2️⃣7️⃣

5.8K 485 22
                                    


Tubuh Elora menegang dengan mata yang membulat sempurna ketika beberapa pegawai cafe tempatnya makan saat ini terlihat panik dan berlari ke arah kasir. Refleks, Elora berdiri dari duduknya, membuat Dhirga dan Agam menatapnya dengan alis terangkat. Sedangkan Jevan, ia hanya menatap Elora dengan tersenyum. Kemudian ia usap lengan Elora untuk duduk kembali.

"Apa-apaan, kamu? Mau ke mana?" Tanya Agam.

Elora hanya mengusap tengkuknya dengan gugup. "Sorry." Ucapnya.

"Angkat!!"

"Pak Nezar, kenapa?"

"Mas Ganteng pingsan... Ya ampun!"

"Cepat bawa ke dalam mobilnya!" Ujar Beno.

Suara itu membuat Elora duduk dengan tidak tenang. Kemudian ia melirik Beno yang terlihat panik meminta beberapa pegawai membawa Nezar ke dalam mobilnya.

Tak sengaja mereka beradu pandang. Elora langsung menundukkan pandangan ketika Beno berjalan ke arahnya.

"Halo!" Sapa Beno seraya menyalami Dhirga, Agam dan juga Jevan.

"El, semenjak kamu pergi, keadaan Nezar semakin memburuk." Ucapnya.

Beno mengangguk-anggukan kepalanya perlahan saat Elora tak memberikan tanggapan apapun.

"Saat Ayah kamu bawa kamu dari sekolah, Nezar juga pingsan dan sejak saat itu, keadaannya semakin memburuk." Lanjutnya.

Jevan berdiri dari duduknya dan menepuk bahu Beno beberapa kali. "Take care of him. Bukan cuma cowok itu yang butuh penyembuhan, perasaan El juga." Ucapnya.

Beno mengangguk paham. "Gue tahu, Nezar emang terlalu goblok dalam hubungan. Okay, gue harus anter Nezar balik." Ia pun berlalu.

Jevan melirik Elora yang terlihat gelisah. Ia tidak suka melihat Elora duduk tak tenang seperti itu, ia tak suka jika Elora gelisah karena memikirkan pria lain di saat dirinya berada di sekitar.

"El, kamu emang gak bikin Nezar jadi topik pembicaraan. Tapi, ini? Kamu bahkan gak bisa makan karena mikirin cowok itu." Ucap Jevan.

Elora langsung mengangkat wajahnya dan melirik ketiga pria yang El akui sangat memikirkan dirinya.

"Enggak kok, aku gak gelisah. Aku cuma--"

"Kamu harus mulai melihat aku." Potong Jevan dengan tatapannya yang intens.

Elora hanya diam dengan sedikit rasa tidak nyaman.

"Jevan bener, kamu harus move on." Sahut Dhirga menambahkan.

Elora melirik Agam yang hanya mengangkat bahu dan kemudian menyeruput minumannya.

"Okay." Putus Elora pasrah.

Jevan mengukir sebuah senyuman seraya menggenggam lengan Elora.

"We're just friend." Ucap Elora seraya menarik lengannya. "Jujur aja, aku gak nyaman sama sikap kamu yang kayak gini." Tambahnya.

Jevan mengernyitkan dahinya.

"Aku harus lupain Nezar, itu benar. Tapi kamu gak bisa langsung masuk gitu aja," sambungnya.

Dhirga berdehem untuk menghentikan Elora.

"Dan Dhirga, kamu emang sepupu aku, tapi kamu gak bisa seenaknya minta aku pilih a atau b. Kalian mau aku lupain Nezar, dengan kirim Jevan? Ayolah, aku bahkan baru kenal dia." Kesal Elora yang sebenarnya sudah ia tahan sejak Dhirga membicarakan Jevan kepadanya.

Elora menatap Jevan. "Jujur, aku masih belum bisa lupain Nezar."

"Setidaknya kamu mau berusaha." Ucap Jevan.

My Jealousy BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang