Bagian 30 (End)

2.2K 119 36
                                    

...

Syafa pov

Malam ini ramai seperti yang dibilang Syifa siang tadi, banyak laki-laki tegap yang berkeliaran di halaman dengan pakaian casual yang rapi. Aku masih stay dalam kamar karena màsih harus berbincang dengan beberapa teman yang sudah lama sekali tidak berkomunikasi.

"Mbak.." suara Sakha diluar membuatku membuka pintu dengan cepat.

"Disuruh Ayah buat turun, ada tamu soalnya." Ucapnya yang membuatku lansung menganggukan kepala pelan.

Mengakhiri panggilan video dan lansung saja memperbaiki penampilan. Begitu turun, pemandangan yang cukup mencuri perhatian adalah laki-laki tegap yang tadi siang Aku temui di Bandara. Disana Bang Radhika duduk tegap sambil berbincang dengan Ayah. Iya, Ayah dan mungkin Komandannya.

Sebenarnya tamu Ayah ini dari divisi apa, sampai banyak sekali seperti ini. Ah iya, satu yang menjadi rasa penasaranku.  Saudara Chandrika ada disini.

"Izin Komandan, ini dik Syafa yang kuliah di Inggris?" Suara pria berusia hampir 40 tahun membuatku tersadar.

"Iya ini Syafa, anak sulung saya yang siang tadi baru sampai." 
Jawab Ayah sambil tersenyum membuatku mengulurkan tangan menjabat tangan pria itu.

Satu orang yang terpaku memandangku, Bang Radhika. Dia seperti tidak percaya dengan kehadiranku disini. Melihat dia yang terkejut dengan wajah datar membuatku menahan tawa.

"Syafa, ini Radhika. Komandan Kopaska ." Aku menganggukan kepala melihatnya kemudian memperkenalkan diriku sendiri dengan nama lengkap.

"Mohon izin memperkenalkan diri. Saya Armellia Syafa Aisyah Syailendra" ucapku memberi hormat pada mereka. Yang lansung dijawab oleh Bang Radhika.

Sekarang Aku sudah bisa pergi dari hadapan mereka, berbaur dengan keluargaku yang masih terus membahas pernikahan. Apakah tidak ada pembahasan lain selain ini? Jujur Aku terlalu malas.

"Lho, kalau Sakha udah mau lamaran ini kakaknya yang sulung gimana? Syafa bagaimana?" Pertanyaan tante yang tentu saja sudah kutebak akan dipertanyakan olehnya.

"Saya tidak masalah kalau dilangkahi lagi Tante, lagipula saya belum ada niatan menikah. Masih mau bebas dan ingin berkarir dulu." Jawabku membuatnya terkekeh mendengar jawabanku. Apakah ada yang lucu dari kalimatku?

"Kamu kok mikirnya begitu? Nanti kamu jadi perawan tua loh. Sekarang cari-cari yang bisa jadi partner. Jangan kelamaan." Aku tertawa mendengar kalimatnya.

"Kalau saya tidak ingin menikah bagaimana? Apa ada tuntutan perempuan dalam agama islam untuk menikah? Mengapa tokoh perempuan yang melegenda Rabhiatul Adawiyah menjadi perempuan paling suci selama hidup didunia tidak dikatakan perawan tua? Tidak dicemooh? Bahkan Tuhan sendiri tidak menuntutnya untuk menikah. Saya tidak ingin salah memilih dan berakhir dengan perceraian." Jawabku panjang membuatnya terdiam.

Bunda yang ada didekatku lansung membawaku jauh dari keramaian,  mencoba memahami semuanya. Iya, dalam lingkup keluargaku. Aku yang selaku cucu paling tua tapi belum menikah membuatku selalu menjadi bahan pembicaraan saat perkumpulan seperti ini. Tidak akan lama, Aku akan melapor untuk bertugas kembali dan menjalani hari-hari yang sibuk sampai lupa dengan pembicaraan yang membuatku sakit kepala.

Duduk diluar rumah, sendiri. Aku terlalu malas untuk bercengkrama dengan para tamu yang kalau ujung-ujungnya julit.

"Chandrika tahu kamu anak Komandan Aldzi?" Suara berat dibelakangku membuatku melihat siapa pemilik suara itu. Bang Radhika ada disana.

"Tidak, dia hanya tahu kalau saya anak tentara. Itu saja," Jawabku pelan

"Kenapa tidak bilang kalau anak Komandan?"

Khitbah dan Siaga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang