Bagian 25

825 64 2
                                    

....
Entah dari mana kalimat yang diucapkannya barusan, dia tahu kalimatnya membuat dua perempuan itu tersakiti. Satu  wanita dari masa lalunya yang belum selesai dan satu wanita masa depannya.

Dea menatap Ibram dengan diam mendengarkan kalimat yang terlontar dari bibir suaminya begitu ringan hingga membuatnya tidak bisa lagi untuk berpura-pura baik-baik saja. Berbeda dengan perempuan yang membuat suaminya mengabaikan kehadirannya. Syafa hanya pergi meninggalkan mereka berdua dengan emosi yang tidak tertahankan.  Gila. Satu kata yang mewakili kemarahannya untuk Ibram

Tanpa berbalik dan menatap kembali apa yang dilakukan Ibram dan Dea, Syafa sudah tidak perduli lagi. Sekarang Ibram adalah suami dari juniornya, bukan lagi lelaki singel yang masih bisa diberikan kesempatan untuk memperbaiki.

Ibram menggertakan giginya menahan emosi yang memuncak, sedari tadi emosi yang ditahannya akhirnya terlepas setelah mereka berdua sampai di rumah dinas tempat tinggal mereka berdua.

"Kamu seharusnya tidak perlu ikut, sehingga Syafa bisa menerima aku kembali!" Suara keras Ibram membuat Dea terdiam yidak bisa menjawab ucapan suaminya.

"Syafa pasti akan kembali, setelah Aku menceraikan kamu. Kamu adalah penghalang untuk kita berdua" kalimat sarkas dari Ibram membuat Dea menatap suaminya dengan marah.

"Aku juga nggak mau jadi penghalang kalian berdua, sudah berulang kali Aku menyerah, Aku bahkan sudah membujuk Mbak Syafa untuk kembali Bang. Tapi jawaban Mbak Syafa sangat jelas kalau kalian berdua tidak ada jodoh. Kita tidak bisa melawan takdir Bang. Itu adalah kalimat Mbak Syafa"teriak Dea dengan deraian airmata yang masih mengalir dipipi putihnya.

Ibram menatap tajam Dea, begitupun Dea yang menatapnya penuh dengan amarah.

"Aku sudah sangat sabar menghadapi kamu Bang, segala aktifitasmu Aku tahu. Bahkan setelah malam resepsi kita, kamu  berusaha menghubungi  Mbak Syafa tapi tidak dijawab. Aku tahu Bang. Kamu selalu mencari tahu tentang kabar Mbak Syafa bahkan kamu tidak menghargai kehadiranku sebagai istrimu--"

"Kita sudah sepakat untuk tidak saling mencampuri urusan satu sama lain Dea."

"Aku perempuan Bang, Mbak Syafa juga perempuan. Dia pasti tidak ingin bahagia diatas penderitaan perempuan lain. Dia bukan jodohmu Bang, bukan. Tolong mengertilah" mohon Dea dengan lirih. Keduanya diam, tidak ada kalimat setelah itu.

"Aku hanya ingin jadi temanmu Bang, hanya itu. Aku mohon Bang.. izinkan Aku berteman denganmu."melupakan harga dirinya, Dea memohon pada Ibram dengan bersimpuh dikaki suaminya. Sekeras apapun hati Ibram, tapi tidak akan dibiarkan istrinya memohon seperti itu.
..

Katakanlah Syafa adalah perempuan yang beruntung karena sangat dicintai oleh pria yang bernam Ibram, tapi Syafa tidak akan memanfaatkan cinta Ibram padanya untu menjadi orang ketiga dalam pernikahan Abang Asuhnya tersebut. Berulang kali Syafa menjelaskan pada Ibram kalau mereka tidak bisa lagi bersama tapi seolah tuli Ibram tidak mendengarkan itu semua.

"Apa bedanya kamu dengan Dea?" Pertanyaan Ibram waktu itu mebuat Syafa hanya bisa diam "kamu tidak ada bedanya dengan Dea yang memiliki pekerjaan yang sama denganmu. Aku akan terima bila perempuan itu tidak satu pekerjaan dengan kamu dek, tapi kamu dengan Dea memiliki pekerjaan yang sama yaitu polisi. Lantas apa bedanya dek." Ucap Ibram dengan keras dihadapan Syafa.

Syafa mengusap airmatanya begitu mengingat kalimat Ibram yang tidak bisa terima degan perjodohan itu. Ya, itu sudah sangat lama, tapi masih sangat membekas dalam benak Syafa.

Pertanyaan itu sama dengan pertanyaannya yang dulu dipertanyakan pada Ibu Ibram, tapi tidak ada jawaban. Itu yang membuat Syafa selalu mengoreksi dirinya dengan Dea. Apa karena dia tidak menutup auratnya? Tapi selama mereka dekat tidak sekalipun Ibram menyentuh atau dirinya menyentuh Ibram secara lansung ataupun berlebihan.

Tapi lagi-lagi pikiran itu lansung disingkirkan dan digantikan dengan Takdir Tuhan untuk mereka berdua. Tidak berjodoh.

Dia akan memfokuskan diri untuk pendidikannya dan memulihkan perasaannya untuk beberapa tahun kedepan. Dia melihat kesungguhan Dea untuk mendapatkan hati Ibram, lagipula dia sangat mengenal Dea. Perempuan yang memiliki ketaatan yang sangat patut untuk dicontoh, dan mereka akan menjadi pasangan yang serasi karena saling nelengkapi.

"Melihat kesungguhan hati Dea, Aku pikir dia adalah wanita yang memang sudah ditakdirkan untukmu Bang. Bukan Aku, bukan Syafa." Lirih suara Syafa saat melihat foto dalam figura yang selalu dibawanya kemanapun, tapi tidak kali ini. Semua akan disembunyikan Syafa untuk segala catatan yang berkaitan dengan pribadi Ibram sudah diserahkannya pada Dea sebelum pernikahan mereka terlaksana.
....

Dihari keberangkatan Syafa, seluruh keluarga mengantar tanpa terkecuali. Berulangkali Syafa ikut tertawa dalam lelucon yang dibuat Sakha untuk mengurangi kesedihan yang tercipta.

Telapak tangannya digenggam erat oleh dua orang tersayangnya, ayah dan bunda. Ayah sudah mengingatkan seluruh keluarga yang mengantar untuk tidak menitihkan airmata, ya itu adalah perjanjian yang dibuatnya dengan si putri sulung di malam keberangkatan.

Tidak ada kalimat yang terlontar dari bibir wanita yang melahirkan Syafa, hanyalah mata yang buram karena terisi penuh airmata yang ditahannya sejak tadi. Izza tidak sanggup untuk berpisah dengan anak sulungnya untuk waktu yang lama

Begitupula dengan Aldzi yang hanya bisa mengusap punggung tangan putri sulungnya yang selalu dipercayainya mengambil keputusan. Dan ini adalah keputusan terbaik yang diambilnya, pergi mengambil S2 di Luar Negeri.

Pengumuman yang membuat genggaman tangan Izza semakin erat, Syafa memandang wajah sang Bunda yang kentara sudah menahan tangis. Perlahan genggaman tangan itu Syafa lepas dengan lembut, ditatapnya mata sang bunda sebelum berpisah untuk waktu yang lama.

"Mba pamit ya Bunda, do'ain Biar disana selalu baik dan lancar pendidikannya." Syafa berucap dengan nada bergetar, tidak ada suara selain anggukan kepala

"Jaga kesehatan disana, Ayah dan Bunda  jauh" kalimat Aldzi membuat Syafa tertawa kecil.

"Titip Ayah sama Bunda, ya. Jaga kesehatan juga."

Kalimat perpisahan yang sangat singkat untuk perpisahan dalam kurun waktu yang lama. Ya, Syafa sudah mengatakan tidak akan kembali sebelum selesai pendidikan.

Melihat ke belakang, ada pasangan senja yang saling menguatkan satu sama lain membuatnya tersenyum dengan airmata yang mengalir tidak lupa dengan lambaian tangan.

Duduk dibagian jendela membuat Syafa menyembunyikan airmata yang masih terus mengalir bahkan semakin deras, karena rasa sedih.

Awal dari segalanya, Syafa akan mencoba untuk berdamai dengan masa lalu. Menata kembali rencana masa depan seraya berdoa agar Tuhan tidak membuatnya merasakan sakit lebih dari sekarang.

Karena Syafa yakin, Tuhan telah menyiapkan rencana terbaik untuknya.

....

07 Juli 2022

Khitbah dan Siaga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang