That Sight

3.6K 465 107
                                    

Eren mengantarnya ke mobil. Nifa dan si sopir terlihat sedang sibuk memasukkan barang belanjaan ke dalam bagasi sementara mereka masih mengobrol di luar pintu. "Kau akan pulang setelah ini?" Eren bertanya, senyum mengembang di bibirnya yang jantan.

Untuk kesekian kalinya sejak pertama mengenal Eren, Levi senantiasa mengagumi senyuman itu. Senyum yang hangat dan selalu mampu melumerkan hati ketika menatapnya. Levi merona tatkala terkenang senyuman itu pernah berada di bibirnya. Akan tetapi, dinginnya cincin pernikahan di jari manisnya langsung menyentak Levi tersadar pada kenyataan. Tak sepantasnya dia mengingat kenangan itu karena dia adalah istri seorang Erwin Smith dan bukan Eren Jaeger.

Kau benar-benar bodoh! Levi menghardik dirinya dalam hati. Segera dia mengalihkan mata dan meraih gagang pintu. Nifa sudah duduk dengan manis di balik kaca jendela dan menunggunya masuk. "Ya, aku harus pulang, maaf, bisa kau menyingkir?"

"Ah, maafkan aku," Eren berkata lalu membuka pintu untuk Levi ketika tangannya masih ada di sana.

Sentuhan itu menyengatnya serta mengalirkan getaran aneh dari ujung jemari ke seluruh otot tubuhnya. Levi menggeleng pelan dengan jantung berdegup kencang. Dia tidak boleh merasakan perasaan ini lagi, tidak! Eren sudah menjadi masa lalu yang terkubur dalam benaknya. Kini dan nanti, apa pun yang terjadi Levi tetap menjadi milik Erwin Smith.

"Kau tidak ingin masuk, Levi?"

Dia tersentak dua kali dan berjuang mengisi udara ke dalam paru-paru sebanyak mungkin dalam satu tarikan napas. Levi pun mengulum seulas senyuman canggung sebelum mengucapkan terima kasih, lantas beranjak duduk di samping Nifa. Namun sebelum Levi menutup pintu, Eren menahannya dengan satu tangan.

"Aku selalu menjadi teman baikmu." Eren memamerkan senyumnya lagi sebelum meneruskan. "Dan jangan lupa sampaikan salamku pada Tuan Smith, sampai jumpa."

Levi tidak mengatakan apa-apa ketika Eren mendorong pintu menutup. Tatapannya terpaku pada sosok yang kini berjalan membelakanginya dari balik kaca. Aneh sekali, mengapa kata-katanya bisa terasa sangat menyakitkan seperti sedang meremat jantungnya hingga dadanya menjadi begitu sesak.

Mata Levi memanas, air mata menitik dari sudutnya tanpa diminta. Apakah Eren telah melupakannya lalu mengapa dia justru ingin menangis alih-alih senang? Seharusnya dia tidak seperti ini, tapi ... mengapa?

Eren ... kau melupakanku secepat ini?

"Anda baik-baik saja?" Nifa menegur lembut.

Levi mengangguk singkat lalu berpaling ke jendela. Dengan gusar, punggung tangannya menghapus air mata yang sempat meleleh. Berusaha menikmati deretan pohon yang terlewat di luar jendela. Namun rasa sakit itu tetap saja terasa dalam hati dan berdenyut-denyut mengguncang segenap kesadarannya.

"Ini mungkin sangat tidak sopan, tetapi ... kalau boleh saya bertanya, apakah pria tadi itu orang yang sangat berharga bagi Anda?"

Nifa terdengar ragu-ragu bertanya, tetapi justru pertanyaan itu membuat Levi seperti terempas jatuh ke dalam jurang tanpa dasar dan napasnya tertahan di tenggorokan sehingga paru-parunya menjeritkan udara. Levi hampir tidak pernah menyadari hal itu setelah dinikahi Erwin Smith.

Sebegitu berharganya dirimu bagiku, Eren?

~¤~

Dengan lesu, Levi memasuki kamar seusai membereskan rumah bersama Nifa dan pasukannya. Kecuali ruang kerja Erwin, tentu saja Levi tidak akan melanggar hal itu.

Pria itu langsung pergi meninggalkan meja makan sesudah makan siang tadi. Levi pikir Erwin kembali sibuk di ruang pribadinya untuk berkencan dengan segunung berkas yang memenuhi meja. Memikirkannya saja cukup membuat Levi tersenyum konyol. Erwin itu sudah beristri namun masih saja mempertahankan pekerjaan sebagai kekasihnya.

"Ah, memangnya aku ini benar-benar istrinya?" Levi bergumam pelan, suaranya tertinggal di pangkal lidah. "Sebaiknya aku tak mengusik wilayah pribadinya untuk sementara."

Levi mendesah pelan kemudian menyandarkan punggung kecilnya ke pintu dan memejamkan mata. Saat dia membuka matanya kembali, pemandangan kamar yang tertata dan bergaya mewah langsung terhampar begitu saja. Ruang yang terhitung luas, bernuansa coklat dan biru gelap itu mencerminkan sosok pria yang lebih dulu menempatinya.

Erwin ... jika saja kau mau memberiku kesempatan.

Kamar itu terkesan muram bagi Levi yang telah melewati satu malam nyaris tanpa tidur di sini. Semalam dia mati-matian agar tidak menangis, sedangkan Erwin tenggelam dalam tidur lelapnya. "Aku tak akan pernah menyerah," ucapnya penuh tekad. Dia tidak akan membiarkan kata itu mengalir dalam darahnya. "Ini baru satu hari dan aku akan tetap berjuang untuk pernikahan ini."

Tetapi sampai kapan? Batinnya menantang. Apa kau tidak melihat betapa Eren jauh lebih baik dan sangat mencintaimu?

Napas Levi kini terembus berat, pikirannya memutar kembali pertemuannya dengan Eren hari ini. Lelaki itu berbicara dan bersikap seperti tidak terjadi sesuatu di antara mereka, bahkan menegaskan bahwa dia adalah teman baiknya. Teman ... satu kata itu bergaung keras di dalam kepalanya sampai terasa berdenging menyakitkan. Memperingati dirinya akan akhir dari kisah percintaan mereka.

Rasanya itu lebih seperti mimpi indah yang mengabur.

Levi menekan pelipisnya yang berdenyut tak karuan. Mandi dan berendam air hangat adalah cara paling ampuh menyingkirkan letih yang menggelayut. Sepasang kakinya bergerak menuju pintu lain di ruangan itu. Bukan hanya kamar tidur, bahkan kamar mandinya pun didesain mewah dengan dominasi warna biru muda.

Omega muda itu pun menarik napas dalam-dalam sembari menghampiri cermin yang membentang di atas konter wastafel. Bagian bawah matanya tertutup bayangan samar akibat kurang tidur. Levi menyikat gigi lalu mencuci muka dengan saksama, namun tetap saja wajahnya terlihat suram. Merasa cukup, Levi pun mempersiapkan bak untuk berendam nanti. Setelah selesai, Levi keluar dengan mantel handuk yang ditemukannya di gantungan handuk membalut tubuh rampingnya. Levi sangat yakin dia tidak memilikinya bahkan saat mandi tadi pagi pun dia tidak melihat benda ini di kamar mandi. Kalau diperhatikan juga sepertinya masih sangat baru.

Apa Erwin yang melakukan ini?

Levi tak ingin ambil pusing lalu mulai memeriksa isi lemarinya mencari pakaian santai. Pakaiannya sendiri masih berada di dalam koper yang tergeletak di sudut dekat jendela. Levi tidak sempat menatanya karena lemari barunya sudah terisi penuh dengan beraneka jenis pakaian. Mulai dari kemeja bergaya feminin sampai lingerie wanita.

Saat pertama kali Levi melihatnya, jantungnya serasa merosot ke perut. Dia langsung menanyakannya pada Erwin dan pria itu pun sama terkejutnya. Erwin mengatakan bahwa seorang rekan kerjanya memaksa ikut Nifa membeli pakaian baru untuknya. Tentu saja Erwin mengiyakan karena orang itu tipe yang berisik dan sangat gigih.

Orang itu ... siapa dia? Hah, benar-benar konyol!

Tiba-tiba Levi teringat sosok beta semampai berambut coklat yang sebenarnya Levi meragukan jenis kelaminnya. Seseorang berkaca mata dan bergaya kasual, kalau tidak salah namanya Hanji Zoe. Levi tersenyum kecut mengingat setiap kehebohan yang bisa disebabkan orang bernama Hanji Zoe itu. Mungkin Levi akan berusaha menghindarinya jika tidak sengaja bertemu dengannya nanti. Tetapi kalau dipikir-pikir, sepertinya Hanji bukan teman yang buruk.

Tangan berjari lentik itu pun terulur lalu menarik keluar sehelai kemeja bahan linen berwarna biru muda. Kemeja itu dihamparkan di ranjang sebelum tangannya bergerak melepas ikatan mantel. Bahan handuk katun yang begitu lembut meluncur ke bawah di kulitnya yang pucat mulus. Membuka seberkas kulit pucat di bahunya dan turun melewati dadanya yang sedikit berisi sampai tertanggal dari tubuhnya.

Akan tetapi, sebelum sempat Levi mengenakan kemejanya, terdengar pintu dibuka dan sepasang mata menangkap tubuh telanjangnya.

***

Tell me if y'all enjoy this by drop onto comment below.

Note : Tebarkan bintang dan komentar setiap usai membaca!

Jepara, 3 Maret 2021
With love,

中原志季
Nakahara Shiki

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang