3️⃣9️⃣

1.3K 76 11
                                    

Rasanya sangat sakit. Elora merasa jantungnya dipelintir dengan kuat hingga luar biasa sesak. Siapa orangnya yang tidak akan sedih saat mengetahui bahwa orang terkasihnya sedang tidak baik-baik saja? Tidak akan ada. Begitupun dengan Elora yang tampak berusaha tegar menghadapi kenyataan bahwa Nezar dinyatakan koma, entah kapan pria itu akan sadar.

Sudah satu minggu lamanya Elora tidak mendengar suara Nezar, perhatiannya dan omelan pria itu. Elora tidak menyangka jika kebawelan yang selalu Nezar tunjukan saat dirinya tidak bisa diatur kini justru jadi hal yang paling dirindukan.

Elora memang pernah ingin pergi dari pelukan Nezar, tapi kesempatan kedua telah membuatnya kembali jatuh hati pada Kakak kelasnya yang menyebalkan ini. Alanna adalah sebuah kesalahan yang timbul karena keegoisan orang tua ingin menjodohkan, Elora berusaha untuk mengerti itu. Rasa sakit hatinya perlahan menghilang seiring usaha yang Nezar lakukan. Akhirnya, Elora memutuskan kembali dalam pelukan sang kekasih.

Tapi, kenapa harus terjadi hal buruk seperti ini? Elora sudah cukup menderita dengan banyak kejadian sebelumnya, ia tidak akan bisa melalui apapun lagi tanpa ada Nezar yang selalu memberi semangat dan kenyamanan.

"Zar, hari ini aku dimarahin Guru olahraga. Padahal alasannya sepele, masa cuma karena aku nendang bola voli langsung kena marah. Kalaupun aku tendang toh bolanya gak akan berubah jadi kotak, iya kan? Iya gak sih?" Keluh Elora bercerita.

Gadis itu bahkan tidak pulang, dia langsung berkunjung ke rumah sakit. Rok kotak-kotak dengan seragam batiknya masih cukup rapih untuk hitungan sekolah yang baru selesai pukul 3 sore hari, lama kan? Ya, melelahkan.

"Zar, bangun dong... Aku tahu rebahan itu enak, tapi gak selama ini juga kali." Suaranya mulai terdengar berat. "Katanya mau tunangan sama aku, kok kamu malah sakit. Kamu marah karena aku gak suka kamu pergi kuliah ke luar negeri? Ck. Aku cuma takut, aku di deket kamu aja gak tahu kalau ternyata aku itu selingkuhan. Gimana kalau jauh." Jujurnya.

Elora meraih tangan Nezar yang bebas dari selang infus. Dielusnya dengan lembut, sangat lembut seakan-akan tangan putih yang kini tampak pucat itu adalah benda terapuh di dunia. Elora takut sentuhannya dapat menyakiti sang kekasih.

"I miss you, semua tentang kamu." Lirih Elora sembari mendekap tangan kanan Nezar dipipi. "Aku kangen suara kamu... Kamu pasti gak percaya kalau aku selalu muter suara kamu di voice note yang cuma sedikit itu." Lanjutnya.

Elora melirik jam di dinding putih rumah sakit. "Udah 2 jam lebih, tapi hujannya masih belum reda. Sayang, kalau aku main hujan-hujanan, kamu akan bangun buat ngelarang aku kan?" Tanyanya. "Should i tru?"

Ia tertawa sendiri setelahnya. "Ah... Aku ini bodoh sekali."

"Sayang..." Nafas Elora tercekat saat menatap wajah pucat Nezar. Rasa takut akan kehilangan pria itu membuatnya seperti menghadapi kematian itu sendiri. Setiap kali orangtuanya bertengkar, Ibunya mengacuhkan dan sang Kakak yang jarang pulang juga Ayah yang sibuk dengan perempuan barunya, hanya Nezar lah yang selalu ada. Nezar adalah rumah bagi Elora.

Pria yang berbaring lemah itu adalah kekuatannya, dada Elora terasa sangat sesak seiring dengan mata yang mengabur karena air mata mulai menggenang.

Ceklek.

Elora langsung menunduk dan menarik paksa air mata agar tidak terjatuh.

"Loh, Kak El sejak kapan ada di sini?"

"Hai Qila, dari pulang sekolah. Kamu sendirian? Tante gak ikut?" Tanya El pada Qilaa yang kemudian menarik kursi lain untuk ikut duduk di samping ranjang rumah sakit tempat Nezar berbaring.

Qila meletakan tasnya dibawah. "Mommy lagi ada urusan di yayan amalnya, jadi aku ke sini dianter driver. Aku mau nginep, nemenin Kakak aku yang pemalas ini." Ucapnya.

My Jealousy BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang