That Silhouette

3.9K 519 110
                                    

Erwin membanting berkas-berkas yang dipegangnya ke meja. Semenjak Levi pergi dari ruangannya, suasana hatinya tiba-tiba memburuk. Dia bahkan kehilangan sebagian besar konsentrasi karena isi kepalanya kini terisi penuh dengan bayangan Levi yang tampak kecewa sebelum melesat keluar dari ruangannya. Sialan besar.

Terdengar bunyi mesin mobil yang dinyalakan dari luar jendela. Karena ingin tahu, Erwin segera beranjak dari kursi putarnya lantas memeriksa halaman depan dari balik kaca jendela yang jernih. Di bawah sana, terlihat Levi yang berjalan lambat menuruni undakan lalu menghilang ke dalam kabin belakang Lexus hitam bersama Nifa. "Mungkin dia ingin berbelanja," Erwin menerka-nerka.

Berputar di rongga kepalanya, Levi sering bermain-main di dapurnya semasa ayahnya masih hidup. Terkadang dia membuat makan siang atau berbagai kue untuk dinikmati bersama para pelayan. Erwin sangat jarang bergabung dengan mereka, bahkan nyaris tidak pernah kecuali jika ayahnya memaksa. Sebenarnya dia tidak membeda-bedakan antara dirinya dengan para pelayan, hanya saja waktu itu hidupnya masih dibayang-bayangi masa lalu yang telah mengubahnya menjadi seorang penyendiri.

Kesadarannya kembali ke masa kini sewaktu mobil itu melaju melewati gerbang. Erwin masih mengamatinya sampai benar-benar lenyap di jalanan. Kemudian, dia memutuskan duduk di birai jendela sekadar untuk menyegarkan pikirannya yang kacau sejenak. Erwin tidak mengingat kapan terakhir kali dia menghabiskan waktu untuk bersantai. Setelah hari yang menghancurkan hatinya, kala itu sudah bertahun-tahun berlalu. Erwin jadi lebih gemar membenamkan diri dalam pekerjaannya.

Cukup lama dia termenung di sana. Melamunkan berbagai hal, termasuk nasib rumah tangganya. Levi jelas sekali berusaha untuk menjalankan perannya sebagai seorang pasangan. Namun dia terus mengabaikannya dan lebih memilih berkencan dengan pekerjaannya. Membunuh waktu dari pagi sampai malam hanya dengan berkutat di balik laptop yang terbuka dan bergunung-gunung kertas dokumen. Sebenarnya itu sangat mengusiknya, tetapi Erwin masih belum menemukan titik terang akan perasaannya sendiri.

Terlebih dia menyadari ada hal yang tidak benar dalam pernikahan ini.

~¤~

Sebelum waktu makan siang tiba, Levi sudah pulang dan menyiapkan makan siang untuk mereka. Erwin turun ke ruang makan yang menyatu dengan dapur, sekalian memeriksa keadaan Levi tanpa berniat memberi perhatian lebih atau semacamnya. Hanya ingin memastikan bahwa Levi baik-baik saja dan itu sudah cukup baginya. Beban hatinya seketika sirna sewaktu menemukan Levi tengah sibuk menyiapkan makan siang di dapur.

Tak ada pembicaraan di meja makan, Levi bahkan tidak mengatakan apa-apa ketika sedang menyajikan makanan untuknya. Sebelumnya, Levi lebih banyak bicara saat mengantar sarapan untuknya. Tiba-tiba dia menjadi sangat pendiam begini. Jujur saja Erwin merasa sangat tak nyaman dengan sikapnya. Levi membuatnya gusar sepanjang waktu makan siang. Omega itu langsung menghimpun peralatan makan yang kotor, lantas mencucinya di bak. Tanpa sepatah kata apa pun.

Erwin masih belum mengerti apa yang telah menyebabkan keceriaan Levi menyurut, namun hatinya mengatakan bahwa dia pasti akan menyesal seandainya belum meminta maaf padanya. "Mungkin sebaiknya aku melihat keadaan Levi sekarang."

"Tuan Levi sedang berada di kamar," kata Nifa sewaktu Erwin berpapasan dengannya dan menanyakan di mana Levi.

Dia menyusuri lorong yang mengarah ke kamarnya seraya mempercepat langkah. Entah mengapa Erwin sangat ingin segera melihat keadaan Levi, ya ... mungkin karena dia sedikit gelisah mengingat bagaimana raut wajah terluka Levi tadi pagi. Begitu langkahnya mencapai pintu kayu berpelitur, Erwin langsung meraih gagangnya dan menguak perlahan. Daun pintu kayu itu pun terdorong halus ke dalam ruangan dan menyuguhkan pemandangan tak terduga di sana.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang