That Madness

2.7K 340 97
                                    

Begitu Levi membuka mata, seluruh konsentrasinya terpaku pada sosok di dalam cermin itu. Sentuhan tangan Hanji memberi kesan yang berbeda dengan lapisan riasan yang sangat tipis dan flawless itu menonjolkan setiap lekuk garis wajahnya yang lembut sehingga terlihat lebih manis namun tetap alami.

Reaksi pertama Levi adalah takjub. Betapa cantiknya orang itu dengan kulit pucat cemerlang bagaikan mutiara, pipi yang bersemu merah, serta pulasan warna soft pink mengilat yang membalur bibirnya supaya terlihat senantiasa basah dan rambut yang telah mencapai tengkuk tersisir rapi dengan belahan di pinggir, salah satu sisinya terselip di belakang telinga.

"Omega mana pun pasti iri melihatmu," kata Hanji sembari mengangguk puas dengan hasil kerjanya.

Lalu reaksi keduanya adalah tidak percaya. Sosok yang saat ini tengah balas menatapnya itu serba halus dan sempurna. Seluruh jengkal tubuhnya tampak terawat dan tentu saja luar biasa cantik. Levi tidak pernah menganggap dirinya cantik atau sekadar rupawan. Dulu, itu bukan sebuah kebanggaan baginya, jadi, dia tak begitu peduli asal penampilannya cukup rapi dan sesuai situasi. Dia bertanya-tanya, sudah berapa banyak hal yang berubah dari dirinya selama ini?

"Aku akan keluar sementara kau kenakan gaunmu, oh, Erwin sudah menunggumu di ruang tamu." Tanpa sepatah kata lagi, Hanji melenggang keluar dan segera menutup pintu rapat-rapat. Meninggalkan Levi yang masih termenung di depan cermin sambil memandangi pantulan dirinya yang sangat mencengangkan.

Gaun itu berbahan lembut, sangat nyaman dan membelai ketika kainnya jatuh dengan anggun membungkus tubuh rampingnya. Salah satu bahu terbuka penuh sebagaimana punggungnya, Levi sedikit merasa tidak nyaman dengan penampilan seperti itu. Namun dia sudah tidak punya waktu untuk fitting ulang lagi. Selain itu, dia tidak ingin melukai perasaan Hanji dengan mentah-mentah memprotesnya.

"Tidak buruk," gumamnya usai mengikat strap sepatu di tungkai kakinya dan kembali menghadap cermin.

Sosok di cermin itu ikut-ikutan menarik kedua sudut bibirnya ke atas saat Levi tersenyum. Melihat jarum jam menunjukan pukul tujuh lebih lima menit. Ditemani tas kecil senada gaunnya, Levi bergegas meninggalkan keheningan kamar di balik pintu kayu yang menutup. Tidak lupa menarik napas sedalam mungkin, serta mengerahkan seluruh kepercayaan dirinya sebelum menantang dunianya yang baru.

Sementara itu, di ruang tamu Erwin sedang duduk menunggu sambil mengetuk-ngetukan ujung jari di lengan sofa. Dia sudah siap dengan setelan tuksedo biru yang teramat gelap terpasang sempurna di badannya yang atletis. Tersisa sejam sebelum pesta, waktu yang cukup untuk menempuh perjalanan ke hotel di mana pesta tersebut digelar.

"Erwin." Sebuah suara menyentaknya keluar dari penantian.

Napasnya menghilang. Sosok yang baru saja muncul di puncak anak tangga langsung menyita seluruh atensinya. Gaun bernuansa biru itu sepanjang mata kaki namun juga menampilkan seberkas kulit pundak yang halus dan leher jenjangnya. Menyulut keinginan Erwin untuk meninggalkan jejak-jejak kepemilikan di sana.

Gaun itu sangat mudah dilucuti, Erwin menilai.

Bunyi hentakan tumit sepatu Levi semakin keras seperti sengaja menyadarkannya dari lamunan panas tentang Levi yang terbaring tanpa sehelai kain di bawah tubuhnya. Batinnya mengutuk betapa kotor isi kepalanya saat ini. Rahangnya mengeras, meneguhkan segenap kendali diri agar dia tidak berbalik menarik Levi ke kamar.

"Ada yang aneh denganku?"

Erwin mengerjap sekali, kemudian berdeham untuk menutupi keterpesonaannya terhadap pahatan sempurna tubuh Levi yang molek dan sangat sempurna untuk didekap oleh gairahnya yang membara. Gaun itu sendiri bagai gelombang samudera yang berdebur dan Erwin ingin terseret olehnya kemudian tenggelam dalam tubuh di balik gaun panjang itu. Menikmati setiap keindahan di baliknya.

Oh, astaga! Betapa celananya mulai menyempit sekarang. Sial!

"Erwin?" tanya Levi sekali lagi, sangat canggung.

"Ya." Suaranya lebih berat dari seharusnya. Langkah tegas Erwin menghampiri Levi dan mempersilahkannya menyelipkan tangan di lengannya lantas berbisik rendah. "Gaun yang cantik."

