That Time

2K 258 36
                                    

"Jadi," ujar Levi lalu mengangkat cangkir tehnya dan menyesap perlahan, "bagaimana harimu?"

"Luar biasa! Aku baru saja memenangkan tender dan perusahaan kami akan mulai mengerjakan proyek minggu depan."

"Terdengar menyenangkan."

"Pekerjaan kantor tak begitu buruk."

Tiba-tiba Levi mengeluhkan kram di pinggulnya dan mengernyitkan kening. "Ah, hari perkiraan lahir semakin dekat."

"Kapan?"

"Lusa. Akhir-akhir ini sering mendapatkan kontraksi palsu dan aku mulai cemas, Erwin masih sibuk di kantor."

Eren mengangguk mengerti. "Maaf, aku juga tidak bisa berkunjung sesering dulu."

"Aku senang kau masih bisa datang untuk mengobrol denganku." Levi tampak berusaha bergerak dengan hati-hati. Dia mengerang pelan sewaktu kontraksinya datang lagi. "Eren, bisa bantu aku ke kamar?"

Hati-hati Eren membantunya berdiri, kedua tangannya memegangi bahu Levi karena omega itu menolak dibopong dengan alasan kakinya terasa kaku dan ingin berjalan kaki. Meninggalkan cangkir teh dan semangkuk yogurt buah di teras yang menghadap ke taman bunga, Levi tertatih menuju tangga dengan Eren membantu menyangganya.

"Satu hari lagi lalu segeralah lahir, Sayang," gumamnya sambil menepuk-nepuk perut buncitnya.

Eren tidak tahu apakah dia harus turut berbahagia atau merasa tertohok. Sebentar lagi mereka akan melihat rupa anak itu. Siapa yang kelak diwarisinya, Erwin, Levi, atau aku? Eren langsung saja merapatkan bibirnya dan menghapus sepercik harapan yang dengan lancang timbul di pikirannya. Jika anak itu lebih banyak mewarisi Levi, uji kecocokan DNA akan menjadi jalan paling akhir.

Terdengar suara desisan yang aneh, Levi menggigit bibir bawahnya kuat-kuat dan menahan serangan rasa nyeri di bagian dalam pinggulnya. Tiba-tiba dia tersentak. "Oh!"

Lututnya mendadak terasa lemah, tubuhnya pasti telah merosot ke lantai seandainya Eren tidak sigap menangkap tubuhnya. Kurang dari satu menit kemudian, Levi tiba-tiba menjerit.

"Levi?" Kepanikan melanda sekujur badannya.

Bukan jeritan biasa, namun jerit kesakitan yang teramat memilukan. Suaranya pun tercekat, tubuh Levi yang berbungkus gaun longgar itu melengkung tersiksa dalam pelukan Eren. Levi meremat kemeja hitamnya sampai kusut dan memekik ketika darah mengalir dari jalan lahir diikuti cairan ketuban.

"Bertahanlah, Levi!"

Eren membawanya ke rumah sakit dengan diantar sopir keluarga Smith. Fokusnya terarah sepenuhnya pada Levi sehingga tidak sempat untuk menghubungi Erwin. Levi menggeliat di pangkuannya dan mengerang kesakitan. Walaupun detak jantungnya kian meliar, paling tidak Levi masih sadar dan bernapas.

"Bernapaslah sedalam yang kau bisa," bimbingnya. "Aku mohon, pertahankan detak jantungmu."

"E-erwin ... dia-" Napasnya yang memburu tidak membiarkan Levi menyelesaikan kata-katanya. Namun Eren sudah tahu apa maksudnya.

"Aku akan memastikan dia datang, tapi tolong, tetaplah hidup!"

Janinnya akan lahir sebelum hari perkiraannya. Sangat mengejutkan, namun hal ini normal terjadi. Beruntung Levi bisa langsung dibawa ke UGD dan mendapatkan penanganan oleh dokter. Eren benar-benar termakan panik begitu menyadari darah dan cairan ketuban yang keluar tadi.

Dia teringat permintaan Levi sebelum dibawa masuk ke ruang UGD, Eren harus memberitahu Erwin lantas tangannya merogoh ponsel di dalam saku dan menelepon Erwin. Dering pertama dan kedua tidak diangkat. "Sial, angkat ponselmu!" Baru pada dering ketiga suara Erwin akhirnya menjawab di ujung sana.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang