa sekarang mesti sakit? Jauhan gini giman bisa jenguk?" Syafa hanya menggeleng mendengar alasan Ibram. "Kenapa bisa sakit?"

"Mungkin udah waktunya buat sakit, kecapeian Bang.." Syafa melihat Imel yang tersenyum mendengar percakapan mereka.

"Bang Ibram sama Kak Syafa ini udah kayak pasangan suami istri," Imel berbicara dengan keras. Syafa hanya tertawa sedangkan Ibram sibuk membesarkan suaranya agar didengar oleh Imel.

"Dia itu calon istriku, kalau dia sakit. Aku nggak bisa fokus tugas disini, dek.. jangan sakit-sakit lagi. Kamu nggak boleh sakit kalau Aku jauh sama Kamu" Syafa hanya mengangguk pelan. Ibram adalah orang pertama selain keluarganya yang khawatir saat dia sakit.

Dokter yang masuk ke dalam ruangan dengan suster yang mengikuti lansung tersenyum saat melihat Syafa yang berbaring.
"Bang Ibram nanti telfon sama handphone Aku aja, sekarang Aku harus istirahat. Ini dokter udah kontrol," Ibram menganggukan kepala, sekarang Imel yang berbicara dengan Ibram.

Sambungan telfon terputus setelahnya, Imel memperhatikan dokter yang seusia Ibunya bercerita dengan Syafa.

"Bagaimana keadaannya sekarang? Lebih enakan?"

"Iya Dok, kira-kira kapan ya saya bisa kembali ke Rumah?"

"Belum juga sehari di Rumah sakit, udah tanya kapan pulang. Mm mungkin setelah dapat informasi dari Ayahmu. Udah punya calon suami?" Syafa hanya tertawa mendengar itu, dengan anggukan pelan Syafa menjawab.

"Alhamdulillah,"

"Dia calon kakak ipar saya dokter, saya disini buat jagain calon istri Abang saya yang masih tugas di Libanon," Imel menjawab dengan cepat, Syafa hanya tertawa mendengar itu.

"Jadi seragam apa ini?"

"Merah muda kelabu Dokter," Syafa menjawab dengan senyum kecilnya. Imel tersenyum senang mendengar jawaban Syafa.

"Padahal kalau belum ada yang punya, mau Saya kenalin sama anak saya" kekehen canggung Syafa dan Imel membuat suasana menjadi kikuk.

Sekarang lihat bagaimana banyaknya orangtua yang ingin menjodohkan Syafa dengan anak mereka.

"Dia jarang pulang terus, Bang Toyib sama anak saya itu kalah Bang Toyib." Semuanya tertawa, selera humor yang bagus menurut Syafa.

"Kamu istirahat ya, biar bisa sembuh. Selamat istirahat" Syafa menganggukan kepala pelan. Imel duduk kembali saat melihat dokter sudah keluar dari ruangan.

"Jadi betul ya, kalau Kak Syafa itu jadi incaran para orangtua yang cari mantu?" Syafa yang mendengar itu membelalakan mata sipitnya.

"Siapa bilang?"

"Itu tadi faktanya, Kata Bang Ibram gitu. Nggak salah sih.. Kak Syafa tampilannya begini. Yaudah, Imel pamit pulang dulu. Kak Syafa jangan terima laki-laki lain ya," Syafa hanya tertawa mendengar itu.

Syafa sering mendengar hal itu, tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk menerima laki-laki yang tidak dikenalnya lebih dari Ibram.

Memejamkan matanya pelan, berdoa semoga Allah tidak mengubah ketetapan hati diantara mereka.
***
Bersambung

Vote dan komentar jangan lupa ya 🤗 jangan jadi sider (silent readers)

Khitbah dan Siaga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang