"Eren?"
Alpha muda itu langsung mendongak pada Erwin yang tergesa-gesa ke arahnya. Napasnya terengah-engah. Itu mengingatkannya kepada Levi beberapa waktu yang lalu. Eren saat ini masih duduk di lantai dengan pakaian kotornya ketika mata mereka saling bersitatap. "Erwin."
"Bagaimana kondisi Levi?"
Inilah yang tak bisa dijawab Eren. Dia bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana. Yang terngiang di rongga kepalanya hanya detak jantung Levi yang terputus-putus dan cairan yang keluar dari jalan lahir bayinya. "Dokter saat ini sedang menanganinya."
Mata biru itu menangkap noda-noda darah di kemeja Eren. "Mengapa ada darah di bajumu?" Tatapan Erwin seketika menjadi nyalang ke arahnya. "Eren, katakan itu bukan darah Levi."
"Kemungkinan ada yang bermasalah dengan posisi plasentanya, dia perdarahan."
Sekejap Erwin merasakan terpaan gelombang duka mahadahsyat yang menyeret dirinya ke tengah samudera kepedihan. Hampa. Tersayat. Pedih. Tak ada perasaan baik di hatinya membayangkan Levi berdiri di ambang pintu yang memisahkan hidup dan mati. Andai dia bisa, dia ingin menariknya menjauh dari sana. Penyesalan tergurat di wajah Erwin.
"Dulu aku menolak janinnya karena aku takut dia bukan anakku." Erwin menyadari saat kata-kata itu meluncur dari mulutnya. "Aku takut kau akan menggunakannya untuk mengambil Levi. Bahkan aku memintanya agar menggugurkan janin itu pada awal kehamilannya karena itu membuatnya melemah sampai sering pingsan.
Tetapi Levi memang keras kepala mengenai janinnya. Dia ingin memertahankan janin itu dan melahirkannya. Levi adalah ibu yang sangat sempurna, begitu tangguh sampai aku sendiri tidak bisa menggoyahkan tekadnya. Aku berharap dia cukup kuat untuk melewati semua ini."
Eren terperanjat mendengar pernyataan Erwin. Kalimat yang begitu tulus dan jujur mengalirkan perasaan murni seorang Erwin Smith. Untuk pertama kali Eren melihat sisi rapuhnya, hatinya yang mencinta pada seseorang yang juga dicintainya. Erwin Smith yang terkenal dingin tanpa emosi akhirnya kini melepas topengnya.
Ada sebersit keterenyuhan di hati Eren tatkala menemukan cinta yang terpancar dari mata serupa langit biru nan cerah itu. Erwin Smith menangisi Levi yang entah seperti apa keadaannya saat ini di dalam sana. Eren hanya diam menatap mata pria itu, membiarkan saja Erwin mengeluarkan semua isi hatinya yang terpendam dalam-dalam di jurang kegelapan. Sebagai pria yang juga mencintai Levi, Eren sangat mengerti perasaan Erwin. Mereka sama-sama mendambakan jantung Levi tetap berdetak.
"Aku bahkan belum berkata bahwa aku sangat mencintai dirinya," bisiknya.
Bagaimana Eren harus bereaksi atas pernyataan itu? Erwin sangat mencintai Levi. Mengapa ... sejak kapan? Yang dia tahu hanya Erwin mau menikahi Levi demi ayahnya. Bukan karena keinginannya sendiri apalagi atas nama cinta.
"Entah sejak kapan, aku tidak tahu." Erwin meneruskan kalimatnya seolah-olah tahu isi pikiran Eren. "Mungkin sejak saat pertama kali aku menyentuhnya. Mungkin juga sejak lama namun aku tak menyadari perasaan itu."
Erwin mencintai Levi dan begitu sebaliknya. Eren tidak bisa menyangkalnya lagi. Dia telah kehilangan alasan agar tak menuruti keinginan Levi waktu itu. Berhenti mencintaimu ... yang benar saja, Levi?
Namun Eren tidak buta untuk melihat kenyataannya. Dia telah kehilangan tempat itu di hati Levi. Sekarang, Eren Jaeger hanyalah cinta masa lalu Levi Smith. Tak ada lagi kesempatan untuk memberi namanya pada Levi. Sudah hilang.
"Kau sungguh mencintainya, Erwin?"
Pria pirang itu membalas tatapannya. "Ya."
"Bahkan jika seandainya anak itu adalah keturunanku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Curtain Fall
Fanfic[Fanfiction of Attack on Titan by Isayama Hajime, mainship : Erwin Smith x Levi Ackerman (EruRi)] Start : February, 20th 2021 End : April, 24th 2021 Edited : September, 27th - 29th 2021 Sejak dilahirkan, Levi Ackerman tak pernah mengenal siapa ayahn...