That Twilight

3.3K 278 125
                                    

Levi duduk di teras, menatap taman bunga yang tak pernah berubah sejak terakhir kali menikmati waktu minum teh bersama Eren. Hari itu juga bertepatan dengan kelahiran Smith kecil, buah cintanya dengan Erwin. Levi teringat betapa sakitnya nyeri yang mendera dan Eren dengan susah payah membawanya ke rumah sakit.

Tega-teganya kau membuatku berutang nyawa, Eren!

Jemarinya meraba kertas itu, permukaan yang masih terasa halus tercoreng tinta hitam dari ujung pulpen yang ditarikan di atasnya sehingga meninggalkan jejak-jejak berupa kata-kata dalam beberapa paragraf pendek. Setahun lalu, Eren pergi untuk proyek di luar negeri. Levi menyesali keadaannya yang masih belum sadarkan diri pasca-persalinan. Eren datang untuk berpamitan namun dia tidak bisa bicara dengannya.

Jahat sekali aku!

Namun Levi merasakan lega ketika Erwin mengatakan betapa bahagia Eren sewaktu menggendong bayinya hari itu. Semua kesedihan hatinya seolah-olah tersapu lenyap, digantikan sukacita yang dipicu oleh bayi pirang bermata biru yang berada di lengannya. Levi tersenyum membayangkan.

Dia melipat kembali surat itu lalu menyesap tehnya. Isi surat itu sudah melekat kuat dalam ingatannya. Jujur saja, setiap kata-kata terasa seperti pisau-pisau berkarat yang mengoyak hatinya perlahan. Di setiap katanya terdapat kepedihan hati yang tak akan mudah disembuhkan. Akan tetapi, Levi tahu penulisnya juga tak ingin disembuhkan.

Saat memikirkan ini, telinga Levi menangkap suara yang sangat familiar. Terdengar sebagai tawa seorang pria dewasa dan bocah yang akan genap satu tahun hari ini. Levi menyelipkan surat itu di bawah karangan mawar burgundy dan anemone. Kertas hijau ... pita biru ... tidak akan pernah berubah.

Langkah kakinya mengarah ke sudut lain taman di mana Erwin sedang bermain dengan putra kecil mereka. Pria itu berjongkok beberapa langkah dari bocah pirang yang dilahirkannya setahun lalu dengan kedua lengannya yang terentang lebar bersiap menyambut. "Ayo Sayang, datanglah pada Papa!"

Levi tidak bisa mencegah senyumannya terkembang indah. Erwin, dia sosok ayah yang sempurna. Meski dulu dia begitu memusuhi janin yang belum terlahir, namun sikapnya berubah arah pada satu titik tertentu. Mungkin kekeraskepalaan Levi juga memengaruhi saat itu.

Andai dulu aku menurut untuk menggugurkannya, apakah kehidupan kami akan menjadi sebahagia ini? Levi terdiam, merenung dalam hati.

Bocah itu meniti langkahnya perlahan di atas rumput, senyumnya, senyuman Levi mengembang sempurna namun terlihat lebih jantan karena dia mencetak lebih banyak bagian Erwin dibanding Levi. Rambutnya pirang, matanya biru, rahang yang kokoh terbentuk samar bahkan ketika usianya baru setahun.

Sejauh ini, bocah itu masih menunjukkan sifat selayaknya anak-anak. Namun sedikit saja, dia juga menampilkan sifat tidak suka dilawan yang tentu saja mengalir dari Erwin. Levi terkenang saat bocah itu menolak sayuran pertamanya dan hanya memilih irisan ayam rebus. Bocah itu akhirnya merengek keras, berusaha menggapai mangkuk berisi daging ayam yang sengaja dijauhkan Levi sebelum dia menghabiskan sayurnya dulu. Keras kepala memang, seperti dirinya.

Levi tersenyum mengenang sebelum kenangan yang lebih pahit menyela. Mendesah, dia memikirkannya di setiap langkah. Pantaskah aku untuk kebahagiaan ini? Perhatiannya memang mudah sekali teralihkan pada bocah baru setahun yang sekarang menghambur pada ayahnya. Hingga mata mereka bertemu lantas bocah itu menjulurkan tangan kecilnya, menggapai-gapai ke arahnya. Tanpa berpikir, Levi meniru gerakannya dan tersenyum.

Menyadari, Erwin berdiri dan berbalik. Bocah itu pun memutar badannya mencari Levi sambil mencondongkan diri. Erwin membawanya mundur pelan-pelan, Levi menyengir geli, tahu Erwin hanya bermaksud menggoda anaknya. Smith kecil itu terlihat kesal, menatap Levi tak sabar. Tangannya membuka dan menutup secara berulang-ulang, bocah itu merengek penuh semangat. Levi bisa merasakan pola alami yang menjalin di antara mereka. Langkahnya maju melambat seolah-olah kenangan hampir dua tahun lalu menyeretnya mundur perlahan.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang