Dua minggu berlalu tanpa Erwin di sisinya dan sekarang Levi mulai merindukannya. Sepanjang hari-hari yang diisinya dengan kesendirian itu, Levi hanya termenung di kamarnya. Erwin sudah banyak berusaha untuk mendekatinya. Namun Levi yang merasa begitu kotor, bahkan sekadar menatap wajahnya saja pasti akan langsung mengusirnya.
Levi sedang duduk di pinggir ranjang ketika pintu berderit di belakangnya. Nifa tersenyum padanya, wanita itu masih begitu sabar mengurusnya meskipun Levi telah memberinya luka lecet di kepalanya beberapa hari yang lalu. Waktu itu Nifa hendak membantunya mengganti pakaian, namun Levi yang histeris lantas menyerangnya sampai terdorong dengan kepala membentur tembok.
"Anda sudah lebih tenang," Nifa berujar sambil menata makanan di nakas. Dia juga membuat secangkir teh hitam kesukaan Levi. "Waktunya makan."
Entah bagaimana, Levi akhirnya bisa melengkungkan bibirnya ke atas hingga menyerupai senyuman tipis. Napasnya terengah berat ketika beranjak menuju sisi lain ranjang. Akhir-akhir ini dia merasa mudah sekali lelah walau tidak melakukan apa-apa. Sekadar menarik napas pun seolah butuh tenaga besar. Segalanya menjadi begitu berat dalam hidupnya.
"Di mana Erwin?" bisiknya.
"Tuan Smith sudah berangkat sejak satu jam lalu." Nifa dengan cekatan mengulurkan mangkuk sup kepada Levi. "Selama beberapa hari ini Tuan Smith berangkat lebih awal dari biasanya."
Gerakan tangan Levi terhenti ketika menyuap sup ikan ke mulutnya. Apa dia sedang berusaha menghindariku? Levi tercenung. Erwin mungkin tidak pernah tidur di ranjang yang sama dengannya sepanjang empatbelas hari ini. Di manakah dia selama itu? Apakah Erwin tengah bermain-main di luar sana? Batinnya terluka oleh asumsinya. Di sisi lain, dia memaksa diri untuk memakluminya.
"Erwin tidur di mana?" Akhirnya pertanyaan itu yang terlontar keluar setelah lama terdiam.
"Tuan Smith selalu tidur di sini setelah Anda terlelap."
Oh, Levi mendebas. Sejatinya dia tak pernah tahu bahwa sesungguhnya Erwin selalu ada di ranjang yang sama dengannya setiap malam. Aku pasti terlalu nyenyak saat tidur. Itu cukup menenangkan hatinya yang gelisah dan Levi tersenyum samar memikirkannya.
"Tetapi, Nifa, mengapa dia pergi pagi-pagi sekali?"
Wanita itu terdiam beberapa saat sebelum menjawabnya. "Mungkin beliau sedang mengerjakan proyek besar sehingga perlu berangkat sepagi itu," kata Nifa mencoba menghibur agar Levi tidak larut dalam prasangka buruk.
Sepertinya Nifa berhasil. Levi kembali menekuni sup ikan yang masih hangat tanpa berucap sepatah kata. Tanpa sadar, dia menghirup napas panjang setiap kali pikiran-pikiran buruk melintas di kepalanya. Namun kekosongan dalam dada tak kunjung terisi. Rasanya hampa tanpa Erwin yang mengusap pipinya di pagi hari. Levi segera menutup pikiran itu dan menandaskan isi mangkuk supnya.
Teh hitam yang pekat rasanya sungguh menenangkan, namun ada yang aneh dengan tubuhnya pagi ini. Aroma teh yang semula harum mendadak sangat memualkan. Sup yang baru saja mengisi perutnya seakan-akan naik dari lambung ke mulutnya. Levi bergegas menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya di wastafel. Namun tak ada apa-apa yang keluar, hanya rasa mual dan pening yang menderanya.
"Anda baik-baik saja?" Nifa bertanya. Suaranya diselubungi kekhawatiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Curtain Fall
Fanfiction[Fanfiction of Attack on Titan by Isayama Hajime, mainship : Erwin Smith x Levi Ackerman (EruRi)] Start : February, 20th 2021 End : April, 24th 2021 Edited : September, 27th - 29th 2021 Sejak dilahirkan, Levi Ackerman tak pernah mengenal siapa ayahn...