Part 39

995 83 37
                                    

💔💔💔

Suasana kamar itu begitu sunyi dan damai tapi tiba-tiba pintu kamar itu terbuka begitu kencangnya dan seorang pria manis berdecak pinggang melihat sebuah gundukan di ranjang itu.

"Kamu tidak akan bangun singa!" Seru pria manis itu.

"Cinga? Uncle Cingto itu cinga ya uncle Kit?" Kit menoleh dan menempuk keningnya kenapa dia memanggil Singto dengan panggilan singa sih di depan anak berumur 4 tahun itu yang ingin tahu dan mengikuti apa perkataan semua orang ucapkan.

"Oh baby Phem sayang, bukan cinga tapi singa sayang dan satu lagi bukan cingto tapi singto oke" mata Pleum mengerjap dan mengangguk.

"Uncle Cinga cepat bangun!" Teriak Pleum membuat Kit mengelah nafas dan memukul jidatnya. Singto yang berada di dalam selimut itu langsung membuka dan menoleh ke arah pintu masuk kamarnya dan Kit.

"Cinga?" Tanya Singto dengan suara yang masih serak karena baru saja bangun.

"Sudahlah Sing, cepat bangun sekarang dan antar Phem ke taman kanak-kanak mengerti" ucap Kit sambil menggendong Pleum.

Singto mengangguk dan bangun dari tempat tidur, dia menuju ke arah kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan bersiap-siap untuk pergi kekantor serta mengantar keponakannya itu ke taman kanak-kanak.

New? Kalian pasti bertanya dengan pria cantik itu dan jawabannya pria cantik itu sedang mengikuti perjalanan spesialis kedokteran penyakit dalam seperti kanker dan lainnya ke salah satu kota di Thailand selama 2 minggu dan otomatis Pleum akan di tinggalkan di rumah Singto dan Kit. Meskipun masih di jemput oleh Gun, Mild dan Namtarn untuk mereka menikmati waktu bersama bocah lucu itu.

"Uncle" panggil Pleum pada Kit yang sedang menyiapkan bekal untuk Singto dan Pleum.

"Iya sayang" balas Kit sambil mencium pipi tembem itu dan melanjutkan pekerjaannya tadi.

"Daddy Phem di mana?" Pekerjaan Kit terhenti dan Singto terdiam di depan pintu ruang makan itu ketika mereka mendengar pertanyaan itu lagi dari bocah berumur 4 tahun itu mengenai ayahnya.

Iya, sudah 4 tahun mereka belum menemukan keberadaan Tay dan mereka juga sebenarnya sudah menyerah tapi New tidak sama sekali karena pria cantik itu yakin bahwa suaminya itu masih hidup dan berada entah di mana.

"Baby Phem yang tampan dan gemesin aunty Gupi datang!!" Singto dan Kit mengelah nafas lega ketika mereka mendengar teriakkan dari luar rumah mereka.

"Selamat" ucap kedua orang itu.

"Eh, kalian baru mau sarapan ya. Bolehkah si Gupi yang tampan dan menggemaskan ini untuk menikmati hidangan sarapan yang menggiurkan ini" ucap Gulf, dia langsung duduk di samping Pleum yang menatapnya dengan mata bulat lucunya.

"Di lumah aunty Gupi tidak di ciapkan makanan ya" bolehkah Singto dan Kit tertawa mendengar pertanyaan bocah 4 tahun itu pada Gulf yang ingin menyuapkan roti bakar yang baru saja di sediakan oleh Kit untuk Singto.

Gulf menatap Pleum dengan sengit. "Mulut bocah 4 tahun seperti mu ini harus di ajari ya agar tidak membuat hati orang tersakiti ya" Gulf melepaskan roti bakar itu dan dia menyerang Pleum dengan gelitikkan dan ciuman di seluruh wajah tembem bocah 4 tahun itu.

"Cudah cudah cudah Aunty, Phem tidak kuat itu geli" ucap Pleum sambil tertawa dan ingin menghindar dari serangan Gulf.

"Gupi, jangan membuat Phem tertawa dengan keras nanti dia menangis dan juga berhenti bukannya hari ini kamu harus pergi ke kantor kan" seru Singto dan duduk di samping Kit yang sudah duduk juga.

Gulf melepaskan Pleum dan merapikan pakaiannya milik bocah 4 tahun itu, setelah itu mencium pipi itu.

Mereka berempat pun menikmati sarapan itu dengan sedikit bercerita tentang apapun itu kecuali Tay Tawan Vihokratana.

.
.
.

"Ter, ini benaran?" Tanya Lee pada Ter. Pria itu mengangguk.

Lee menatap ibunya yang duduk di single sofa dengan pandangan yang sama seperti dia.
"Apa kamu tidak bisa menolak keinginan boss mu itu, Ter?" Tanya Lee lagi yang sudah menatap Ter.

"Lee, ini kesempatan aku untuk memberikan mu kebahagiaan yang sesungguhnya" ucap Ter sambil memegang tangan isterinya itu dengan lembut dan senyuman secerah matahari.

"Tapi..." Ucapan Lee terhenti ketika Yuyui menimpali ucapan Ter.

"Mommy setuju, kalau kamu mau ke sana demi bisa membahagiakan Lee, Ter" Ter tersenyum mendengar dukungan dari ibu mertuanya itu.

"Terima kasih Mom, kalian akan ikut juga dengan ku" ucap Ter dengan senyuman.

Lee menatap ibunya dan Yuyui mengangguk serta tersenyum kepada anaknya itu seperti mengatakan 'kita akan baik-baik saja' itu arti dari tatapan ibunya itu.

Lee hanya bisa mengangguk pasrah dengan semua keputusan ini. Mereka akan kembali ke Bangkok dan hal yang ia takutkan adalah bagaimana kalau Ter bertemu dengan pria itu dan semua usaha dia untuk menjauhkan Ter pada keluarga aslinya dan juga nama aslinya yang selama ini Lee serta ibunya sembunyikan oleh Ter.

"Lee" panggil Yuyui ketika dia melihat anaknya itu melamun di beranda kamar miliknya dan Ter. "Kamu berdoa semoga dia tidak bertemu dengan keluarganya dan pria itu" ucap Yuyui sampai mengelus punggung anaknya.

"Mom, 4 tahun hanya 4 tahun apa aku bisa merasakan di cintai dan di miliki olehnya. Lee takut kalau sampai dia bertemu dengan pria itu dan mengingatnya, pada akhirnya Lee yang akan tersakiti lagi" ucap Lee dengan wajah sedihnya. Ter tidak ada di rumah karena pria itu berpamitan untuk bertemu dengan salah satu temannya di tempat kerja.

"Kamu harus yakin bahwa Ter atau Tay sudah benar-benar mencintaimu meskipun dia ingat sekali pun nanti" ucap Yuyui menyakinkan anaknya itu, Lee menoleh dan memeluk tubuh wanita yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkannya hingga sekarang.

"Mommy benar, aku harus yakin dengan semua ini bahwa Ter atau Tay telah mencintai ku" ucap Lee dengan semangat dan senyuman. Yuyui ikut tersenyum juga mendengar semangat dari anaknya itu.

.
.
.

"Ter, kamu pasti terpesona dengan dokter di rumah sakit ini" ucap temannya itu.

"Itu tidak mungkin Jim" ucap Ter atau Tay kepada temannya yang bernama Jimmy.

"Eh, jangan mengatakan tidak mungkin ya. Aku saja yang sudah memiliki pasangan bisa terpesona dengan kecantikan dan ke gemesan pria itu.

Tay tertawa dengan ucapan menggebu-gebu dari teman kerjanya itu. Tiba-tiba perut Tay terasa sakit dan berpamitan kepada temannya itu. Setelah kepergian Tay seorang pria memakai pakaian jas dokter keluar dari ruangan salah satu teman dari kedua pria yang datang untuk menjenguk temannya yang sedang sakit.

"Selamat siang dokter Thipoom" sapa Jimmy dengan senyuman, dokter Thipoom atau New itu juga membalas tersenyum juga membuat seorang Jimmy terpesona dan tidak sengaja mimisan.

"Oh ya ampun, Jim ada apa dengan mu? Kenapa bisa mimisan begini" ucap New sambil memberikan sapu tangan yang selalu ia bawa.

"Terima kasih dok" ucap Jimmy masih dengan tatapan terpesonanya. New hanya bisa menggeleng dan karena dia begitu banyak pekerjaan serta hari ini adalah hari terakhir dia berada di rumah sakit ini. New berpamitan dengan Jimmy untuk memberi salam perpisahan dengan staf-staf dokter dan suster serta pasien yang dulu pernah dia tangani Jimmy hanya mengangguk dan melambaikan tangannya ke arah New yang tidak menolehkan tubuhnya sama sekali.

Tay yang baru saja kembali dari toilet langsung menepuk punggung Jimmy dan menarik pria itu untuk masuk ke dalam ruangan teman kerja mereka itu. Sebelum masuk Tay masih bisa melihat punggung itu yang begitu familiar untuknya.

💔💔💔

Tbc

💔How If, I Love You Too💙✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang