That Confrontation

2.2K 286 73
                                    

Levi tidak tahu di mana persisnya kecemasan itu berubah menjadi sebuah mimpi. Sesaat dia termenung di ranjangnya dengan mata terpejam, sekejap saja dia sudah memandang ke padang bunga dengan bau bunga lilac dan freesia bertebaran di udara. Sementara cahaya matahari yang hangat menyirami sekujur tubuhnya dengan kehangatan.

Ada seseorang yang melangkah di depannya. Sebuah siluet hitam berselubung cahaya senja kemerahan. Pakaiannya tampak berkibaran di sekitar lutut. Levi tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa orang itu, maka dia pun berusaha mengejar. Berlari hati-hati di antara bunga freesia yang menghampar luas dan ketika langkahnya telah memakan separuh jarak mereka, Levi melihat sesuatu yang bersandar di bahunya.

Orang itu adalah Eren yang sedang menggendong seorang anak lelaki yang terlelap dengan nyaman. Bocah lelaki itu tampan, menggemaskan, persis seperti Eren. Masih batita, mungkin sekitar satu tahun. Rambut lebatnya yang coklat tua adalah milik Eren dan membingkai wajahnya yang berpipi tembam dan bibir penuh. Levi dilanda keinginan kuat untuk meraih bocah itu dalam dekapannya, seolah-olah dia memiliki ikatan erat dengannya.

Langkahnya terus mengejar tetapi Eren tak juga masuk dalam jangkauan tangannya. Eren semakin menjauh. Levi terhuyung-huyung dengan napas memburu namun tidak ingin menyerah. Entah siapa anak itu, Levi merasa tak ingin dipisahkan darinya. Tersisa beberapa langkah lagi menuju siluet yang kini berhenti bergerak. Tangan Eren terangkat mengusap rambut bocah yang mulai menggeliat di bahunya.

Eren tersenyum pada Levi dan bocah itu pun membuka matanya yang cemerlang dan sekelam langit malam.

~¤~

Matanya mendadak terbuka.

Sekujur tubuhnya gemetar dan terengah-engah di atas selimut yang tak beraturan, berupaya melepaskan diri dari jeratan mimpi anehnya. Levi mengusap keningnya yang berkeringat dingin dengan punggung tangan, kemudian memandangi sekeliling. Paru-parunya terasa lega saat mendapati dirinya berada di kamar yang familiar dan bernuansa biru.

Apa artinya itu?

Levi tak menemukan Erwin di kamar itu, kamar mandi juga hening tanpa adanya bunyi gemericik air seperti ketika Erwin sedang mandi. Jarum jam menunjukan pukul lima pagi. Terlalu awal untuk ke kantor, Levi pikir Erwin sedang berada di ruang kerjanya. Tak sengaja pandangannya menangkap bunga lilac dan freesia dalam sebuah vas kaca di atas nakas.

Lantai terasa dingin ketika disentuh telapak kakinya. Levi tertatih-tatih menuju jendela lalu menyibak tirai yang menutupinya. Memberi jalan supaya cahaya hangat matahari pagi mengisi ruang kamarnya dengan warna keemasan yang agung. Di luar sana, hamparan taman yang berbunga aneka rupa memberi kesan indah penuh warna. Levi diam di situ selama beberapa waktu. Menikmati keindahan yang amat menenangkan hati. Rasanya sudah sangat lama sejak terakhir kali Levi mengurus taman itu bersama Nifa.

Levi meneliti sudut lain, terlihat wanita itu kini tengah mengganti mawar yang layu dengan bibit yang baru. Dia ingin melakukannya juga, menanam bunga dan merawatnya sampai tumbuh dan berkembang dengan cantik. Tetapi kondisinya tak cukup baik untuk banyak bergerak. Levi meletakan tangan di perutnya yang masih sedikit menonjol. Mengusap dengan lembut seolah-olah itu sesuatu yang rapuh dan mudah sekali hancur apabila tak berhati-hati menyentuhnya.

Kehamilannya baru saja memasuki paruh usia dua bulan. Levi senang, sekaligus murung karena Erwin mulai jarang di rumah. Setiap hari, pekerjaan selalu menjadi prioritasnya. Pernah sesekali Erwin pulang larut malam dalam keadaan yang kacau dengan diantarkan Mike, teman dekatnya. Levi tahu dia habis mabuk di bar dan bersyukur dengan adanya Mike.

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang