That Invitation

3K 329 110
                                    

"Hanya ingin tahu, apa kau akan datang ke pesta Marie dan Nile?" Zeke menyebutkan dua nama tetapi hanya satu yang diucapkan dengan penuh penekanan. "Kau harus datang karena kau diundang, selain itu, perkenalkan Nyonya Smith-mu yang menawan ini di muka publik juga."

Mendengar dirinya menjadi objek pembicaraan, Levi menunduk menatap cangkir tehnya yang kini setengah penuh. Permukaan gelap dan harum memantulkan bayangan wajah yang bersemu merah samar-samar. Sedangkan Erwin tersenyum kecut menyergah.

"Aku lebih suka menyembunyikannya di rumah. Aku menikahinya bukan untuk dipamerkan."

Levi terkesiap menemukan nada posesif dalam suaranya. Ketika dia menoleh, Erwin sedang meneguk kopinya dengan sikap tenang yang sesungguhnya menyamarkan ketegangan Erwin sendiri. Ucapannya yang baru saja terlontar mendadak terasa seperti angin lalu, membuat kalimat itu seolah-olah tidak pernah diucapkan sama sekali. Levi hanya merentangkan bibir menjadi sebuah garis lurus. Berusaha menganggapnya sekadar angin lalu.

Mungkin aku hanya salah dengar.

Zeke mengedikan bahu acuh tak acuh lalu bangkit dan bergerak menuju pintu, dia tersenyum pada Levi sejenak. Mata birunya mengerling menggoda. "Kalian akan menjadi pasangan paling serasi nanti. Sampai jumpa di pesta."

Levi menatap pintu berayun sampai menutup sempurna lalu berpaling pada Erwin yang saat ini sedang bercengkerama dengan ponsel di sebelahnya. "Kau tidak mengatakan apa-apa tentang undangan pesta atau semacamnya."

Erwin mendengus pelan, jelas-jelas dia tersinggung mengenai pesta itu. Tetapi Levi belum mengerti apa yang membuat alpha itu bereaksi seakan-akan dia hendak dilempar ke mulut singa sejak Zeke datang dan mengungkit topik 'pesta ulang tahun pernikahan Nile dan Marie'. Apa yang salah dengan pesta semacam itu?

Levi akui dia tidak terbiasa dengan keramaian termasuk segala jenis pesta, namun itu seharusnya bukan sesuatu yang asing bagi seorang Erwin Smith. Pesta dan kemewahan merupakan sesuatu yang sudah sangat akrab untuk orang sepenting dia di dunia bisnis, 'kan? Ataukah ada sesuatu yang mengganggunya dari pesta tersebut?

Levi mencoba menerka-nerka, otaknya bekerja mencari jawaban paling relevan demi memuaskan rasa ingin tahunya yang menggebu-gebu. Sepengetahuannya, Nile Dawk merupakan salah satu rekan kuliah sekaligus kolega bisnis Erwin dan kerja sama mereka terbilang baik sejauh ini. Selain itu, Erwin selalu berterus terang dalam interaksinya dengan orang di sekitar. Dia pasti akan menunjukan ketidaksukaannya pada seseorang secara gamblang.

Jelas sekali tak ada masalah di antara mereka.

Lalu di hari pernikahan kala itu ... Nile datang bersama istrinya, Marie, serta ketiga anak mereka. Levi sempat mengobrol dengan mereka dan ... astaga! Levi terbeliak begitu mengingat raut wajah Erwin yang berubah sendu di hadapan istri Nile. Marie! Levi ingat wanita pirang itu juga sempat menatap Erwin dengan rasa sesal tergurat mencoreng wajah cantiknya, bahkan tatapan matanya seakan-akan mengatakan bahwa pernikahan mereka teramat disayangkan harus terjadi.

Levi merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan menggeliat dalam dirinya. Kabut kesal menebal menyelubungi hati. Menggerus jiwanya dengan api kecemburuan yang berkobar sehingga napasnya terengah. Sementara otaknya kini menarik sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa Erwin dan Marie mungkin pernah memiliki hubungan di masa lampau, Levi tersandung pemikirannya sendiri.

Itu belum tentu benar, alam bawah sadarnya seketika menendang keluar pemikiran itu dengan cepat. Cemberut sambil bersedekap dan menyentak Levi agar kembali pada kenyataan bahwa Erwin kini berada di sisinya sebagai alpha-nya yang sejati, Erwin adalah pasangannya secara resmi. Seolah-olah menyadari kegundahannya, Erwin menengok dan menatapnya dari samping.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang