Sekarang mereka sedang berada di restoran sederhana di sekitar kampus. Di luar, nuansa musim gugur yang kecoklatan semakin pekat dan cuaca berangin. Lalu lintas cukup ramai, orang-orang membungkus badan dengan mantel hangat melintasi trotoar yang terkotori dedaunan mapel kering.
Levi diam-diam mencuri pandang dari balik bulu matanya, Erwin sedang menyantap fish tacos dengan lahap. Sesekali mata mereka bertemu dan pria itu akan tersenyum kecil lalu kembali menggigit pinggiran tacos-nya. Maka Levi memerah dan dia akan menunduk untuk menyesapi clam chowder dari sendoknya.
"Sedang memikirkan sesuatu, Levi?" Erwin bertanya usai menelan kunyahan terakhir. "Kau belum menghabiskan supmu."
"Ah, aku ..." Levi menggumam lemah sambil mengaduk pelan sup kerang kental itu dengan sendok. Tiba-tiba teringat tentang pesta promp. "Erwin?"
Erwin memberinya seluruh perhatian, namun kalimat yang susah payah disusunnya di dalam kepala hanya menggantung di ujung lidah. Levi kesulitan mengeluarkan kata-kata itu lalu memaksa mereka meluncur dengan tersendat-sendat.
"A-apa aku boleh datang ke pesta promp malam ini?"
Keheningan berhasil ditarik setelah Levi menyemburkan semuanya. Erwin mengernyit dan berpikir sambil mengetukan ujung jarinya ke meja kayu. Gelisah melanda Levi, takut kalau Erwin berkata tidak, maka, alasan apa yang akan diberikan Levi pada teman-temannya? Tentu mereka akan kecewa.
Tetapi Levi tidak ingin memicu kemarahan Erwin lagi, cepat-cepat dia menambahkan. "Kalau kau tak mengijinkan, aku juga tak akan datang."
Tatapan Erwin tampak penuh arti kepadanya. Kemudian dia tersenyum lembut sambil meraih tangan Levi dalam genggamannya. "Pergilah. Kau boleh mengambil waktu untuk bersenang-senang dengan teman-temanmu asalkan ... kau tidak terlalu dekat dengan Eren."
Sesuai dugaan, Erwin benar-benar menyinggung perihal Eren tapi tak memperpanjang masalah itu. Levi membalas dengan tersenyum lega dan berterima kasih. Tangan Erwin mengerat hangat di atas punggung tangannya. Levi menikmatinya. Sepenuh rasa syukur meruah dalam relung hati. Lalu dia membalasnya dengan tersenyum.
"Tentu saja," janji Levi.
"Kalau kau pulang terlambat, menginap saja di rumah temanmu," imbuhnya, "atau kau bisa memintaku menjemputmu."
~¤~
Suasana bar penuh dengan para mahasiswa yang akan segera lulus dan menyambut kebebasan baru dengan tequila dan margarita.
Levi tak mengira mereka benar-benar menggelar pesta promp night dalam suasana gemerlap yang gelap dan bising. Semula dia mengira pesta akan diadakan di ruang gymnasium kampus dengan balon-balon dan kertas crepe. Setelah mendengar tentang bar pun dia mulai ragu. Bar adalah tempat yang berisik tanpa ada sepercik ketenangan. Namun Conny dan Sasha memaksanya sambil merengek, bahkan mengancam akan mendatangi rumahnya untuk memintakan ijin kepada Erwin. Meskipun tahu siapa pria itu sebenarnya, keduanya tetap berkeras tanpa membawa rasa malu.
"Asalkan Levi bisa ikut promp night!" Begitulah kata Sasha.
Dan Conny pun menimpali. "Memangnya kapan lagi Levi ikut kita berpesta? Ini satu-satunya kesempatan kita berpesta!"
Conny benar, Levi selalu absen setiap kali ada pesta. Kecuali dahulu sewaktu mereka masih tingkat pertama, hanya sekali dan itu pun hanya karena Eren. Pada pesta setelahnya, Levi selalu menolak dan Eren akan membelanya apabila yang lain memaksa. Tetapi kondisi sekarang berbeda, Eren tidak akan melindunginya lagi.
Levi duduk semeja dengan Sasha, Conny, Jean, Armin, Mikasa, Reiner, Annie, dan ... tentu saja, Eren. Lelaki itu tepat di samping kanannya, tampak berantakan setelah gelas keempat tequila yang masuk ke tubuhnya. Eren memang punya ketahanan lebih terhadap alkohol dibanding Levi, namun tetap saja melihatnya terlalu banyak minum membuat Levi khawatir.
Semua orang nyaris mabuk, kecuali Levi dan Eren masih sangat tenang setelah gelas kelima. Beberapa kali dia menatapnya dari sudut mata, saat itu juga Eren mencuri pandangan sehingga mata mereka bertemu. Levi mengalihkan pandangan pada botol yang berputar di tengah meja. Sasha bersorak ketika mulut botol itu menunjuk Levi.
"Truth or dare?"
"Truth," bisiknya ragu-ragu karena tak ingin mendapat tantangan minum alkohol.
"Yeay!" Conny sangat gembira karena gilirannya memberi pertanyaan. "Levi, apa kau pernah berhubungan seks dengan suamimu setelah menikah?"
Sontak wajahnya memerah seolah-olah dia baru saja menenggak sebotol tequila dalam sekejap. Kurang ajar sekali Conny Springer ini, mempertanyakan hal yang sepribadi itu!
"Conny ... mengapa kau menanyakan itu? Levi tidak akan senang," kata Jean yang sedang menikmati kripik kentang di hadapannya.
"Cukup katakan ya atau belum!" Conny masih kukuh dengan keingintahuannya. "Lagipula, Tuan Erwin Smith adalah alpha yang sangat digandrungi di kota ini, kau tahu? Tidak akan ada yang bisa menolaknya. Tetapi aku sangat penasaran apakah Levi juga bereaksi sama seperti para pemujanya atau tidak. Apalagi Eren-"
"Tutup mulutmu, Conny!" sergah Eren, merasa namanya diseret dalam topik yang paling dibencinya di sini.
Suasana canggung sejenak sebelum Jean yang pada akhirnya membuka suara dan menggiring mereka semua melanjutkan permainan. "Levi, tak perlu dijawab. Itu juga bagian privasimu."
Botol kembali berputar, kali ini menunjuk Eren dan dia memilih tantangan. Conny berkesempatan memberinya tantangan karena pertanyaan sebelumnya tidak dihitung.
"Nah, kudengar kau pencium yang hebat, buktikan!"
Semua yang menempati meja itu terperangah, bahkan gadis-gadis yang berdiri di dekat mereka pun sampai menoleh dengan raut berharap akan menjadi subjek pembuktian Eren yang terkenal sebagai alpha yang paling 'berbahaya' di kampus mereka.
"Kau ingin melihatnya?" Eren berkata sambil lalu lantas menandaskan sisa tequila di gelasnya.
"Ada beberapa gadis dan Omega di sini, pilih salah satu tapi jangan- ya Tuhan, Eren!"
Mata Conny tiba-tiba membulat lebar melihat apa yang baru saja terjadi di seberang meja. Eren memang ceroboh dan bernyali besar, kelewat besar sampai dia berani mencium Levi yang jelas-jelas sudah menikah. Semua pasang mata yang menyaksikan betapa serakah alpha itu menyesap dan menggigit lembut bibir Levi seketika menyorot dengan penuh keterkejutan.
Sementara Eren melesakan lidahnya ke mulutnya Levi, berupaya mendorongnya dengan agak lemah karena sebelumnya Eren telah menyemburkan tequila dari mulutnya. Kadar alkoholnya lumayan tinggi sehingga kepalanya langsung terasa berputar dan berdenyut-denyut ketika Eren menekan tengkuknya ke depan.
"Eren, hentikan, brengsek!" Jean tidak tahan melihat Levi nyaris kehabisan napas dan mulai menangis, langsung menarik paksa Eren menjauh darinya. "Demi Tuhan, apa kau tidak lihat dia tak ingin melakukannya, di mana perasaanmu, Eren?!"
"L-levi, maaf aku ..." Conny tergagap menyadari ini terjadi karenanya juga.
"Conny tidak memintamu melakukannya pada Levi, kau harusnya sadar dia sudah menikah dengan orang lain!"
Hampir semua orang di ruangan itu menoleh untuk melihat apa yang diributkan di meja itu. Jean meminta mereka kembali pada urusan masing-masing dan mengabaikan keributan yang baru saja terjadi.
Levi terhuyung saat mencoba bangkit dari kursinya. Raut wajahnya terluka. Napasnya terengah, meluncur melalui mulutnya. Sorot matanya memancarkan kekecewaan mendalam pada Eren yang malah berbalik menatapnya nyaris tanpa emosi. Seolah-olah yang baru saja terjadi itu adalah hal yang sepele, bukan sesuatu yang akan mengantarnya menuju kematian.
Hatinya menggemakan betapa dia membenci Eren karena ini. Namun demikian, Levi tidak bisa meneriakannya dari mulut secara langsung. Rahangnya begitu kaku untuk digerakan sampai akhirnya dia hanya bisa melangkahkan kaki terburu-buru meninggalkan bar itu.
Aku membencimu, Eren, sangat membencimu!
***
Tell me if y'all enjoy this by drop onto comment below.
Note : Tebarkan bintang dan komentar setiap usai membaca!
Jepara, 10 April 2021
With love,中原志季
Nakahara Shiki
KAMU SEDANG MEMBACA
Curtain Fall
Fanfiction[Fanfiction of Attack on Titan by Isayama Hajime, mainship : Erwin Smith x Levi Ackerman (EruRi)] Start : February, 20th 2021 End : April, 24th 2021 Edited : September, 27th - 29th 2021 Sejak dilahirkan, Levi Ackerman tak pernah mengenal siapa ayahn...