Namun sayangnya, Erwin terus menatap ke depan dan melewatkan wajah merona Levi karena pujiannya.

~¤~

Mereka tiba tepat waktu saat acara baru akan dimulai. Kedatangan Erwin dan Levi disambut oleh resepsionis yang memastikan undangan mereka setelah petugas vallet membawa mobil Erwin untuk diparkirkan.

Pesta itu sendiri digelar di ballroom hotel bintang lima. Dekorasi ruangan yang luar biasa megah itu bernuansa biru safir dan warna perak. Sangat cocok dengan para tamu undangan yang datang berbalut busana mewah dan mahal. Meja besar di sudut ruangan memamerkan aneka jenis hidangan dan minuman yang menggugah selera. Seisi ruangan itu dipenuhi para petinggi dari berbagai perusahaan beserta jajaran di bawahnya. Banyak juga dari mereka yang membawa pasangan termasuk Erwin sendiri.

Ketika sedang berbincang dengan Dot Pixis dan Zackly Darius, yang merupakan anggota dewan direksi perusahaannya, Erwin merasakan pegangan Levi mengerat pada lengannya seraya menahan rasa tidak nyaman berada di tengah orang-orang yang menghadiri pesta. Memahami perasaannya, Erwin segera menarik lengannya. Telapak tangannya turun melewati punggung terbuka Levi dan berhenti di pinggang, melingkarinya. Tindakannya itu membuat Levi terkesiap sebelum dia menggenggam tangan kanannya dengan sikap menenangkan.

Biru yang menenteramkan itu bagai mengkhianatinya dan malah berbalik menyerang dada Levi hingga sesuatu yang berdegup di dalam sana memberontak dalam dentaman keras. Akhirnya, Levi memutuskan kontak mata karena tak ingin roboh dan menanggung malu akibat lutut yang melemas karena tidak tahan dengan pesona pria di depannya.

Erwin menyadarinya, berbasa-basi sejenak pada orang-orang itu sebelum membawa Levi menepi ke sudut dekat jendela besar. Tidak lupa, Erwin mengambil dua gelas mocktail dari seorang pelayan yang kebetulan melintasi mereka. Levi ragu-ragu sesaat sampai Erwin berkata. "Mocktail tidak akan membuatmu mabuk."

Kesegaran yang manis dan sedikit sensasi soda langsung membasahi rongga mulut dan kerongkongannya yang terasa kering. Tidak ada obrolan atau sepatah kata di antara mereka, hanya ada dua pasang mata yang saling mencuri lirikan dan perasaan aneh yang menjalari hati keduanya tanpa bisa dijelaskan. Situasi penuh kecanggungan ini benar-benar meresahkan. Levi ingin cepat-cepat pulang dan menghambur ke tempat tidur.

Sementara itu, bagian tengah ruangan telah dikosongkan. Intro lagu River Flows in You dalam permainan piano mengalun merdu mengiringi sang pemilik pesta yang turun pertama kali ke lantai dansa. Nile Dawk menatap Marie dengan penuh cinta, namun ada yang aneh dengan wanita itu. Marie tampak keberatan, pikir Levi ketika memandang keduanya yang bergerak teratur di lantai kecoklatan dan mengilat ditimpa cahaya dari lampu kristal di atasnya.

Alih-alih memandang Nile, Marie sepertinya lebih tertarik mencari seseorang dengan matanya jelalatan, hingga dia menemukan sosok Erwin yang sedang memandangi mereka dengan perasaan iri menyusup ke dalam dirinya. Tentu saja Levi mengetahui bagaimana Marie berkali-kali melirik pasangannya yang hanya berdiri diam, membeku dengan wajah tergurat raut kerinduan samar-samar. Tapi Erwin tetap saja sulit dimengerti.

Terus terang saja itu sangat mengganggu baginya. Walaupun tanpa ekspresi berarti, Levi mengertj arti pandangan itu. Ada debas yang terasa, entah mengapa bayangan bahwa Erwin mungkin dulu pernah mencintai Marie benar-benar membuatnya gila dan picik. Sekali lagi dia mengintip dari sudut mata, Erwin masih setia memandangi dengan muram pasangan yang sedang berdansa di sana. Apakah dia masih mencintai wanita itu? Levi gelisah.

Levi benci. Levi marah. Levi sangat berharap dia bisa menyeret Erwin keluar dari ruangan itu. Api dalam hati telah berkobar membakar kesabarannya sampai rasanya dia rela Erwin meledak dalam dirinya berkali-kali. Asalkan prianya itu hanya menatap dirinya dan bukan wanita berambut pirang yang di depan sana.

Ya Tuhan ...

***

Tell me if y'all enjoy this by drop onto comment below.

Note : Tebarkan bintang dan komentar setiap usai membaca!

Jepara, 26 Maret 2021
With love,

中原志季
Nakahara Shiki

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang