That Threat

2.1K 285 53
                                    

Hari ini sangat spesial karena menandai akhir perjuangan akademik Levi. Bersamaan dengan musim gugur yang lekas menyingkir dari urutan musim, Levi akan menerima ijazahnya, mengenakan pakaian wisuda dan toga bertassel di kepala. Hatinya mendebas. Ayah, aku akan memenuhi janjiku dan sekarang aku mengandung cucumu.

Rasanya sudah sangat lama ketika Levi membayangkan bagaimana raut wajah dosen favoritnya itu apabila dia mempersembahkan hasil akademiknya sepanjang empat tahun ini. Sayangnya, bayang-bayang itu tak akan menjadi kenyataan karena Tuan Edward Smith telah beristirahat dengan tenang. Sekarang dia hanya memiliki Erwin. Alpha yang sangat menyebalkan karena terus memusuhi janinnya yang tidak tahu apa-apa. Sangat konyol.

"Kuharap kau mau bekerja sama denganku. Kali ini saja tolong bertahanlah, Sayang," Levi berbisik pelan seraya mengusap permukaan perut yang tertutup jubah panjang di atas lapisan midi dress hitamnya.

Upacara wisuda digelar di ruang gymnasium yang lumayan luas pada minggu kedua bulan Desember. Levi baru saja bertemu Erwin satu jam yang lalu sebelum mereka berpisah karena Levi harus bergegas menyusul Jean dan lainnya. Conny masih saja berusaha meminta maaf atas kejadian di bar tempo hari sampai akhirnya Levi berhasil meyakinkan bahwa dia baik-baik saja saat ini.

Levi sangat bersyukur orang-orang tidak menyadari kehamilannya. Apalagi perut yang belum begitu menonjol mendukung penyamaran di balik pakaian wisuda yang gombrong. Levi tidak akan membiarkan orang lain tahu perihal kehamilannya untuk sementara waktu. Walaupun kemungkinan besar mereka akan menganggapnya anak Erwin. Tetap saja Levi tidak ingin secepat itu diketahui.

Ruangan terisi dengan cepat. Levi menduduki kursi yang berada di barisan mahasiswa yang nama keluarganya diawali huruf 'S' berhubung namanya sudah beralih menjadi Levi Smith. Dia duduk di barisan pertama dan bersisian dengan dua mahasiswi dari fakultas lain yang tak dikenalnya. Mereka cukup berisik dengan bahan obrolan yang memuakkan.

Suara-suara penuh semangat berdengung keras mendekati jam upacara dimulai. Tepat jam sepuluh, rektor muncul dari belakang panggung. Disusul para profesor, staff pengajar, dan yang paling akhir adalah Erwin dan Eren. Astaga ... dari tempat duduknya, Levi bisa melihat betapa kaku mereka duduk bersebelahan di panggung sana. Erwin senantiasa melempar hawa memusuhi sedangkan Eren sendiri lebih memilih tidak menggubrisnya. Perang dingin meledak di antara dua alpha itu.

"Lihat, mereka keren!" Salah satu gadis itu memekik tertahan pada temannya.

Levi tahu mereka tengah membicarakan dua orang yang sedang bersitegang di sana.

"Kau tahu siapa pria pirang itu? Erwin Smith! Kudengar dia donatur terbesar di kampus ini."

"Oh, ya dan apa kau tahu dia adalah anak Profesor Smith?"

"Hei, aku datang di hari pemakaman beliau, tentu saja aku pernah melihatnya sekilas!" Gadis berambut pirang stroberi merapatkan bibir sebelum melanjutkan. "Apa dia masih lajang?"

Sampai pada pertanyaan itu Levi mulai berpikir untuk menumpahkan isi tong sampah di atas kepalanya.

"Kabarnya dia telah menikahi salah satu mahasiswa kampus ini."

"Hah, sial! Tapi menurutmu siapa orang yang beruntung itu?"

"Kudengar dia lelaki omega dan sangat dekat dengan mendiang Profesor Smith. Ah, aku melupakan namanya."

Mereka mungkin tidak tahu jika sedari tadi orang yang dibicarakan sesungguhnya ada di dekat mereka. Levi menahan diri untuk tertawa melihat mereka kehabisan topik. Namun hanya sebentar.

"Tenanglah, masih ada satu pria tampan di depan sana. Jaeger itu kabarnya baru saja putus dari kekasihnya."

Mulai detik selanjutnya, Levi benar-benar menulikan telinga sepanjang sesi sambutan yang membuatnya bosan setengah mati. Eren bicara dengan demokratis dan sangat sedikit tersenyum. Raut wajahnya begitu kusut dengan bayangan gelap di bawah mata, seolah-olah dia telah begadang tujuh malam demi menyusun teks pidato. Tetapi, Levi yakin bukan itu masalahnya.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang