That Shock

2.3K 296 121
                                    

Pada hari yang mengejutkan itu, cuaca sempurna.

Erwin nyaris tidak tidur semalaman memikirkan Levi yang tak kunjung pulang. Bahkan ponselnya tidak bisa dihubungi karena ternyata Levi lupa membawa dan benda itu kehabisan daya saat Erwin menelepon. Nifa menyiapkan menu sarapannya yang biasa, namun tentu saja dia tidak berselera karena ketiadaan Levi yang selalu menemani di meja makan.

"Mungkin dia menginap di rumah temannya," gumam Erwin berusaha meyakinkan diri. Sial! Tetap saja dia tidak bisa keluar dari lubang kekhawatirannya. "Apakah terjadi sesuatu dengan Levi?"

Rumput di taman terhampar basah oleh embun seusai hujan deras tadi malam. Kopi hitam yang masih mengepulkan uap harum itu tidak mampu mencuri perhatiannya. Levi masih bertengger di urutan nomor satu dalam kepalanya yang semrawut. Kecemasan semakin menguasai hatinya perlahan-lahan. Di manakah dia sekarang?

Erwin baru saja hendak mencapai pintu depan ketika seseorang mengetuk dengan tidak sabar. Di balik pintu kayu yang berayun terbuka itu, sosok pirang Zeke Jaeger berdiri menjulang dengan tubuh Levi berada di dalam gendongannya dan tidak sadarkan diri. Levi tertutup kemeja dan celana kain yang kelewat longgar di badannya. Namun yang paling mengusik Erwin saat ini adalah bau feromon yang bukan miliknya tercium menguar dari pakaian itu. Yang jelas itu bukan feromon Zeke karena Erwin sangat mengenalnya.

Jangan-jangan!

"Erwin, bawa Levi ke kamar, aku akan menjelaskan apa yang terjadi setelahnya."

Lamunannya seketika pecah oleh teguran Zeke. Sedetik kemudian dia mengambil alih tubuh Levi, tatapan cemas yang semakin menjadi-jadi dijatuhkan Erwin pada wajah yang terlelap dan masih bersisa jejak-jejak air mata. Akan tetapi, sesuatu yang mengintip dari bayang-bayang gelap di kulit leher, dada, dan pundak Levi itu seakan-akan mendidihkan darah yang mengalir dalam pembuluhnya. Dia menggeleng sekilas mengusir berbagai prasangka buruk yang menggelitik benak dan mempercepat langkah menuju kamar mereka.

"Zeke, mari bicarakan di atas," ujarnya pada Zeke yang tampak tertekan stress juga. Erwin pikir ini memang ada hubungannya dengan Eren.

Tubuh yang terkulai lemah itu sudah dibaringkan di ranjang. Erwin meminta Zeke agar menutup pintu. Wajah yang sangat dirindukannya itu terlihat letih. Tangannya bergerak mengusap rambut sehitam tinta yang lengket oleh keringat. Levi-nya tidak terlihat baik-baik saja. Kegelisahan Erwin semakin menjadi-jadi. Apa yang sudah terjadi padamu?

"Erwin," panggil Zeke. Suaranya terdengar ragu-ragu sejenak sebelum dia meneruskan kata-katanya. "Aku minta maaf atas nama Eren."

Sentakan amarah terasa sampai sekujur tubuhnya bergetar. Erwin mengepalkan tangannya menahan gelegak rasa ingin menghajar Jaeger muda itu. Andaikan Eren berada di hadapannya, Erwin ragu bisa tetap setenang ini dan tidak meremukan alpha yang lebih muda darinya itu. Eren Jaeger, apabila yang dipikirkan Erwin benar, Eren harus membayar dengan harga yang sepadan atas perbuatannya.

"Aku baru saja pulang dari perjalanan bisnis saat melihat Eren membanting pintu kamarnya," tutur Zeke memulai penjelasannya, "karena penasaran, aku pun memeriksa ada apa di kamar yang selalu dikunci olehnya.

Siapa yang mengira Eren akan cukup ceroboh untuk tidak mengunci kembali pintu kamarnya? Mungkin karena dia sedang sangat marah. Tetapi apa yang membuatnya begitu marah? Jawabannya membuatku syok.

Levi.

Aku menemukan Levi meringkuk di ranjangnya dengan kondisi sangat memilukan. Ada bercak-bercak merah di hampir seluruh kulitnya yang telanjang. Levi teramat kacau dan terpukul atas perlakuan Eren yang ... aku akui sangat tidak pantas dimaafkan. Bahkan bicara denganmu seperti ini pun rasanya memalukan.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang